Tampaknya India jelas yang menjadi sangat menonjol dan menjadi sorotan dunia. Pada 2010 India dan Rusia telah mengikat persetujuan atas dasar T-50 mengadakan penelitian dan pengembangan untuk R&D jet tempur berat FGFA.
India telah mengelontorkan dana 4 milyar USD, pada 2014 berhubung perkembangan T-50 lambat India mengusulkan untuk berbagi teknolgi Rusia, tapi ditolak, sehingga India dan Rusia pada dasarnya akan menghentikan rencana tersebut.
Akhirnya India mengumumkan program R&D pesawat tempur silumannya sendiri, yaitu AMCA dan menawarkan kepada dunia, negara yang bisa mendukung teknologi ini kecuali Tiongkok, AS dan Rusia. Akhir cerita, kembali ke India yang membayar uang, Rusia yang memasok teknologi.
Sedang program rencana jet tempur siluman Jepang, Â ATD-X R&D dilakukan oleh perusahaan Mitsubhisi Heavy Industries, meskipun Jepang telah memiliki dasar untuk meng-esembling F-15J dan membuat F-2, namun mesin pesawat dan teknologi perlengkapan inti elektroniknya semua mengandalkan AS. Bahkan untuk pesawat jet tempur Gen-3 Jepang teknologi intinya masih belum mampu membuatnya sendiri. Maka untuk membangun pesawat jet tempur Gen-4 kesulitannya bisa terbayangkan.
Negara lain di Asia yang akan mengembangkan jet tempur siluman adalah Korsel yaitu KF-X, berhubung Korsel dalam bidng penerbangan masih dibawah Jepang, maka Korsel menarik salah satu negara Asia --- Indonesia.
Negara-negara yang melakukan R&D pesawat tempur Gen-4 termasuk India dengan AMCA dan bekerjasama dengan Rusia FGFA, Turki juga ikut melakukan R&D dengan mengumumkan program TAI, dan Jepang ATD-X, Korsel KF-X, ditambah dengan Rusia Su-57, dan Tiongkok FC-31 dan J-20, AS dengan F-35 dan F-22.
Yang terakhir adalah Turki, juga dianggap paling mungkin untuk mampu membuat pesawat jet tempur siluman. Namun karena tidak memiliki dasar industri penerbangan sama sekali, maka program R&D- TAI awalnya menginginkan untuk memperoleh teknologi dari AS.
Namun, terjadi hubungan halus antara Turki dan AS serta Rusia yang telah menjadikan TAI menjadi "PPT".
Pendanaan setara dengan US $ 20 juta dialokasikan untuk fase desain konseptual 2 tahun yang dilakukan oleh Industri Dirgantara Turki