Selain itu, Turki dan Rusia juga memelihara hubungan kerja sama di bidang militer dan energi. Tidak lama berselang, Rusia juga mengirimkan sistem rudal pertahanan udara S-400 mutakhir ke Turki. Pipa gas alam "Turkish Stream (Jalur Turki)" bekerja sama kedua pihak Turki-Rusia secara resmi dibuka pada 8 Januari. Bagi Rusia memulai perang dengan Turki bukanlah suatu kebijakan yang terbaik, demikian juga bagi Turki perang dengan Rusia akan membawa kerugian yang besar.
Maka dari itu, meskipun Turki telah menyatakan perang, namun untuk melakukan perang skala besar masih suatu yang sangat diragukan.
TV pemerintah Suriah melaporkan pada 1 Maret bahwa pemerintah Damaskus mengumumkan penutupan wilayah udara Idlib, dan setiap target/pesawat udara akan dianggap sebagai target yang bermusuhan dan akan ditembak jatuh.
Dalam siaran pers resmi Suriah berikutnya, Damaskus menegaskan bahwa pesawat yang memasuki wilayah udara Idlib akan ditembak jatuh. Untuk menghentikan/mencegah  teroris "Jabhat Fateh al-Sham (Front Al-Nusa)" yang dapat dukungan AU Turki, mereka menerobos garis pertahanan pemerintah.
(Jabhat al-Nusra didirikan oleh Abu Muhammad al-Jaulani yang saat itu menjadi bagian dari ISIS pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi. Namun diawalnya, hubungan Jabhat Nushra dengan ISIS berada dibawahtanah atau disembunyikan. Setelah terlibat konflik dan pertempuran dengan induknya setelah menolak untuk dilebur dengan ISIS, Jabhat al-Nusra akhirnya memutuskan untuk menginduk kepada kelompok al-Qaeda pimpinan Ayman az-Zawahiri.)
Dalam siaran pers juga dinyatakan bahwa "Turki pada dasarnya mendukung teroris lokal dari tentara Suriah, yang membuktikan bahwa Turki tidak mematuhi semua perjanjian yang diidentifikasi sebelumnya, termasuk semua perjanjian yang termasuk dalam perjanjian Sochi".
Sebelumnya, Menlu Rusia Lavrov menyatakan di depan umum bahwa Turki telah gagal memenuhi beberapa kewajiban utama untuk menyelesaikan masalah Idlib Suriah.
Ini termasuk kegagalan Turki untuk menarik garis batas antara oposisi bersenjata dan teroris yang bersedia untuk berbicara dengan Pemerintah Suriah dalam kerangka proses politik. Lavrov juga meminta Turki pada kesempatan diplomatik resmi untuk mengakhiri dukungannya kepada teroris untuk tidak mengirim senjata dan peralatan perang.
Namun hingga 2 Maret lalu, bentrokan antara Turki dan Suriah telah menewaskan lebih dari 500 orang. Diantaranya 33 tentara Turki, 300 lebih pasukan "Jabhat Fateh al-Sham" dan lebih dari 100 tentara pemerintah Suriah.