Menurut banyak analis dan pengamat Laut Tiongkok Selatan (LCS) dan Selat Taiwan dikhawatirkan akan menjadi titik panas di kawasan tersebut, bahkan menjadi titik awal konflik bersenjata dalam tahun 2019, Â survei dari Council on Foreign Relations' Centre for Preventive Action (Dewan Pusat Hubungan Luar Negeri untuk Aksi Pecegahan) memperingatkan para pembuat kebijakan AS.
Menurut think tank AS ini, mengindetifikasi ada beberapa titik panas di kawasan ini. Sengketa teritorial di wilayah maritim dapat meningkat menjadi kekerasan, kata lembaga think tank ini.
Konflik bersenjata atas perselisihan teritorial di LCS bisa menjadi salah satu krisis utama bagi pemerintahan Presiden AS Donald Trump pada tahun 2019, menurut sebuah survei tahunan yang mengidentifikasi titik-titik panas bagi pembuat kebijakan AS untuk diperhatikan di tahun 2019 ini.
Selain tekanan terhadap LCS, Dewan Pusat Hubungan Luar Negeri untuk Aksi Pecegahan untuk pertama kalinya menempatkan Selat Taiwan sebagai hotspot untuk diperhatikan dalam 2019 menurut surveinya.
Lembaga think tank itu juga memberi peringkat ketegangan baru atas kegagalan pembicaraan Washington dengan Pyongyang untuk membuat Korea Utara memusnahkan senjata nuklirnya; potensi serangan cyber yang "sangat mengganggu" pada infrastruktur dan jaringan AS yang kritis; dan prospek permusuhan antara Iran dan AS atau sekutunya sebagai masalah potensial lainnya yang dapat memicu tindakan pemerintah AS di tahun 2019.
Tetapi Washington harus mengubah tanggapannya terhadap titik-titik panas potensial di tengah bentrok dengan Beijing terkait perdagangan dan masalah lainnya, menurut laporan yang dirilis baru-baru ini
"Pemerintahan Donald J. Trump belum menghadapi krisis internasional yang serius di mana presiden harus bergulat dengan keputusan yang bisa menyakitkan tentang apakah AS akan melakukan intervensi militer baru yang berpotensi mahal," kata laporan itu.
"Dengan dunia yang menjadi lebih tidak teratur dalam berbagai cara, masuk akal untuk menganggap bahwa hanya masalah waktu sebelum pemerintahan Trump akan menghadapi krisis besar pertamanya." Kata think tank ini.
Sejak 2008, think tank ini setiap tahun telah meminta para pakar kebijakan luar negeri untuk memberi peringkat 30 konflik yang sedang berlangsung atau potensial berdasarkan mereka kemungkinan terjadi atau meningkat pada tahun berikutnya dan dampak potensial mereka pada kepentingan nasional AS. Tujuan survei ini adalah untuk menyoroti prioritas pencegahan konflik bagi para pembuat kebijakan AS.
Ketegangan AS-Tiongkok meningkat di LCS, membuat Washington semakin mengkritik Beijing atas "militerisasi" perairan yang kaya energi, di mana Tiongkok memiliki klaim yang tumpang tindih dengan Vietnam, Filipina, Malaysia, dan beberapa negara-negara sekitar ini.
Pada bulan September, kapal perang AS dan Tiongkok hampir bertabrakan di kawasan maritim yang disengketakan. Beijing secara konsisten memprotes latihan "kebebasan bernavigasi" AS di daerah tersebut.
Wei Zongyou, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Fudan Shanghai, mengatakan potensi konflik di LCS, mengutip rancangan perjanjian tentang kode etik antara Tiongkok dan ASEAN sebagai bukti kemajuan para pihak pada resolusi atas perbedaan mereka di kawasan tersebut. Dia juga optimistik bahwa AS dan Tiongkok akan terhindar dari konflik di kawasan tersebut.
"Hal ini bisa dilihat kejadian yang sudah-sudah, dimana pemerintahan Trump telah melakukan 9 kali provokasi dengan alasan "kebebasan bernavigasi" tapi ternyata Tiongkok tidak ingin terjadi gesekan dengan AS di LSC demikian juga dengan AS." Lanjutnya.
Tetapi semenanjung Korea tetap menjadi titik api potensial bagi Washington di tengah kurangnya kemajuan yang terlihat dalam pemusnahan senjata nuklir dari Korea Utara, menurut laporan itu.
Prospek perdamaian agak redup meskipun KTT Singapura yang terkenal dengan Kim Jong-un pada bulan September, setelah itu presiden AS mengklaim bahwa negara tertutup itu "tidak lagi menjadi ancaman nuklir".
Laporan itu mengatakan potensi perang AS-Korea Utara atas program senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara (Korut) adalah penyebab utama kecemasan pada tahun 2018, dan ketegangan dapat meningkat kembali pada tahun 2019 jika negosiasi yang rapuh itu gagal.
Pemulihan hubungan diplomatik yang cepat tahun ini yang memuncak pada pertemuan Singapura antara pemimpin Korut, Kim Jong-un dan Trump pada Juni mengalami kemunduran setelah pembicaraan macet tentang pemusnahan persenjataan nuklir Pyongyang.
Di Singapura, Trump dan Kim menandatangani pernyataan dapat dikatakan samar tentang denuklirisasi, sehingga tidak ada kemajuan yang dicapai dari perjanjian tersebut.
Akhir-akhir ini, Pyongyang telah menuntut sanksi terhadapnya dilepaskan dan mengutuk desakan Washington untuk perlucutan sejata nuklirnya sebagai "seperti gangster". Untuk bagiannya, Washington terus mendorong untuk mempertahankan langkah-langkah hukuman terhadap Korut sampai memenuhi permintaan untuk "denuklirisasi sepenuhnya dan diverifikasi".
Jika AS atau Korut membuat langkah tidak bersahabat, itu dapat mempengaruhi proses denuklirisasi yang sudah sangat rapuh ini. Namun kita menantikan pertemuan ke-2 Kim-Trump di akhir bulan Pebruari ini di Vietnam.
Menurut laporan ketegangan terkait Taiwan muncul menjelang pemilihan presiden 2020 ketika hubungan lintas selat antara daratan dan Taipei telah dibekukan di bawah presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang berpihak pada kemerdekaan.
Pulau Taiwan dipandang Tiongkok Beijing sebagai provinsi yang harus patuh jika tidak harus disatukan dengan kekerasan jika perlu. Washington, bagaimanapun, memiliki perjanjian pertahanan bersama dengan Taiwan dan telah lama memberikan senjata ke pulau itu.
Namun pengamat menilai, kemungkinan konflik kekerasan di Selat Taiwan tidak terlalu tinggi, meskipun AS mungkin terlibat dalam penjualan senjata dengan Taiwan dan mempromosikan lebih banyak pertukaran resmi AS dan Taiwan, yang tentunya akan berdampak pada hubungan lintas selat dan hubungan Tiongkok-AS.
Perkembangan Tiongkok Tahun 2019 Menjadi Sorotan Dunia
Tahun lalu merupa 40 tahun setelah Tiongkok negara yang disebut "tirai bambu" melakuan reformasi dan keterbukaan, Tahun ini akan melakukan peringatan 70 tahun berdirinya RRT (Republik Rakyat Tiongkok).
Dalam 70 tahun terakhir, Tiongkok telah melonjak menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia saat ini, dan lompatan historis kekuatan nasional komprehensif telah menarik perhatian dunia. Bagaimana koordinat historis baru akan memperingati peringatan ke-70 berdirinya RRT, dan suara apa yang akan disampaikan akan menarik perhatian dunia.
Selain merayakan peringatan ke-70 berdirinya RRT, perayaan ulang tahun ke-70 AL-PLA Â dan peringatan ke-70 AU-PLA juga akan diadakan pada tahun ini.
Setelah 70 tahun bediri, mereka sudah mampu secara mandiri membangun kapal perusak canggih yang setara dengan teknologi yang digunakan negara maju di Barat dan AS.
Pada saat Pameran Kedirgantaraan Zhuhai tahun lalu, J-20 telah menjadi perhatian para pengamat militer dunia, J-20 memperoleh "posisi C" sedang J-10B setelah mengalami peningkatan mempertunjukkan aksi taktis yang luar biasa.
Jadi para pengamat militer sedang mengamati juga perkembangan alutisista AL-PLA dalam penyambutan peringatan berdirinya AL-PLA 70 tahun pada 2019 ini.
AL-PLA beridiri pada April tahun 1949, dan para pengamat militer sedang memperhatikan perkembangan dari kapal induk ke-2 Tiongkok yang dikembangkan dan dibangun secara mandiri.
Pada 13 Mei 2018, kapal induk kedua Tiongkok berlayar dari dermaga Galangan Kapal Dalian dan pergi ke wilayah laut yang relevan untuk misi uji coba laut. Ini adalah tes pertama dari kapal induk kedua Tiongkok.
Menurut para pengamat tampaknya kemajuannya sangat baik sekarang, karena mereka telah mencoba empat kali uji coba melaut selama periode 2018, dapat dikatakan bahwa frekuensi ini sangat tinggi. Mereka melakukan uji coba pada Mei, Agustus, November, Desember, tahun lalu dan ini dilakukan hanya setiap kali berselang satu bulanan harus dikatakan ini suatu yang luar biasa dengan frekuensi sangat tinggi. Karena percepatan uji coba melaut ini paling penting adalah keberhasilan lepas landas kapal.
Jadi untuk merealisasi tingkat pertempuran global, hal ini dianggap suatu langkah besar. Terutama pada 27 Desember lalu, melakukan uji coba laut beberapa mode untuk jet tempur  J-15 dan helikopter WZ-8. Sehingga secara proporsional dan keseluruhan model ini telah dapat diuji di laut.
Jadi uji coba laut ini telah dilakukan selama setahun dan dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang sangat tinggi. Keseluruhan sistem dalam pembentukan kekuatan tempur harus dikatakan sudah cukup jauh, sehingga dua kapal induk di masa depan dapat diharapkan sudah bisa melakukan operasional pada tahun 2019.
Tahun ini juga merupakan peringatan ke-70 pembentukan hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Rusia, pada tahun 1949 Uni Soviet dan Tiongkok secara resmi menjalin hubungan diplomatik. Jadi ketika menyangkut pengembangan persenjataan Tiongkok, secara objektif ketika itu pengembangan alutsista Tiongkok mulai, dengan Uni Soviet memberi Tiongkok dukungan besar. Namun, selama pengembangan tahun ini, Tiongkok telah membuat banyak kemajuan teknologi independen, dan sekarang telah ada beberapa perubahan baru dalam pertukaran teknologi militer antara Tiongkok dan Rusia.
Pada mula ketika pengembangan awal untuk kapal selam tenaga nuklir strategis, termasuk juga pesawat angkut besar Y-20 masih mengandalkan pengimporan perlatan dari Rusia, tapi kini Tiongkok sudah bisa mandiri untuk membangun Y-20 ini, demikian juga dengan Pesawat Peringatan Dini AWACS, dan pesawat tanker untuk pengisian bahan bakar pesawat di udara.
Namun awalnya teknologi alutsista Tiongkok mengandalkan impor, dan kini telah berubah untuk siap mengekspor alutsista. Untuk kapal permukan berbobot besar kini telah setara dan bahkan sudah melebihi Rusia, karena kemajuan AL Rusia tidak cepat, tapi jika dibanding dengan kapal perusak Tiongkok Tipe 052D, Tiongkok telah memasuki pembangunan yang ke-10. Untuk mengkontruksi alutsista memerlukan sejumlah peralatan yang besar.
Sehubungan dengan itu, kemungkinan ada kerjasama teknologi bagi Tiongkok-Rusia itu sangat besar, selain itu sistem radar kapal Tiongkok juga sudah sangat maju sekarang, jadi kemungkinan kerjasama ini sangat besar.
Tahun lalu, satu-satunya kapal induk di Rusia, Admiral Kuznetsov (bertugas sejak 1985), sedang menjalani perbaikan mengalami kecelakaan selama proses perbaikan dan mengalami beberapa kerusakan. Ada berita bahwa kapal ini akan diperbaiki di Tiongkok.
Menurut pengamat militer dari perspektif kemampuan, keamanan regional Tiongkok dapat memperbaiki kapal induk ini. Karena "Varyag" sekarang menjadi kapal induk Tiongkok pertama --- Liaoning dan "Kuznetsov" adalah kapal bersaudara dengan "Varjag", yang struktur internal mencakup jalur teknis dasar yang ditingkatkan oleh Tiongkok.
Saat ini "Kuznetsov" sangat sulit untuk diperbaiki oleh Rusia sendiri, karena masalah dermaga ini sama dengan kekuatan sipil di sekitarnya dalam sistem catu daya. Lalu ada lubang besar di dek kapal induk yang tertimpah crane runtuh. Saat ini kapasitas dari dermaga apung di Rusia ini mustahil bisa melakukan tugas menyelesaikan perbaikan dalam waktu singkat.
Jadi kemungkinan besar Rusia akan memakai jasa Tiongkok dengan dasar menggunakan teknologi memperbaiki kapal Liaoning untuk mengubah "Kuznetsov", Tiongkok berhasil merampungkan "Varjag" menjadi Liaoning dalam lima tahun mencakup meningkatan kemampuannya dalam banyak aspek. Dan perwira Rusia yang pernah berkunjung ke atas kapal Liaoning mengatakan kemampuannya melebihi "Varjag" dan mereka menyatakan tidak meragukan masalah teknisnya pada waktu itu. Dan jika ini terjadi berarti belahan Asia Timur menambah jaminan keamanan dari ancaman AS.
Dari 11 hingga 15 September 2018, dalam latihan strategis "Vostok 2018" Rusia, para perwira dan prajurit militer Tiongkok dan Rusia berpartisipasi dalam latihan kampanye bersama di kawasan Danau Baikal. Ini adalah pertama kalinya tentara Tiongkok  berpartisipasi dalam latihan ini, dan juga mengirim pasukan ke luar negeri untuk ikut serta dalam latihan itu, dengan jumlah terbesar dan skala terbesar.  (baca: Tindakan Rusia-Tiongkok Dalam Menghadapi Tekanan AS-Barat )
Namun dalam latihan "Vostgok 2018" targetnya bukan hanya teroris, melainkan sasarannya adalah negara-negara besar dan kuat. Sehingga latihan militer bersama ini tampak lebih besar dan penting, karena sebelumnya latihannya meliputi penggunaan berbagai patologi, yang terbatas.
Namun kali ini dapat dikatakan bahwa Tiongkok dan Rusia bekerja sama dalam urusan militer. Dari pembelian senjata sebelumnya hingga latihan anti-terorisme saat ini, telah memasuki tingkat yang lebih dalam.
Selain itu, hal yang paling menjadi perhatian pengamat militer tentang tahun lalu adalah bahwa Tiongkok pertama kali mengungkapkan lensa kapal induk yang melakukan peluncuran pesawat pada  malam hari di Liaoning.
Seperti diketahui sangat sulit untuk lepas landas dan landing di malam hari. Bahkan bagi pilot AS sekalipun, meskipun telah lama mengoperasikan kapal induk. Menurut kabar para pengamat bahwa jika mengikuti situasi dan kondisi AL-AS dan pilotnya saat ini yang bertugas di kapal induk AS, ada 60% pilotnya tidak siap untuk lepas landas pada malam hari. AS sebagai negara yang AL terbesar di sunia, masih mengalami kendala teknis untuk ini.
Karena melakukan misi penerbangan malam hari di kapal induk tidak ada referensi pandangan, sehingga banyak pilot tidak dapat mengatasi hambatan batinnya, yaitu, ia harus lebih memercayai instingnya daripada data instrumen. Jadi pada titik ini, ketika pilot mengandalkan pelatihan, itu adalah batas fisik dan psikologis utama yang tidak dapat menembus hati.
Namun sekarang Tiongkok bisa selesai dengan kapal induknya, sebenarnya dapat dikatakan AL-PLA telah dapat menyelesaikan beberapa tindakan yang tidak bisa dilakukannya di masa lalu, dan menyadari pendaratan seperti itu. Maka itu berarti adalah seluruh misi pengoperasian kapal induk Liaoning di masa depan,
Hubungan Tiongkok-Jepang
Tahun ini Tiongkok akan mmeperingati tahun-tahun reformasi dan terbukaan ke-40. Sedang tahun lalu Tiongkok-Jepang memperingati penandatanganan "Perjanjian Perdamaian dan Persahabatan" tahun ke-40.
Pada tahu 2018, pada dasarnya situasi Jepang stabil dan hubungan Jepang-Tiongkok juga stabil. Meskipun ada sedikit panas namun pada umumnya stabil, jadi perlu adanya kemauan dan ketultusan dari kedua belah pihak untuk itu.
Namun pada pertenghahan Desember tahun lalu, bayang-bayang memanas sedikit nampak. Pemerintah Jepang menyetujui versi baru "Garis Besar Program Pertahanan Jepang" dan "Rencana Pemeliharaan Pasukan Pertahanan Nasional Tiongkok" yabng menyebutkan kapal induk Tiongkok yang ada dan lain-lain. Yang bertentangan dengan kebijakan "Pertahanan Khusus" isi dari ekspansi senjata, yang dianggap Tiongkok pernyataan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini dapat menimbulkan ketidak konsifnya hubungan Jepang-Tiongkok untuk keseluruhan perdamaian dan stabilitas regional.
Hubungan AS- Tiongkok
Tahun ini menandai peringatan 40 tahun pembentukan hubungan diplomatik antara Tiongkok dan AS. Pada 1 Januari 1979, Tiongkok dan AS secara resmi saling mengakui dan menjalin hubungan diplomatik.
Pembentukan hubungan diplomatik Tiongkok-AS telah meningkatkan lingkungan eksternal kedua negara dan juga telah mengubah struktur politik dan ekonomi kawasan Asia-Pasifik dan dunia berdampak mendalam pada pengembangan hubungan internasional. Â
Tidak diragukan lagi, di tahun baru ini, Tiongkok akan terus bertindak sebagai "stabilisator" untuk menyelesaikan hotspot internasional, dan untuk mengusulkan solusi Tiongkok untuk berkontribusi pada keamanan regional dan perdamaian dunia.
Gesekan perdagangan antara Tiongkok-AS yang diprovokasi AS secara  unilateralisme tahun lalu,  ini tidak sejalan dengan kepentingan bilateral, tidak sesuai dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia/WTO, dan menempatkan Tiongkok sebagai "pesaing utama" dan "ekspansionis baru". "Perdagangan tidak adil" dll.
Pemikiran dan pandangan kebangkitan Tiongkok dianggap sebagai "tantangan struktural bagi kepemimpinan global AS." Ini adalah fenomena baru yang belum pernah terlihat sebelum akhir Perang Dingin. Apa yang disebut dengan "kebebasan bernavigasi" dalam latar belakang yang disebut "prioritas AS" yang diusulkan oleh Trump dan perjalanan melintasi Selat Taiwan lebih bersifat provokatif.
Jadi apa yang harus kita perhatikan dalam hubungan Tiongkok-AS di tahun baru?
Selain itu, gesekan ekonomi, pengepungan militer, kedua poin ini secara bersamaan akan terus meningkat. Strategi AS di daerah sekitarnya juga akan semakin mendalam. Strategi sebelumnya untuk menarget Tiongkok disebut "Strategi Asia-Pasifik." Hubungan segitiga AS-Jepang-Korea cakupannya intensitasnya relatif masih terbatas.
Namun kini sekarang strategi segitiga besar telah diubah oleh AS menjadi AS-Jepang-India-Australia sehingga menjadi strategi segi Berlian. Maka ke depan aktivitas penyebaran kekuatan militer, pangkalan militer, alutsista akan meningkat secara eksponensial.Â
Jadi simbol-simbol AS di laut dan udara akan diperbesar. Termasuk "kebebasan bernavigasi" di LCS dan melintas di Selat Taiwan akan menjadi simbol umum di tahun 2019.
Pada Senin 4 Pebruari ini, Tiongkok mencapai nada optimis ketika pembicaraan perdagangan dilanjutkan dengan AS, tetapi juga menyatakan kemarahan terhadap misi AL-AS berlayar melalui LCS yang disengketakan, memberikan bayangan atas prospek untuk meningkatkan hubungan Beijing-Washington.
Penasihat senior Gedung Putih Kellyanne Conway pada Senin 4 Pebruari juga menyatakan keyakinannya dalam kemungkinan kesepakatan. Ditanya apakah kedua negara semakin dekat dengan perjanjian perdagangan, dia mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara, "Sepertinya begitu, tentu saja."
AS diperkirakan akan terus menekan Tiongkok dengan tuntutan lama bahwa Tiongkok harus mereformasi cara memperlakukan kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan Amerika untuk menyegel kesepakatan perdagangan yang dapat mencegah kenaikan tarif pada impor Tiongkok.
Pembicaraan terbaru dimulai dengan diskusi tingkat kerja pada hari Senin sebelum diskusi tingkat tinggi di akhir minggu itu.
Negosiasi di Washington bulan Januari lalu berakhir tanpa kesepakatan dan dengan negosiator top AS menyatakan pekerjaan diperlukan.
"Kami, tentu saja, berharap, dan orang-orang di dunia ingin melihat, hasil yang baik," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying pada sebuah briefing di Beijing.
Pada hari yang sama perundingan terakhir dimulai, dua kapal perang AS berlayar di dekat pulau-pulau yang diklaim oleh Tiongkok di LSC yang disengketakan, kata seorang pejabat AS kepada Reuters.
Ditanya apakah perlayaran kapal tersebut akan berdampak pada pembicaraan perdagangan, Hua mengatakan bahwa "serangkaian trik AS" menunjukkan apa yang dipikirkan Washington. Namun Hua menambahkan bahwa Tiongkok percaya penyelesaian gesekan perdagangan melalui dialog adalah untuk kepentingan rakyat kedua negara, dan pertumbuhan ekonomi global.
Hubungan Militer Tiongkok Dengan Negara-negara Lainnya
Pada bulan Mei 2018, AL-PLA ikut serta dalam Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2018 yang digelar mulia 4-9 Mei 2018 di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Indonesia. (baca: Â AL-PLA Berpartisipasi Dalam Latihan MNE Komodo 2018 )
Dari 20 hingga 29 Oktober 2018, tentara Malaysia-Tiongkok melakukan latihan militer bersama dengan kode nama "Persahabatan dan Damai 2018" di adakan di Malaysia.
Dari 22 hingga 29 Oktober 2018, Tiongkok-ASEAN melakukan latihan militer  "maritime joint performance - 2018" pertama diadakan di Zhanjiang Tiongkok untuk pertama kalinya.
Mudah-mudahan dengan adanya serangkaian latihan militer bersama ini, terjadi hubungan orang per orang sehingga terjadi suatu jembatan penting untuk menuju perdamaian.
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
voanews.comÂ
voanews.com/a/chinaÂ
https://www.voanews.com/z/5028Â
scmp.comÂ
scmp.com/newsÂ
stripes.comÂ
msn.comÂ
presstv.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H