Menurut laporan 2 februari lalu dari situs publikasi mingguan "Defense News" yang berbasis di AS mengatakan, laporan "Nuclear Posture Review (NPR)" menunjukkan bahwa AS menambahkan dua jenis senjata ke alutsista senjata nuklirnya: satu jenis akan menjadi hulu ledak berdaya rendah sebuah rudal balistik yang diluncurkan oleh kapal selam, dan yang lainnya akan menjadi rudal jelajah kapal selam yang baru diluncurkan. Senjata ini akan digunakan seperti yang akan digunakan sebagai deterrent terhadap Rusia.
Menghadapi strategi nuklir AS ini, Rusia tidak mau menunjukkan kelemahannya.
Pada 25 Januari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi Pabrik Penerbangan Kazan di Gorbunova, Rusia, di mana Putin mengamati penerbangan pertama dari pembom strategis terbaru, Tu-160M2 atau yang oleh NATO disebut "White Swan" denga kode nama "Black Jack."
Tu-160M2 dimodernisasi dan di-upgrade berdasarkan pondasi Tu-160, dan mempertahankan bodi versi lama, namun memiliki peningkatan besar pada kemampuan mesin dan serangannya. Putin mengumumkan bahwa militer Rusia akan membeli 10 Tu-160M2 dalam 10 tahun, masing-masing berharga 15 miliar rubel yaitu sekitar 1,7 miliar (1 Rub = USD. 0,001762).
Kita dapat meramalkan bahwa masa depan pemerintahan Putin di Rusia masih akan terus berada dalam situasi kritis dengan kekuatan militer konvensional dan akan terus menginvestasikan lebih banyak senjata nuklir; dia akan mengembangkan untuk mengoptimalkan struktur kekuatan nuklir Rusia sambil mempertahankan posisi terdepan dalam senjata nuklir berbasis daratan.
Saling mengasah pedang antara AS dan Rusia membuat kekhawatiran seluruh dunia. Pada 16 Pebruari 2018, waktu setempat dalam Konferensi Keamanan Munich ke-54 yang berfokus pada masalah keamanan dunia dimulai di Munich, Jerman. Ketua Konferensi Keamanan Munich Wolfgang Ischinger memperingatkan selama sambutannya bahwa kurangnya kepercayaan antara AS dan Rusia tidak boleh "menjadi lebih buruk," dan risiko kedua jika dua belah pihak akan berperang akan terjadi yang terbesar sejak berakhirnya Perang Dingin. Â Jadi, apakah AS dan Rusia benar-benar akan kembali ke "Cold War" (Perang Dingin)?
Beberapa ahli percaya bahwa saat ini, hubungan AS-Rusia lebih dalam keadaan "Cool War".
Baru-baru ini, AS telah menerapkan serangkaian sanksi terhadap Rusia. Kedua belah pihak saling mengutuk, dan menolak mundur. Meski tidak ada "Hot War" perang panas, suasana "Cool War" ini cukup gawat.
Pada 29 Januari, Departemen Keuangan AS merilis daftar nama yang dikenal sebagai "Kremlin Report (Laporan Kremlin)." Daftar 210 orang ini termasuk PM Rusia Dmitry Medvedev, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, dan hampir setiap pejabat senior Rusia kecuali Presiden Rusia Vladimir Putin, juga 96 "oligarki" dengan estatenya lebih dari satu miliar USD.
Daftar tersebut awalnya dirancang berdasarkan " Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (Undang-Undang Penyangkalan Melawan Amerika Serikat)" yang disahkan pada musim panas 2017.