Pada postingan yang lalu penulis pernah mengulas tentang Hong Kong dan mengapa Hong Kong rusuh.
Kerusuhan kali ini dimulai pada 12 Juni 2019, ada sebagian demontran yang memprovokasi kekacauan di Distrik Admiralty dimana Pemerintahan  HKSAR dan Gedung Dewan Legislatif  SAR Hong Kong berada.
Menurut informasi yang diungkapkan, dipermukaan penyebabnya adalah disebabkan Pemerintah HKSAR membuat usulan tentang "Amandemen The Fugitive Offenders and Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Legislation (Amendment) Bill 2019" (UU Ekstradisi ).
Baca: ( https://www.kompasiana.com/makenyok/5d62769c0d82307dd338f383/hong-kong  : Hong Kong  & https://www.kompasiana.com/makenyok/5daac8790d8230494a3db6b2/mengapa-hong-kong-rusuh-bisakah-runtuh :  Mengapa Hong Kong Rusuh? Bisakah Runtuh? )
Dan kini kerusuhan telah terus meningkat yang membuat warga Hong Kong (HK) dan pengamat dan pemerhati HK menjadi khawatir akan benar-benar terjadi keruntuhan dari HK yang selama ini pernah sebagai pusat perdagangan dan finansial Asia bahkan dunia yang penting.
Mungkin di kalangan kita masih banyak yang tidak mengerti, apa yang sebenarnya ingin dilakukan oleh gerombolan perusuh dan massa di HK ini? Kita perlu melihat mereka dari asal sumbernya, barulah kita akan mengerti apa yang mereka mainkan sebenarnya.
Gerombolan perusuh ini disinyalir telah dilatih di AS antara tahun 2017-2018 Â yang populer disebut alumni OSLO (preman OSLO) sebanyak sekitar 10 ribu orang dan mereka ini bukan perusuh biasa. Setelah dilatih mereka ini dikirim kembali ke HK, diperintahkan untuk melakukan hal-hal yang disinyalir antara lain seperti menggunakan universitas sebagai basis untuk perusuh.
Mereka disusupkan ke perguruan tinggi HK untuk ikut kuliah, tapi tidak perlu berprestasi dalam akademis dan bahkan untuk masuk kuliah sekali pun, tujuannya untuk mengorganiasir serikat mahasiswa dan menjadi pimpinannya.
Mereka menuntut pihak universitas untuk tidak membiarkan polisi melakukan patroli di kampus universitas, tujuannya untuk menggunakan kampus sebagai basis untuk perusuh, jadi melalui pelatihan ulang dan organisasi mereka, sehingga memiliki banyak uang tunai dan senjata untuk menyerang.
Kelompok mahasiswa ini bekerjasama dengan harian pusat "Apple Daily" untuk mempublikasikan artikel mendiskreditan Polisi HK, tujuannya untuk mencegah polisi memeriksa basis serikat siswa. Dengan membuat berita-bertia hoax, untuk memutar balikkan kebenaran dengan tujuan untuk mencuci otak siswa sekolah menengah dan dasar.
Penghasut Kerusuhan Geng Empat HKÂ
Mereka dituduh menjadi alat politik bagi kekuatan asing untuk ikut campur dalam urusan HK - Tiongkok.
Selain mengoordinasikan strategi untuk apa yang disebut "gerakan pro-demokrasi", mereka dituduh menjadi bidak di tangan pihak-pihak yang  anti-Tiongkok di Barat untuk ikut campur dalam urusan Hong Kong.
Pada 3 Agustus lalu, 4 serangkai ini kepergok oleh wartawan sedang berkumpul di sebuah restoran mewah di HK, disinyalir mereka ini sedang mendiskusikan untuk menghasut anak-anak muda HK untuk menyerang polisi dan melecehkan turis, dengan para nasehat asing. Siapakah mereka ini?
Jimmy Lai (70 tahun)
Dari demontrasi "Occupy Central" hingga demontrasi menentang "Amandemen UU Ekstradisi" "Aplle Daily" sebuah tabloid yang berbasis di HK yang diterbitkan oleh Next Digital telah menghasut kaum muda untuk menggunakan kekerasan, dan bahkan melakukan kejahatan.
Pada 8 Juli lalu, dia menemui Wakil Presiden AS, Mike Pence untuk minta bantuan.
Jimmy Lai disinyalir menjadi "pemimpin strategi" dari kerusuhan di pusat keuangan HK.
Lai, 70, pendiri perusahaan media Next Digital dan tabloid Apple Daily, telah memainkan peran penting dalam memicu kekacauan dan ketidak-stabilan di Hong Kong, kata Xinhua.
Dengan meminta kekuatan eksternal untuk ikut campur dalam urusan Hong Kong, Lai telah berusaha untuk berfungsi sebagai alat politik bagi kekuatan asing untuk menentang Tiongkok dan menyebabkan kekacauan di HK.
Diyakini Lai telah melakukan donasi ke partai-partai politik di Amerika Serikat.
Dikatakan bahwa melalui dia, kekuatan anti-Tiongkok asing mendanai para pemimpin oposisi dan sebagian kecil dari apa yang disebut kekuatan "pro-kemerdekaan Hong Kong".
Martin Lee (81 tahun)
[Martin Lee (tengah) dan Margaret Ng Ngoi-yee (kanan) bertemu dengan Ketua DPR AS Nancy Pelosi di Washington.]
Martin Lee, adalah pengacara HK dan pendiri Partai Demokrat HK. Dia juga anggota Dewan Legislatif HK dari 1985 hingga 1997 dan dari 1998 hingga 2008.
Sebagai pengacara terkenal di HK, posisi Lee tidak netral. Dia pergi ke Eropa dan AS berkali-kali untuk meminta pasukan asing untuk campur tangan dalam urusan HK, dan berterima kasih kepada Kongres AS atas bantuannya kepada anggota parlemen oposisi HK.
Sebelum Inggris menyerahkan HK ke Tiongok pada 1 Juli 1997, Lee secara aktif mendukung kebijakan otoritas Inggris dan memohon campur tangan eksternal dalam urusan Hong Kong.
Ketika dia mengunjungi AS pada tahun 1988, Lee mengatakan: "Saya percaya banyak orang akan berpikir yang terbaik adalah Hong Kong tetap menjadi koloni Inggris selama 100 tahun lagi."
Dan mengatakan kepada Kongres AS pada tahun 1990 bahwa Washington harus memberlakukan kebijakan khusus berdasarkan kehendak politik sebagian kecil dari populasi HK.
Selama kunjungannya ke AS pada tahun 1996, Lee diyakini telah kembali meminta Washington untuk ikut campur dalam urusan HK.
Setelah Hong Kong kembali ke Tiongkok, Lee dikatakan telah melanjutkan kampanyenya melawan prinsip "satu negara, dua sistem", berulang kali menargetkan penyerangan terhadap pemerintah pusat Tiongkok.
Ketika Tiongkok sedang bersiap untuk menyelengarakan Olimpiade Beijing 2008, Lee, dalam artikelnya di Wall Street Journal, meminta AS untuk menggunakan Olimpiade untuk menekan Tiongkok pada apa yang disebut masalah "hak asasi manusia".
Sudah untuk waktu yang lama, Lee telah melakukan kontak dekat dengan orang-orang yang bersentimen anti-Tiongkok di AS dan Inggris, dan dia menghimbau negara-negara Barat untuk ikut campur dalam urusan internal HK dan Tiongkok, menurut Xinhua.
Sebagai "God Father" dari partai-partai opposisi HK, Lee pernah mengatakan dia "lebih suka menjadi anjing dari kolonialisme". Menggunakan pengaruhnya sebagai anggota Dewan Legislatif kota dan pengacara, dia diyakini telah membimbing sejumlah "pengacau keras" di HK, termasuk Benny Tai, dalang gerakan "Occupy Central", dan Jimmy Lai.
Lee telah  mengeksploitasi amandemen yang diusulkan untuk RUU ekstradisi yang sekarang ditarik, untuk membangkitkan kekacauan di Hong Kong dengan bertindak sebagai penyelenggara demonstrasi terbaru, dan mencari intervensi asing dalam masalah ini selama kunjungannya ke AS, Inggris dan Kanada.
Martin Lee, Anson Chan Fang On-sang dan tokoh-tokoh oposisi lainnya diketahui telah diam-diam bertemu dengan Julie Eadeh, seorang diplomat dari Konsulat Jenderal AS di Hong Kong, pada bulan Agustus lalu.
Martin Lee dikatakan telah berkolusi dengan Jimmy Lai untuk mempublikasikan propaganda anti-pemerintah HK dengan bantuan tabloid yang mereka terbitkan.
Anson Chan (79 tahun)
Sebagai mantan pejabat pemerintah senior di HKSAR, Chan telah kehilangan atasan Inggrisnya, dia tampaknya tidak bisa melupakan mantan atasan Inggrisnya, sehingga dia dikenal oleh orang Tiongkok sebagai "peninggalan si iblis Inggris di HK (evil remnant of British in HK)".
Chan, yang gagal dalam upayanya untuk menjadi kepala eksekutif HK, secara terbuka berkonfrontasi dengan HKSAR dan juga pemerintah pusat Tiongkok setelah pensiun.
Setelah menjadi anggota Dewan Legislatif Hong Kong, Chan memimpin oposisi kota itu dalam menciptakan kekacauan di bawah kedok demokrasi, kata Xinhua.
Beberapa laporan media Hong Kong telah melaporkan bahwa Chan menerima HK$ 3,5 juta (US$ 446.000) dalam "kontribusi politik" dari Jimmy Lai pada tiga kesempatan antara 2013 dan 2014 untuk berbagai kegiatan, termasuk menentang pemerintah pusat Tiongkok dan memicu kekacauan di Hong Kong.
Dia suka berkunjung ke AS untuk menjelek-jelekkan atau mendiskrditkan Tiongkok dan HKSAR.
Dalam pidatonya dalam "Heritage Foundation" Â dia mengatakan: "Tidak pernah lebih penting bagi pemerintah AS untuk terus mendukung kebebasan dan gaya hidup HK. Bukan hanya karena mereka penting untuk kepentingan strategis Amerika sendiri, tetapi karena mereka unik untuk Tongkok."
Dia dilaporkan telah meminta kekuatan asing untuk campur tangan dalam urusan HK, dan juga mengunjungi AS dan bertemu dengan politisi AS, termasuk Wakil Presiden Mike Pence. Dia memutar-balikkan kebenaran, menyebarkan desas-desus, dan menyerang aturan hukum HK, dan prinsip "satu negara, dua sistem".
Selama demontrasi protes di HK, Chan dikatakan telah menggunakan posisinya sebagai mantan pejabat senior pemerintah untuk menghasut pegawai negeri sipil, upaya untuk melumpuhkan operasi pemerintah HKSAR dan melemahkan kekuatan kepala eksekutif.
Chan juga menghasut orang-orang muda untuk menentang hukum, sementara dia bersembunyi di hotel-hotel dengan beberapa orang lain yang berada di belakang kerusuhan di Hong Kong, untuk pertemuan rahasia, kata laporan.
Albert Ho (67 tahun)
Setelah upayanya yang gagal untuk menjadi kepala eksekutif pada tahun 2012, pada tahun 2015 dia memimpin untuk menentang mosi yang diusulkan pemerintah HK untuk hak pilih universal karena memilih kepala eksekutif HKSAR berikutnya pada tahun 2017, sangat menghambat demokrasi pengembangan di HK, menurut Xinhua.
Dia adalah salah satu promotor dan pendukung "Occupy Central" dan disinyalir orang di belakang layar kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini di HK.
Albert Ho dan Jimmy Lai muncul di Yuen Long pada 27 Juli, di mana parade ilegal berlangsung.
Anson Chan, Martin Lee, Jimmy Lai telah muncul di AS berturut-turut bebebrapa kali sejak tahun ini, bertemu dengan pejabat senior dan politisi di AS.
Beberapa bulan setelah kunjungan mereka ke AS, mulailah demontrasi dan protest HK meluncurkan serangkaian aksi kekerasan.
Secara kebetulan, berbulan-bulan sebelum demonstrasi "Occupy Central" dimulai pada 2014, Chan dan Lee juga pergi ke AS, bertemu dengan Wakil Presiden Biden dan politisi AS lainnya.
Wong Chi-fung, seorang pemimpin separatis prokemerdekaan HK, juga bertemu Julie Eadeh sebelumnya hari itu dan membahas bagaimana AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap HK.
Eadeh diam-diam bertemu dengan aktivis "pro-kemerdekaan Hong Kong", termasuk Joshua Wong Chi-fung dan Nathan Law Kwun-chung, menurut laporan media.
Maka banyak pengamat yang mengetahui bahwa orang-orang ini membantu intervensi asing dalam kerusuhan yang terjadi di HK. Mereka juga menghasut dan mengarahkan orang-orang muda untuk menghancurkan kota. Tetapi tidak ada dari anak-anak mereka sendiri yang ikut serta turun ke jalan.
Geng 4 serangkai ini tampaknya  untuk menyenangkan AS demi keuntungannya sendiri, kata Xinhua, menyebut mereka "bidak pasukan asing yang berusaha menggerakkan revolusi warna". "
Mike Rowse, seorang mantan Dirjend Investasi HK, departemen yang bertanggung jawab untuk investasi asing langsung dan mendukung bisnis luar negeri untuk mendirikan dan berekspansi di Hong Kong, mengatakan, para pemimpin oposisi, termasuk Martin Lee, yang mencari intervensi asing di Hong Kong, adalah upaya yang akan sia-sia tidak mungkin terwujud.
Tidak ada gunanya mengundang intervensi asing dengan harapan menemukan solusi untuk masalah Hong Kong. Washington, London, dan Berlin mungkin membuat para pemimpin oposisi Hong Kong merasa penting tetapi tidak ada lagi yang akan terjadi, kata mantan pejabat pemerintah Hong Kong itu.
Terakhir ini makar yang dilakukan para perusuh dan kahirnya terkonsentrasi di Univeritas Politeknik HK, juga  bisa dieliminir polisi HK dengan tanpa pertumpahan darah.
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
https://www.ft.com/content/d7e73864-c3b8-11e9-a8e9-296ca66511c9
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H