Pada titik ini, Turki adalah negara yang cukup sekuler di dunia Muslim. Ada lebih dari 50 negara Islam berpenduduk 1,6 miliar orang di dunia. Jadi untuk waktu yang lama, AS telah berharap untuk menggunakan Turki sebagai patrun untuk membimbing semua muslim dunia ke arah menjadi "Barat/Westernized."
Tapi, saat ini, Erdogan menentang semua filosofi politik itu, dan memperkuat Turki, dan mempromosikan neo-Ottomanisme secara internasional. Jadi analis pikir hal ini yang lebih mungkin penyebab yang tidak dapat diterima oleh AS.
CNN AS berkomentar dengan mengatakan bahwa pemerintah AS berharap untuk menekan Turki untuk memaksanya membuat konsesi dalam beberapa masalah, tetapi Presiden Turki Erdogan berbalik dan mengkontak Presiden Rusia Vladimir Putin, dan mengatakan bahwa dia akan mencari sekutu baru untuk mengganti AS.
Dalam kenyataannya, sejak ketegangan Turki-Uni Eropa dimulai tahun lalu, strategi Turki untuk "melihat ke arah timur" telah menjadi semakin jelas. Jadi apakah Turki benar-benar akan meninggalkan AS untuk bersekutu dengan sekutu baru? Ke arah mana tujuan dari hubungan AS-Turki?
Pada 11 Agustus, Erdogan menerbitkan sebuah artikel di "The New York Times" bahwa tindakan sepihak AS hanya akan melemahkan kepentingan dan keamanan Amerika. Dan bahwa jika AS gagal membalikkan tren unilateralisme dan tidak menghormati ini, Turki perlu untuk mulai mencari teman dan sekutu baru.
Erdogan mengatakan: Kami sedang mempersiapkan untuk menggunakan mata uang nasional kami sendiri dengan mitra dagang terbesar kami, seperti Tiongkok, Rusia, dan Ukraina. Jika negara-negara Eropa ingin keluar dari penggunaan dolar AS maka kami siap untuk mengatur sistem tersebut dengan mereka juga.
Sebenarnya, pada 10 Agustus, hari ketika AS menaikkan tarif pada baja dan aluminium Turki, Erdogan segera menelepon Presiden Rusia Putin. Dikatakan bahwa keduanya menyatakan kepuasan dengan hubungan perdagangan negara mereka.
Pada 14 Agustus, Menlu Rusia Sergey Lavrov tiba di Ankara, dia bertemu dengan Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu. Kedua menteri luar negeri membahas berbagai hal termasuk krisis Suriah, posisi meletakkan pipa gas alam dari Rusia ke Turki, dan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di Turki.
Nadir Deviet, Prof. Hubungan Internasional dari Universitas Istanbul Aydin mengatakan: Karena dua negara sekarang menderita inflasi dolar. Mungkin kedua negara akan mencoba mencari solusi untuk masalah ini.
Bukan hanya Turki dan Rusia --- Turki dan Iran juga mulai sering berinteraksi. Setelah AS mengumumkan sanksi terhadap Turki, Menlu Iran Mohammad Javad Zarif juga mengatakan di Twitter bahwa Iran akan mendukung Turki seperti yang yang lalu. Qatar juga mengirim bantuan yang sangat dibutuhkan ke Turki karena menghadapi krisis nilai tukar dan sanksi AS.