Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kegamangan AS dalam Perang Suriah

9 Mei 2018   12:21 Diperbarui: 9 Mei 2018   12:41 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pepatah di kalangan orang Arab: "Jika ada surga di bumi, pasti itu Damaskus; jika surga ada di langit, Damaskus itu sama. "

Tetapi apa yang terjadi setelah dilanda perang tujuh tahun, apakah Damascus masih disebut sorga?

Sumber: www.theatlantic.com
Sumber: www.theatlantic.com
Kini para peserta Perang Suriah telah berubah sekali lagi. Baru bulan lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa ia akan menarik pasukan AS dari Suriah, tetapi tidak lama setelah itu, AS meluncurkan rudal menyerang Suriah lagi.

Ini sungguh membuat orang melihat kegamangan AS dalam Perang Suriah, apakah akan tetap tinggal atau pergi dari Suriah?

Menurut stasiun televisi milik negara Suriah, beberapa sasaran militer di Suriah di Provinsi Hama dan Aleppo diserang dengan rudal malam itu. Laporan itu mengatakan bahwa sekitar jam 10:30 malam waktu setempat beberapa lokasi militer di daerah pedesaan dari pusat pemerintahan Provinsi Hama dan utara Aleppo mengalami "invasi baru dari rudal musuh."

Pada kahir-akhir ini di Suriah semakin banyak kekuatan yang membuat masalah, situasi Suriah saat ini bahkan lebih bergejolak setelah serangan gabungan dari AS, Inggris, dan Perancis. Dengan kerumitan situasi Suriah, perjuangan mengenai isu Suriah terus meningkat.

Setelah serangan udara pada 14 April, dua kekuatan besar yang dapat mempengaruhi situasi Suriah --- AS dan Rusia, telah memperkuat kekuatan militer mereka di Suriah ke tingkat yang berbeda dari sebelumnya.

Pada 16 April "Daily Mirror" dan "Daily Mail" Inggris melaporkan dengan gambar dan kata-kata yang sangat jelas di kapal transport amfibi Rusia yang besar, "Orsk", meninggalkan Selat Bosporus di Turki yang dipenuhi dengan tank, truk, dan peralatan lainnya, menuju ke pelabuhan militer Suriah di Tartus di Laut Mediterania.

Sumber: www.dailymail.co.uk
Sumber: www.dailymail.co.uk
Berita ini membuat pengamat barat menjadi cemas, apakah Rusia siap membalas dendam?

Menurut laporan media pada 23 April, sebagian besar kapal AL- Rusia yang tersisa, dan dengan koordinasi pasukan udara, telah membentuk blokade maritim di sekitar perairan Suriah.

"Defense News" yang berbasis di AS mengungkapkan bahwa sebagai tanggapan terhadap blokade maritim yang telah dibentuk Rusia di sekitar Suriah, militer AS akan membuat gerakan besar --- bahwa kapal induk USS Truman akan berada di Laut Mediterania dekat Suriah untuk jangka panjang.

Perairan ini juga merupakan perairan yang sebelumnya oleh media telah dilaporkan bahwa Rusia bersiap-siap untuk melakukan blokade. Laporan itu mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan menjaga gugus tempur kapal induk USS Truman, dengan 6.500 perwira dan prajurit di Suriah untuk jangka waktu lama, AS akan mengubah rotasi kapal induknya sebagaimana mestinya, dengan demikian memastikan bahwa kapal induk ini dapat mempertahankan kehadirannya di perairan sekitar Suriah. Menurut lapora, gugus tempur kapal induk ini sudah mulai berlayar dan akan tiba diperairan yang dimaksud dengan segera.

Pada tanggal 27 April, situs web Rusia "Journalist's Home" merilis satu set foto-foto yang diambil oleh jurnalis "Rossiyskaya Gazeta" Mikhail Khodarenok pada 21 April dari Pangkalan Udara Khmeimim Rusia di Suriah.

Dari foto-foto itu, kita dapat melihat bahwa Rusia telah memperkuat pertahanannya di pangkalan udara Khmeimim, karena semua pesawat tempur telah diparkir pangkalan di bawah bunker baru yang dapat memberikan perlindungan yang lebih baik.

Selain meningkatnya ketidakpastian konflik, Rusia juga telah menyatakan ketidak-setujuannya tentang bagaimana AS menangani masalah Suriah.

Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan: "Beberapa negara mencoba memecah-mecah Suriah, dan melakukannya dengan sangat terang-terangan. AS pernah bersumpah bahwa mereka mengirim pasukan ke Suriah hanya untuk kontraterorisme, tetapi jelas, pemerintah AS dan kata Presiden Trump tidak dapat dipercaya. Hari ini, militer AS masih aktif di tepi timur Sungai Eufrat, dan cukup nyaman di sana, tanpa ada bermaksud pergi, tampaknya. Mereka juga aktif menciptakan rezim lokal (separatis)."

Dalam kenyataan, ketika menyangkut masalah Suriah, AS pernah berjanji bahwa itu tidak akan melampaui Sungai Eufrat. Irak berada dalam lingkup kekuasaan AS. Itu benar-benar seperti memberikan Suriah kepada Rusia. Jadi pembagian kerja itu sangat jelas --- pada mulanya ada sebuah garis --- Sungai Efrat, tetapi kita bisa melihat mulai akhir 2017, di Aleppo, dan bahkan sebelumnya, ketika pembebasan untuk Deir ez-Zor terjadi, pasukan darat AS diam-diam memasuki Suriah dan melakukan kontak frontal dengan militer Rusia. Tentu saja, tidak ada konflik apa pun, tetapi dalam kenyataannya, AS mengubah janji yang awalnya dibuatnya sendiri.

Ini jelas AS menelan kata-katanya sendiri untuk masalah Suriah, itulah salah satu alasan utama kenapa  situasi Suriah menjadi lebih rumit. AS gamang apakah akan tinggal atau pergi dari Suriah selalu menjadi sumber perdebatan di AS.

Sebelum Trump berkuasa, kontra-terorisme menjadi tujuan utama AS, dan merupakan misi utama bagi semua negara di medan perang Suriah. Dan pada tahun 2017, setelah perang kontraterorisme di Suriah melawan kelompok ekstrimis "ISIS" pada dasarnya berakhir, AS benar-benar tiba-tiba mempunyai ide untuk menarik keluar, dan sejak saat itulah AS mulai menuntut untuk mundur dari Suriah.

Trump pernah berkata: Kami akan segera keluar dari Suriah. Biarkan orang lain mengurusnya sekarang!

Tetapi sampai hari ini, masih ada lebih dari 2.000 tentara AS yang ditempatkan di Suriah. Sebagian besar dari mereka berada di kawasan otonomi Kurdi dan mereka terdiri dari perwira militer dan penasehat. Misi publik mereka adalah untuk membantu militan Kurdi lokal memerangi sisa-sisa militan "ISIS". Namun seorang pejabat AS anonim mengatakan kepada wartawan Reuters bahwa AS sedang mempertimbangkan jika militer AS ditarik keluar dari Suriah atau secara menyolok mengurangi jumlah pasukannya di sana, teritori yang ditinggalkan militer AS yang telah mereka rebut dari tangan "ISIS" akan diberikan kepada siapa? AS belum mempunyai opini terpadu sehingga belum ada keputusan apakah harus keluar dari Suriah atau tidak.

Tim Kaine, seorang senator AS mengatakan: Saya pikir presiden tidak memiliki strategi serius, dan saya pikir dengan sekali serangan atau bertahan terus menyerang atau serangan rudal bukanlah strategi yang sama.

Ketika membicarakan kebijakan Trump untuk Suriah, sejak awal, ketika ia berkampanye, dan pada periode awal kepresidenannya "ISIS" sedang merajalela, di Suriah, Trump menekankan pada kontra-terorisme, dan bagaimana mereka harus menghabisi "ISIS."

Tapi untuk masalah Suriah, sebelum sebelum munculnya fenomena "ISIS" , Trump menentang AS untuk campur tangan utama dalam masalah Suriah. Ini tidak jauh berbeda dari kebanyakan Partai Republik dan Demokrat di AS.

Sekarang, isu "ISIS" sedang memasuki fase-fase terakhirnya, dan konflik-konflik geografi dan perpecahan semacam ini di Suriah memasuki fase baru --- mereka harus kembali ke keadaan negara sebelum isu "ISIS" muncul --- bagaimana cara membentuk keseimbangan antara Syiah dan Sunni di Suriah.

Meskipun militer AS ingin meninggalkan Suriah, tetapi tetap saja belum mau pergi, ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa AS sedang mempersiapkan rencana cadangan sebelum menarik diri dari Suriah di masa depan.

Pada 17 April, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di ibukota Arab Saudi, Riyadh. Selama konferensi pers bersama setelah pertemuan, seorang wartawan meminta al-Jubeir untuk memverifikasi laporan dari Wall Street Journal yang berbasis di AS. Laporan tersebut mengklaim bahwa Trump bermaksud untuk membangun aliansi Arab dengan sekutu Timur Tengah dari Arab Saudi, negara-negara lain untuk menggantikan militer AS setelah menarik diri dari Suriah.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan: Kami sedang berdiskusi dengan AS sudah sejak awal tahun ini soal krisis mengirim pasukan ke Suriah. Kami membuat proposal kepada pemerintahan Obama bahwa jika AS mengirim pasukan ke Arab Saudi, kami akan mempertimbangkan mengirim pasukan sebagai bagian dari kontingen ini.

Baik AS dan negara-negara Eropa telah menyadari konflik dasar masyarakat Suriah, sehingga sejak awal, mereka ingin menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad.

Setelah perang internasional melawan "ISIS" terjadi, pejuang Kemerdekaan Suriah  mengalami perpecahan yang parah. Beberapa dari mereka berpihak pada Kekuatan Demokratis Suriah (SDF) di kawasan yang dikuasai Kurdi, beberapa memihak Turki, dan beberapa memihak pada pemerintah Suriah.

Karena itu, mereka tidak akan bisa mengandalkan hanya pada Sunni Arab di Suriah lagi. Hanya dengan menarik pasukan regional internasional yang berarti membawa masuk orang-orang Arab untuk menggantikan mereka, apakah ini akan berhasil. Tapi kini bukan hanya Arab Saudi sekarang, ada juga UAE dan Yordania --- terutama negara-negara ini. Mereka mewakili kepentingan Arab dan kepentingan Sunni. Jika pasukan ini dibawa masuk, keseimbangan baru akan terbentuk di Suriah.

Krisis Suriah sudah memasuki delapan tahun. Dari Ghouta timur di Damaskus timur hingga Afrin, dari politisasi humanitarianisme hingga ancaman senjata kimia yang konstan, perang di Suriah selalu naik turuni setelah seperti gejolak gelombang, dan cahaya perdamaian dengan cepat selalu memudar setelah untuk pertama kali muncul.

Apa sebabnya yang mendorong situasi di Suriah selalu berubah?


https://www.youtube.com/watch?v=eIN5jMmuWfM

Diatas video yang dirilis oleh kantor Presiden Suriah pada 14 April waktu setempat, setelah tindakan militer yang dilakukan oleh AS, Inggris, dan Prancis melawan Suriah. Dalam video itu, Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan pakaiannya jas yang kren dan lurus, dengan membawa kopernya saat dia dengan tenang berjalan ke lobi Istana Kepresidenan yang mengkilap untuk mempersiapkan pekerjaannya.

Bashar al-Assad yang berhasil melewati tujuh tahun bara api perang. Dia berasal dari "seorang yang menekuni IT " ke "revolusioner musim semi Damaskus." Dan dari "pria yang dapat dipercaya dan murah hati" menjadi "diktator Musim Semi Arab."

Dalam 20 tahun terakhir ini, citra Presiden Suriah Bashar al-Assad terus berubah di mata pemerintah Barat. Ketika Perang Sipil Suriah pecah pada tahun 2011, "periode bulan madu" Barat dengan pemerintahan al-Assad berakhir, dan hubungan mereka menjadi semakin sengit.

Beberapa analis percaya mengapa krisis Suriah tidak terselesaikan untuk waktu yang lama, terutama disebabkan oleh faktor campur tangan pasukan luar yang dipimpin oleh AS.

Jadi apa alasannya mengapa negara-negara Barat sangat memusuhi pemerintah Bashar al-Assad?

Menurut sebagian besar analis, salah satu alasan utamanya adalah karena faksi agama yang mengontrol garis hidup negara Suriah --- politik, ekonomi, militer, dan diplomasi negara semuanya dikontrol oleh orang-orang dari faksi Alawitnya. Selain itu juga mendapat dukungan kuat dari Iran.

Setelah tahun 2003, Iran mulai menguat di Timur Tengah, dan  terus menerus mengekspor pengaruhnya, dan secara konstan memberikan bantuan kepada Suriah, termasuk bantuan keuangan dan militer, banyak pasukan elit Iran, seperti Korps Garda Revolusioner mereka, dimarkaskan di Suriah dan ikut berjuang bersama Suriah.

Kita bisa melihat seluruh dunia Arab dan AS dan Eropa sedang marah dengan Iran, dan tidak puas dengan rencana nuklir Iran. Dan pemerintahan Bashar al-Assad adalah poros lain dari faksi Syiah Iran, atau kelompok Syiah, atau aliansi Syiah atau berada dalam satu kelompok. Ini adalah komponen yang sangat penting.

Untuk mencegah Iran memperluas pengaruhnya dan untuk memotong "tinju" yang dikirim Iran, dan untuk mencekik sekutunya, mereka harus menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad. Begitulah cara mereka berpikir di masa lalu, dan kemudian mereka melakukannya, dan mereka bahkan semakin yakin bahwa tujuan ini harus dicapai.

Beberapa ahli telah menunjukkan bahwa untuk mendukung militan oposisi di Suriah dalam perjuangan mereka melawan militer Suriah, AS dan sekutu regional Timur Tengah lainnya telah memberi mereka dukungan militer, namun sebagian besar senjata yang mereka sediakan telah berakhir di tangan kelompok ekstrimis. Kelompok-kelompok ekstremis termasuk "ISIS" yang muncul di Suriah dan kawasan lain di Timur Tengah yang secara langsung terkait dengan kebijakan pemerintah AS.

AS dan Barat sebenarnya adalah korban dari perbuatan mereka sendiri. Kita telah dapat melihat bahwa alasan terorisme bisa merajalela di Timur Tengah dan alasan "ISIS" dapat mengamuk selama bertahun-tahun jelas sebagian besar merupakan tanggung jawab AS.

Mangapa AS yang harus bertanggung jawab? Karena AS telah merusak keseimbangan awal dengan menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein yang berkuasa --- pemerintahan Hussein di Irak memiliki kontrol yang sangat ketat atas situasi ini. Analis mengatakan bahwa kita dapat berhipotesis bahwa jika tidak ada perang untuk menggulingkan Hussein pada tahun 2003, "ISIS" kemungkinannya tidak akan pernah ada.

Karena pada tahun-tahun belakangan pemerintahan George Bush, dari 2006 hingga 2007, sekitar saat itu, situasi di Irak cukup bagus. Pendahulu dari "ISIS" adalah Al Qaeda di Irak, yang berada disana sebagai pijakan terakhir mereka.

Jika Bush menggulingkan pemerintahan Hussein pada tahun 2003 adalah sebuah kesalahan, maka kesalahan kedua adalah bagaimana Obama menarik pasukan keluar dari Irak tanpa memikirkan konsekuensinya setelah dia menjabat. Kesalahan Bush menyebabkan kekacauan di Irak, dan menyebabkan ketidak-stabilan di kawasan tersebut. Kesalahan Obama secara langsung mengarah pada penciptaan "ISIS."

"ISIS" yang tiba-tiba bangkit mengubah perang di Suriah ke arah kontraterorisme.

Atas dasar latar belakang situasi semacam ini, metode pemerintahan Obama mencoba mengendalikan situasi dari luar daerah jelas tidak tepat untuk saat itu. Karena dalam situasi demikian AS perlu campur tangan lebih dalam dalam masalah Suriah, konsekuensi langsungnya adalah bahwa ketika perang melawan teror memasuki fase terakhirnya, pihak-pihak yang terlibat telah menanamkan investasi besar ke kawasan tersebut dan Suriah menjadi ajang uji coba bagi intrik antara berbagai kekuatan.

Samuel Huntington dalam karyanya "The Clash of Civilizations and the Remaking of the World Order," dia membagi "konflik garis patahan" antara peradaban menjadi tiga tingkatan: pihak-pihak yang sesungguhnya terlibat dalam pertempuran dan saling membunuh, negara-negara yang terkait langsung dengan mereka yang terlibat dalam perang, dan negara-negara inti tingkat atas. Jika negara-negara inti tingkat atas tidak ingin mengakhiri perang, konflik akan terus berlanjut.

Pada kenyataannya, krisis Suriah pada dasarnya sesuai dengan teori ini: jika peserta dibagi menjadi tiga tingkatan, kelompok "ISIS" yang gagal akan menjadi tingkat terendah, satu pihak yang terlibat dalam pertempuran dan pembunuhan, yang juga akan mencakup pemerintah Suriah, Hizbullah di Lebanon, militan oposisi, kelompok teroris Front Al-Nusra dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin oleh militan Kurdi.

Tingkat di atas faksi di lapangan sangat berkaitan dengan negara-negara tetangga yang mencakup Iran, Turki, Israel, Arab Saudi, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Dari jumlah tersebut, sebagian besar pihak yang berafiliasi yang langsung berpartisipasi dalam gejolak di Suriah dan berpengaruh atas  perkembangan situasi.

Namun, meskipun memiliki pengaruh yang cukup besar pada situasi Suriah, pihak-pihak tetangga yang berkepentingan yang relevan ini tidak dapat mengendalikan arah akhir Suriah, karena di tingkat atas masih ada permainan intrik antara dua kekuatan global Rusia dan AS.

Beberapa analisis mengatakan bahwa baru-baru ini, kemenangan militer Suriah di Ghouta timur tidak dapat dicapai tanpa dukungan kuat dari militer Rusia, dan peningkatan kekuatan Iran juga berkat perubahan dalam situasi strategis yang ditimbulkan oleh Rusia. Militan oposisi, termasuk suku Kurdi, mengandalkan kekuatan besar dari AS dan Eropa untuk senjata, peralatan, pelatihan, dan intelijen mereka.

Meskipun operasi militer Turki di Suriah telah menyebar seperti neraka, pada dasarnya, mereka telah dibatasi oleh kebijakan AS dan Rusia. Tanpa restu dari dua negara ini, sulit membayangkan bahwa militer Turki dapat langsung menyerang dan menduduki kawasan Afrin.

Selama kehadiran AS masih ada di Suriah, semua pergerakan kekuatan yang ada di Suriah akan terhambat.

Menurut beberapa analis bahwa AS secara aktif memasuki situasi ini di Suriah. Melihat bagaimana hal-hal berkembang setelahnya, dalam kenyataannya, AS ingin campur tangan di Suriah pada periode setelah perang melawan teror, dan hasil dari itu sangat jelas sekarang. Misalnya, di Manbij di utara, mungkin ada beberapa lusin tentara AS yang membawa senjata masih berpatroli di jalan-jalan, ini berarti tidak mungkin Turki bisa bergerak di Manbij, karena jika militer Turki berani menyerang tentara AS atau menyebabkan kematian tentara AS, hal itu akan menjadi insiden besar, maka mereka masih harus mempertimbangkan hal-hal ini di hadapan militer AS, dan berhenti menuju Manbij. AS pada dasarnya mengendalikan situasi di kawasan Afrin. Jadi kita dapat merasakan bahwa bahkan jika AS hanya memiliki beberapa tentara di sana, itu dapat memblokir pergerakan Turki dan Rusia dan itu menjadi gambaran kehadiran AS sendiri.

Lagi pula, jika kehadiran AS ada, itu adalah manifestasi konkret dari kebijakan kekuatan besar, sehingga beberapa tentara AS telah memblokir ribuan orang lain.

Saat ini, tujuan Barat untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad belum tercapai, dan perang di Suriah berlanjut. Kita tahu bahwa perang apa pun membutuhkan sejumlah besar sumber daya manusia, material dan uang.

Jadi setelah berperang selama 7 tahun, berapa banyak sudah biaya yang dihabiskan oleh Perang Suriah yang mahal bagi AS ini?  Akankah Perang Suriah akan menjadikan mimpi buruk AS kembali seperti Perang Irak?

Protes Dari Warga AS

Sekitar tengah hari pada 21 April, lebih dari 100 penduduk Chicago berkumpul di pusat kota untuk mengadakan protes. Mereka menyerukan slogan "Jika AS menyerang Suriah, Suriah akan membalas," dan "Okupasi adalah kejahatan," sementara juga memegang papan-papan yang bertuliskan "Jangan pergi berperang di Suriah" dan "Hentikan Perang" untuk mengekspresikan penolakan keras mereka dan oposisi terhadap serangan terhadap Suriah oleh negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS.

Sumber: CCTV News
Sumber: CCTV News
Dalam protes tersebut, beberapa penduduk setempat bahkan membantu membuat plakat-plakat yang bertuliskan, "Ketika AS berbohong, orang-orang mati." Mereka percaya bahwa senjata kimia hanyalah alasan bagi AS untuk menyerang Suriah, dan bahwa tujuan sebenarnya dari AS meluncurkan operasi militernya. adalah untuk memenuhi kebutuhan hegemoni globalnya.

Billy seorang protester mengatakan: Kami yakin AS berbohong dan memunculkan alasan palsu untuk membenarkan intervensi militer di negara-negara asing yang berdaulat. Kami tidak mempercayai apa yang dikatakan pemerintah AS, biasanya bukan tanpa verifikasi independen, karena kami tahu bahwa AS memiliki sifat imperialis di Suriah. Bahwa mereka ingin mendirikan pemerintahan boneka sehingga mereka mengontrol pipa minyak yang sedang diusulkan melalui sana, dan sumber daya di Suriah.


https://www.youtube.com/watch?v=72lmVp3bzow

Terjadi gelombang protes di banyak tempat di dunia atas agresi AS di Suriah. Demonstran anti-perang berbaris di AS, India, Meksiko, Cili, Turki, Siprus, AS, dan negara-negara lain untuk mengutuk serangan pimpinan AS terhadap Suriah.

Di mata publik, AS menyerang Suriah adalah untuk mendapatkan sumber daya dan minyak Suriah, tetapi apakah tujuan sesungguhnya?

Ada analis yang berpandangan, minyak yang diproduksi oleh Suriah bisa diabaikan. Karena hanya cukup untuk digunakan sendiri. Kita tidak perlu membahas masalah minyak di semua konflik di Timur Tengah. Alasan mengapa kawasan ini berada dalam kekacauan karena semua Timur Tengah berada dalam kondisi ketidakseimbangan.

Iran menjadi sangat kuat setelah revolusi Iran dan mulai mengekspor revolusi, sehingga menciptakan Hizbullah di Lebanon, dan juga membentuk aliansi kuat dengan pemerintahan al-Assad di Suriah, membentuk apa yang Arab dan negara-negara di Eropa dan AS menybutnya Poros Syiah (Shiite axis). Ini menjadi yang menjadi ketidak seimbangan, dan setelah itu timbullah pertentangan dari pihak lain.

Baru-baru ini, ketika Presiden Suriah Bashar al-Assad bertemu dengan Ketua Komite Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Nasional Majelis Permusyawaratan Islam Iran Alaeddin Boroujerdi, ia mengatakan bahwa keberhasilan pemerintah Suriah dalam memerangi kelompok-kelompok teroris dan boneka dari beberapa negara telah berhasil memaksa beberapa musuh Suriah untuk bertransisi ke agresi langsung.

Sumber: CCTV News
Sumber: CCTV News
Bashar Al-assad mengatakan: "Jelas, kawasan ini saat ini mengalami pemetaan ulang peta dunia dan dengan realitas kegagalan agresi meningkat terhadap Suriah dan plot dari negara-negara yang bermusuhan dan kelompok lain, berubah menjadi serangan langsung, ini hanya akan meningkatkan keinginan rakyat Suriah untuk benar-benar menghilangkan semua bentuk terorisme."

Bashar al-Assad menekankan bahwa rakyat Suriah memiliki hak mereka untuk membela hak kedaulatan mereka dan secara mandiri memutuskan masa depan mereka sendiri. Alaeddin Boroujerdi menekankan bahwa AS dan sekutu-sekutunya dan boneka-bonekanya telah gagal di Suriah, bahwa serangan rudal yang gagal baru-baru ini terhadap Suriah telah memverifikasi "kegigihan dan keteguhan" dari "poros oposisi (opposition axis)."

Pengalihan Isu Dalam Negeri AS

Sejak tahun 1990-an, AS telah menempatkan pasukan di luar negeri lebih dari 40 kali atas nama melaksanakan resolusi PBB, misi penjaga perdamaian, bantuan kemanusiaan, menentang invasi, dan melindungi kehidupan dan properti warganya. Dalam proses penggelaran pasukan ini, berapa kali AS telah mengambil alih peran "penyerbu"? Jadi, apa yang diperjuangkan AS?

Banyak analis berpikir bahwa Trump benar-benar menempatkan lebih banyak tekanan militer pada Suriah untuk mendapatkan dukungan dari kelompok industri militer, karena itu dia saat ini perlu terus-menerus menghasilkan topik, dan ketika dia menimbulkan perang, kita dapat melihat peringkat rating kepercayaannya meningkat.

Sebelum ini, peringkat rating kepercayaannya mungkin hanya sekitar 38-39%, yang turun dari peringkatnya sebesar 45% saat dia baru menjabat. Namun dalam jajak pendapat publik yang dilakukan dalam dua hari terakhir (minggu lalu) kita telah melihatnya naik menjadi 41%. Kaum konservatif di AS, terutama beberapa kelompok kepentingan karena mereka berperang, kelompok-kelompok militer akan sangat bahagia, dan dapat membeli senjata dalam jumlah besar.

Misalnya, kita bisa melihat prototipe rudal Tomahawk, harganya bisa mencapai 1 juta USD per rudal. Jika mereka meluncurkan lebih dari 100 rudal, maka nilainya hampir 100 juta USD. Jika ditambahkan dengan biaya kegiatan lain, berdasarkan statistik terkait saat ini, dengan hanya satu serangan ini, 500 juta USD akan hilang. Siapa yang membayarnya? Pemerintah AS yang membayar tentunya. Siapa yang diuntungkan dari itu? Kelompok-kelompok kepentingan industri militer

Jadi, Trump tahu cara membuat topik ini, dan menyediakan layanan untuk kelompok yang berkepentingan ini.

Mengapa AS begitu suka menimbulkan banyak peperangan? Jawabannya mungkin bisa ditemukan dalam buku baru "A History of the World in Seven Cheap Things" by New York Times' best-selling penulisnya Raj Patel and James W. Moore, pakar teori ekologi-dunia: inovasi dari kapitalisme tidak mengejar kepentingan, tetapi mengejar keuntungan, sponsorship, dan hubungan dengan pemerintah. Negara ini membutuhkan perang untuk memenangkan piala (penghargaan), dan perlu uang untuk membayar biaya militer. Tanpa perang, negara tidak bisa mendapatkan kekayaan, atau menggunakan sebagian untuk membayar perang sebelumnya. 'Perang-Uang-Perang' membentuk siklus bak lingkaran setan. Para bankir membutuhkan pemerintah untuk mengganti utang, dan pemerintah membutuhkan pendanaan bankir. Dan dalam aspek lain, AS kesulitan untuk dengan cepat mengekstrak dirinya dari Suriah, karena "tidak mau kehilangan muka" sebagai kekuatan utama.

AS sedang mencabut semua sifat unik dari era ini, dengan brand/merek pemerintahan Trump. Dalam perspektif jangka panjang, Trump ingin menarik keluar, kelompok kepentingan AS dan kekuatan politik di AS telah menyandera dia, dan jelas mengatakan kepadanya bahwa itu mudah untuk ditarik keluar tetapi sulit untuk masuk, dan menarik keluar adalah mudah tetapi mungkin membahayakan reputasi AS di kawasan ini dan membahayakan keamanan Israel dan negara lain.

Jangan lupa bahwa militer AS adalah mesin perang yang sangat kuat. Jika AS tidak melakukan intervensi, situasi di Suriah utara mungkin telah lepas kendali, dan tanpa intervensi AS, Raqqa tidak akan terbebaskan.

Karena hanya dengan 2 hingga 3 ribu pasukan AS sudah bisa menyelesaikan misi tempur mereka, beberapa perubahan baru terjadi dalam situasi Suriah. Strategi keseluruhan AS di Timur Tengah adalah untuk menekan Iran dan menyerang Iran untuk memenuhi tuntutan Arab dan memenuhi tuntutan pelemahan musuh jangka panjang yaitu Iran. Dan keinginan ini konsisten dengan keinginan Israel, sekutu lain dari AS. Agar tidak melanggar janjinya dalam menekan Iran, AS tidak akan mundur dari Suriah.

Kita tidak bisa tahu kapan AS akan menarik pasukan dari Suriah, tetapi kenyataan yang tak terbantahkan adalah bahwa rasa sakit yang saat ini menyiksa rakyat Suriah disebabkan oleh kekuatan besar.

Beberapa analis percaya bahwa bahkan jika perang berhenti sekarang, pemulihan dan pembangunan kembali Suriah akan memakan waktu setidaknya 10 hingga 15 tahun. Meskipun jalannya masih panjang, kita masih berharap bahwa cahaya perdamaian dapat segera memberi rahmat bagi Suriah, dan membuat warga-warga yang kehilangan rumah mereka kembali ke rumah mereka sesegera mungkin, karena itu benar-benar surga mereka.

Sumber: www.news.com.au
Sumber: www.news.com.au
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

http://www.dailymail.co.uk/news/article-5618609/Russian-ships-laden-tanks-seen-Bosphorus-en-route-Tartus-Syria-led-air-strikes.html

https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2018/04/12/syria-explained/?noredirect=on&utm_term=.dc87b2ef5899

https://www.telesurtv.net/english/news/World-Protests-Western-Aggression-on-Syria-20180415-0008.html

http://www.news.com.au/lifestyle/real-life/news-life/syria-before-and-after-photos-reveal-wars-terrifying-toll/news-story/9b85699e92e5957b420ec4d2e0fab0d6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun