Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengapa Insiden Kecelakaan Kapal Perang AS Sering Terjadi di Kawasan Timteng dan Asia-Pasifik

30 Juni 2017   18:09 Diperbarui: 30 Juni 2017   18:51 1993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ilustrasi dari youtube.com (MarineTraffic)

Pada pagi hari 17 Juni 2017, di perairan Samudera Pasifik di sekitar Semenanjung Izu, cuaca malam keadaan cerah, dan ombak sekitar 2 meteran Kapal Perusak Rudal AS Arleigh Burke-class, USS Fitzgerald, yang termasuk dalam gugus Armada ke-7 Angkatan Laut AS, sedang dalam perjalanan kembali ke pelabuhan asalnya Yokosuka. Pada waktu itu, sebuah kapal komersial Filipina dengan nama ACX Crystal yang berangkat dari Nagoya dan berada di wilayah perairan yang sama,  sedang berlayar ke barat menuju timur ke arah Tokyo.

Dalam insiden ini, 7 pelaut pada Kapal Perusak USS Fritzgerald tewas dan berhasil ditarik ke pangkalan AL-AS di Yokosuka, Jepang. Ini merupakan tabrakan kapal yang paling parah bagi AL-AS sejak tahun 2000. Sementara ini, penyebab kecelakaan sedang dalam penyelidikan, masih belum ada konfirmasi mengenai siapa yang bertaggung jawab atas insiden tersebut.

Namun untuk sebuah kapal perang militer bertabrakan dengan kapal komersial dan menyebabkan kerusakan parah telah menyebabkan banyak skeptisisme dari dunia luar.

Jadi apa yang menyebabkan kecealakaan itu? Adakah memang ada faktor yang tak terelakkan dibalik seringya kecelakaan bagi kapal perang militer AS akhir-akhir ini?

Joseph Acoin, Komandan Armada ke-7 AS menyatakan: "Pada jam 2:20 (waktu setempat, 17:00 GMT Hari Jum'at) di pagi hari. Kami memiliki tim jaga yang terjaga sepanjang malam, namun sebagian besar awak kapal sedang tidur."

Sumber: Ilustrasi dari youtube.com (MarineTraffic)
Sumber: Ilustrasi dari youtube.com (MarineTraffic)
Pada malam tabrakan terjadi, Kapal kargo Crystal tiba-tiba berbelok 180odan kembali pada jalur dimana kapal tersebut datang, hampir langsung ke barat. Sekitar jam 2 pagi, Crystal yang melakukan perjalanan ke arah barat, menabrak sisi lambung dari USS Fritzgerald, merobek kabin istirahat (tempat tidur) dan kabin mesin.

Saat insiden tabrakan ini terjadi USS Fritzgerald membawa 300 pelaut, yang kebanyakan dari mereka sedang tidur. Komandannya Bryce Benson yang berada di tempat komandan di sebelah kanan kapal terluka, termasuk juga dua pelaut lainnya (3 terluka), sedang tujuh pelaut tewas.

Joseph Aucoin, Komandan Armada ke-7 AS, mengatakan: "Anda tidak bisa melihat sebagian besar kerusakan. Kerusakan sebagian besar berada di garis bawah air dan terjadi lobang besar di dekat lunas kapal. Jadi ini yang menyebabkan aliran air deras yang luar biasa masuk kabin."

USS Fritzgerald termasuk kapal perusak Arleigh-class pembawa rudal, berbobot 9.000 ton. Sebagian besar posisinya berada dalam air. Garis air 9,9 meter, tingginya tiga tingkat. Pada kecelakaan ini, lambung di bawah kapal pecah, tapi tertutup air, jadi dari permukaan tidak bisa dilihat. Tiga tingkat kabin kapal telah kerendam air. Setelah berhasil ditarik ke Yokosuka air terus menerus di pompa keluar hingga 60 jam pun masih belum kering.

Menurut sebuah laporan dari "Financial Times" yang berbasis di Inggris, dua sampai tiga kabin dari USS Fitzgerald mengalami kebocoran parah, sistem tenaga hampir hancur total, sementara Crystal masih memiliki tenaga.

Banyak yang mempertanyakan, bagaimana bisa sebuah kapal perang kalah bertubrukan dengan kapal komersial? Kenapa dalam tubrukan ini USS Fritzgerald mengalami kerusakan yang lebih parah dari Crystal?

Dalam hal ini lebih disebabkan posisi kedua kapal ini ketika bertubrukan. Kapal Filipina ini sedang berlayar lurus, dan USS Fritzgerald tertabrak lambungnya oleh moncong depan Crystal secara lurus. Moncong depan adalah bagian yang paling keras dari tubuh kapal, selain itu masih terdapat busur bulat yang berada jauh dibawah. Jadi ketika USS lambungnya tertabrak busur bulatnya menghantam keras kebagian bawah yang merupakan bagian terlemah dari kapal.

Sumber: Ilustrasi dari youtube.com
Sumber: Ilustrasi dari youtube.com
Untuk tonase USS Fritzgerald berbobot sekitar 8.900 ton. Dan Crystal berbobot hingga 29.000 ton. Ukuran kapal USS Fritgerald panjang 154 meter, sedangan Crystal panjang 223 meter. Sehingga jelas dalam tubrukan ini kapal komersial dengan ukuran lebih besar memiliki keunggulan.

Selain itu, Crystal menghantam bagian lemah dari USS Fritzgerald. Jadi tidak mengherankan jika kapal perang tersebut mengalamai kerusakan lebih parah. Tetapi mengapa hingga bisa terjadi tabrakan? Sedang cuaca dilaporkan cuaca dalam keadaan cerah. Dua kapal tergolong modern, dan kapal perusak ini memiliki radius tempur beberapa ratus kilometer, dengan sistem peringatan dini dan radar, serta sistem pencarian sasaran utama untuk penyerangan dari pesawat terbang dan rudal. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi sama sekali. Tapi mengapa terjadi juga?

Kedua kapal tersebut seharusnya pasti dilengkapi APAR atau Active Phase Array Radar sebagai kapal permukaan, kemampuan APAR USS Fritzgerald bahkan lebih baik lagi, dan sistemnya terhubung ke Pusat Komando secara otomatis, sehinggga seharusnya akan mengeluarkan alarm peringatan. Dan semestinya memiliki informasi lengkap tentang lokasi kapal  komersial di sekitarnya. Selain itu juga memiliki peralatan peringatan jika mencapai tingkat ancaman, dan ancaman mendekati sampai 2.000 meter, secara otomatis akan mengeluarkan peringatan atau akan menghindar atau membunyikan alarm.

Mungkin saja pelaut yang bertugas tidak bertindak pada saat yang tepat, atau tertabrak saat proses pelaporan (aplosan), jadi mereka tidak megurangi kecepatan. Kemungkinan itu lebih mungkin terjadi demikian. Layaknya kedua kapal ini pasti memiliki radar penghindar (avoidance radar) dan radar navigasi yang dalam keadaan nyala, agak aneh bahwa tabrakan bisa terjadi.

Kapal perusak pembawa rudal USS Fritzgerald ini dielngkapi dengan Aegis Combat System, saat ini merupakan salah satu kapal perusak anti-udara utama AS serta komponen penting dari kelompok/gugus tempur kapal induknya. Sistem radar-nya sangat kuat---terutama karena kemampuan rudal USS Fitzgerald juga anti-rudal, sehingga seharusnya pendeteksian target sekitarnya adalah tugas yang mudah. Apalagi, selain peralatan canggih ini, ada juga pelaut yang bertugas.

Seorang pelaut yang pernah bertugas di USS Fitzgerald selama bertahun-tahun mengatakan kepada wartawan dari American Broadcasting Company (ABC) bahwa pada malam hari, selain pelaut yang bertugas di geladak yang akan mengamati dengan menggunakan mata scara visual, ada juga posisi yang dikenal sebagai "Pengamat taktis" yang bertugas terus-menerus memantau dan mengotrol di depan layar radar. Karena itu tabrakan ini sungguh agak membingunkan.

Sebenarnya Kapal Perang AS Sering Terjadi Kecelakaan

Tabrakan USS Fitzgerald ini agak tidak dapat dipercaya, namun sebenarnya ada banyak tabrakan yang melibatkan kapal angkatan laut AS dalam beberapa tahun terakhir, dan mereka bahkan bertabrakan dengan kapal selam nuklir mereka. Setelah Perang Dingin berakhir, kekuatan militer AS telah tumbuh tanpa ada pihak lain yang berkemampuan untuk menyusul, namun kapal perang mutakhir AS yang bisa menyerang musuh dsan memuat ketakutan pihak lain ini seringkali gagal pada tugas-tugas sederhana.

USS Porter juga kapal perusak pembawa rudal Arleigh Burke-class. Pada pagi hari 12 Agustus 2012, kapal itu bertabrakan dengan kapal tanker minyak Jepang yang berlayar dengan bendera Panama di Selat Hormuz. Sisi kanan kapal berlubang dan robek di dalamnya. Pada saat tabrakan tersebut, USS Porter sedang melakukan misi di wilayah yang berada di bawah yurisdiksi Armada ke-5 AS.

Kapal selam bertenaga nuklir USS Louisiana adalah kapal selam taktis bertenaga nuklir Ohio-class yang termasuk dalam Armada Pasifik. Pada bulan Agustus 2016, kapal tersebut bertabrakan dengan kapal pengangkut barang di perairan Selat Juan de Fuca di negara bagian Washington.

USS Lake Champlain adalah kapal penjelajah Ticonderoga-class dan bagian dari gugus kapal Group One dari USS Carl Vinson; Saat ini dikerahkan di Samudra Pasifik Barat. Pada 9 Mei 2017, kapal ini bertabrakan dengan kapal nelayan Republik Korea (ROK/Korsel) di bagian selatan Ulleungdo.

Dan USS Fritzgerald kapal perusak pembawa rudal yang dikerahkan untuk Armada di Pasifik, ini yang terjadi tabrakan dengan kapal kargo Crystal baru-baru ini 17 Juni 2017.

Beberapa catatan statistik telah menunjukkan bahwa dari tahun 2000 sampai sekarang, berbagai jenis kapal perang Angkatan Laut AS telah mengalami 25 tabrakan; Ketujuh orang yang tewas dalam tabrakan paling akhir ini merupakan tabrakan paling parah dalam 17 tahun ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, lokasi insiden yang melibatkan kapal-kapal perang AS terutama berpusat di Timur Tengah dan Asia-Pasifik, yang kebetulan merupakan titik pusat militer AS.

Ini berkaitan dengan strategi AS yang penyebarannya berada di  garis depan dan menggelar sejumlah besar kapal perang militer ke basis yang berada di negara lain, dan mengerahkan militernya di depan pintu negara lain. Mereka sering melakukan aktivitas militer. Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa kapal perusak pembawa rudal ini telah melakukan latihan di Laut Tiongkok Selatan (LTS), dan setelah latihan tersebut, mereka kembali ke pelabuhan asalnya di Jepang.

Ini adalah semacam latihan militer. Frekuensi latihan militer semacam ini tentu saja akan melakukan perang-perangan di jalur perairan yang sama dengan kapal komersial yang mundar mandir di negara ini.

Kisah "hilangnya" Peter Mims

Sumber: Ilustrasi dari youtube.com
Sumber: Ilustrasi dari youtube.com
Ada lagi kesalahan pahaman yang baru terjadi belum lama ini, yang dapat lebih mengungkapkan isu sentral lagi. Ada peristiwa tentang Peter Mins, seorang teknisi sistem gas turbin yang bertugas di kapal rudal pejelajah kelas-Ticonderaga, USS Shiloh. Yang secara tak terduga seolah "hidup kembali dari kematiannya" belum lama ini.

Pada 8 Juni lalu, USS Shiloh beroperasi di perairan timur Pulau Okinawa, Jepang, ketika Peter Mims, yang telah "hilang" selama beberapa hari dinyatakan hilang. Pejabat khawatir dia telah jatuh ke laut, dan mengerahkan helikopter, pesawat pencari, dan bahkan pesawat pengintai P-8 Poseidon untuk pencarian dan penyelamatan. Mereka mencari 50 jam tapi tidak menemukannya.

Tidak ada yang bisa membayangkan bahwa pada 13 Juni (6 hari kemudian), seseorang menemukan Peter Mims berada di bidang teknik masih hiudp dan bertugas disana. Yang ironis adalah bahwa selama lebih dari seminggu dia tetap tinggal di USS Shiloh dan baik-baik saja.

Saat ini sedang diadakan penyelidikan tentang kasus "hilangnya" Peter Mims itu. Tapi isu manajemen AL-AS yang terungkap dari insiden ini tidak dapat terhindari.  Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki masalah dengan manajemen mereka. Mereka tidak memiliki petugas yang melaporkan ke mana dia pergi. Jika seseorang tidak mendengarnya dari belasan jam, itu tidak sesuai dengan peraturan manajemen, jadi kita bisa melihat dari kejadian ini betapa lemahnya manajemen mereka, atau beberapa kekurangan yang ada dalam manajemen mereka, dan itulah alasannya. Untuk beberapa masalah yang terjadi.

Pada kenyataannya, hal seperti ini sesungguhnya telah menjadi masalah untuk beberapa lama. Pada tahun 2009, terjadi tabrakan antara dua kapal perang yang ada di Selat Hornuz. Karakteristik utama dalam kecelakaan tersebut adalah kapal selam bertenaga nuklir USS Hartford dan Kapal transportasi amfibi USS New Orleans, yang keduanya termasuk dalam Armada ke-5 AS.

Kapal selam bertenaga nuklir USS Hartford panjang 110 meter dan merupakan kapal selam untuk serangan cepat Los Angeles-class dengan bobot 6.900 ton yang dilengkapi dengan rudal jelajah Tomahawk dan torpedo Mark 48. Sedang USS New Orleans adalah kapal transportasi amfibi San Antonio-class, panjang 206 meter dengan bobot 24.900 ton.

Ketika terjadi tabrakan, di atas kapal transportasi amfibi sedang mengakut lebih dari 1.100 tentara, sementara kapal selam bertenaga nuklir memiliki 133 tentara. 15 awak kapal selam terluka dalam tingkat keserius yang berbeda, dan secara konservatif diperkirakan 95.000 liter bahan bakar diesel bocor ke permukaan air.

Saat itu, USS Hartford bertenaga nuklir ini sedang membawa rudal jelajah. Untungnya, reaktor nuklir tidak bocor, jika tidak konsekuensinya tidak bisa terbayangkan. Tabrakan ini terjadi antara dua kapal AS sendiri, sehingga AS menanggung sendiri biayanya. Pada akhirnya, perbaikan USS New Orleans menghabiskan biaya 2,3 juta USD, sementara biaya perbaikan USS Hartford mencapai 86,9 juta USD.

Setelah itu, militer AS dengan cepat melakukan penyelidikan, yang hasilnya menunjukkan bahwa satu jam sebelum tabrakan, kapal selam bertenaga nuklir memiliki hampir 30 kesalahan taktis  dan kelalaian masalah tugas. Saat melintasi Selat, kapten kapal selam nuklir tidak dalam tugas komando, operator sonar telah mengobrol, dan setelah mengambil alih tugasnya, petugas yang bertanggung jawab untuk menghindari tabrakan sama sekali tidak melihat-lihat ke periskop sama sekali. Navigator telah mendengarkan iPod-nya, dan dua anggota kru yang bertugas sedang tidur siang. Jadi kapal yang membawa senjata nuklir ini telah berada dalam keadaan bahaya yang berlipat ganda di sekitar laut itu.

Alasan kecelakaan ini jelas kelalaian tugas. Kenyataannya, alasan kecelakaan semacam ini terjadi karena kesalahan dari perbuatan manusia atau bahkan kelalaian tugas, dan kecelakaan kali ini dengan USS Fitzgerald juga tidak terkecuali.

Sudah untuk waktu yang lama, AS telah melakukan misi angkatan laut terbesar, paling kuat, paling berteknologi maju di dunia.

Terjadinya serangkaian kecelakaan ini tidak bisa menghindari kenyataan tertentu, tidak peduli bagaimana untuk menjelaskannya: Adanya pati-rasa atau kesalahan dalam operasi di Angkatan Laut Amerika Serikat. Selain itu, faktor lain apa lagi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan yang sering terjadi di kapal perang AS?

Setelah memasuki abad yang baru, konflik terus berlanjut di titik-titik panas di seluruh dunia, dan kenyataannya, jumlah kapal-kapal militer AS saat ini tidak dapat memenuhi peningkatan ketegangan misi luar negerinya. Sampai batas tertentu, ini mencerminkan bagaimana penyebaran militer AS tampaknya telah mencapai titik yang melampaui genggamannya.

Pada 8 April tahun ini, militer AS untuk pertama mengeluarkan berita bahwa gugus kapal induk USS Carl Vinson akan berlayar ke perairan sekitar Semenanjung Korea. Seperti media di seluruh dunia yang mengira bahwa USS Carl Vinson sedang berlayar menuju Semenanjung Korea, tapi ternyata kapal induk ini ditemukan mengarah ke arah yang berlawanan dan berjarak sekitar 5.600 km dari Semenanjung Korea.

Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CNN yang berbasis di AS, alasan kesalah-pahaman ini adalah miskomunikasi antara Pentagon dan Gedung Putih. Beberapa komentator mengatakan bahwa kesalah-pahaman gugus kapal induk AS yang menuju ke Semenanjung Korea dan juga tabrakan baru-baru ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa ada masalah dalam penempatan Angkatan Laut AS di Samudra Pasifik Barat.

Selama strategi AS adalah melakukan pengerahan pada garis depan global, yang merupakan strategi hegemoni global. Lalu apa yang akan diandalkan AS untuk melawan negara-negara ini? Tidak lain adalah Strategi Netralisasi.  Strategi netralisasi ini senjatanya adalah harus menjadi satu generasi (lebih maju) di depan pihak lain,  sehingga konflik semacam ini muncul, dan harus menciptakan senjata kelas tinggi, tepat, canggih, namun tidak dapat mencapai jumlah yang banyak dari jumlah kebutuhan tersebut, tapi tetap harus mengerahkannya, jadi apa yang harus dilakukan? Tidak lain harus beroperasi di luar kapasitasnya, tapi jika terus melakukanya seperti itu, maka kecelakaan kemungkinan pasti terjadi, karena tingkat penggunaan peralatan dan kelelahan personil keduanya meningkat.

Menurut sebuah laporan dari situs "Popular Mechanics" yang berbasis di AS, Angkatan Laut AS memiliki 273 kapal perang, termasuk 10 kapal induk bertenaga nuklir, 10 kapal penyerang angkutan amfibi dek terusan, 22 kapal penjelajah, 76 kapal perusak, dan 52 kapal selam.

Pada awal 2017, mantan Sekretaris Angkatan Laut AS Ray Mabus merilis hasil dari "Force Structure Assessment" 2016, mengklaim bahwa AS akan meningkatkan jumlah kapal Angkatan Laut dari 273 menjadi 355.

Situs "Defense News" yang berbasis di AS menyatakan bahwa rencana Angkatan Laut AS untuk diperluas untuk mengkoordinasikan tujuan 350 kapal seperti yang diusulkan oleh Trump. Apakah karena begitu banyak kapal yang beroperasi di seluruh dunia, sehingga meningkatkan kemungkinan kecelakaan?

Di dunia, AS bukanlah yang memiliki paling banyak kapal laut, tapi menjadi yang paling lama berada di laut, karena AS memiliki kapal-kapal besar dan kapal-kapal besar ini terus hadir di laut untuk waktu yang sangat lama, dan jarang berlabuh. Maksudnya sehari-harinya lebih banyak di laut, sehingga tentu probabilitas kecelakaan atau terjadinya tabrakan maritim lebih tinggi. Tapi probilitas ini tidak menjelaskan kecelakaan yang terjadi sekarang.

Meskipun jumlah kapal angkatan laut AS telah mencapai 273, garis depan Pentagon untuk campur tangan di seluruh dunia berkembang lebih lama. Tidak perduli seberapa kuat militer AS, strategi global menyerang ini dan tuntutan dari konflik menyebabkan angkatan laut AS yang terlibat menjadi sangat lelah, dan menyebabkan keadaan operasi menjadi kikuk karena melampaui kapasitasnya.

Ambil contoh misalnya. AL-AS percaya bahwa harus memiliki 11 atau 12 kapal induk untuk memenuhi kebutuhan strategi pengerahan secara global. Namun saat ini 10 kapal induk Nimits-class harus menyelesaikan operasi untuk yang seharusnya dilakukan 11 sampai 12 kapal induk, sehingga terjadi sedikit perenggangan bagi mereka. Banyak dari kapal militer AS juga berjalan di atas kapasitas demikian.

Periode operasi kapal induk biasanya masa tugasnya enam bulan, enam bulan pelatihan dan enam bulan perawatan. Tapi saat ini, kapal induk AS setelah bertugas selama enam bulan tapi tidak ada yang bisa menggantikannya, jadi mereka tidak bisa kembali untuk perawatan, tidak ada istirahat, mereka harus terus bekerja sampai 7 dan 8 bulan. Inilah keadaan mereka yang beroperasi melebihi kapasitas.

Pakar militer percaya bahwa perhitungan untuk persyaratan pemeliharaan, pelatihan, dan penerapan, keadaan ideal untuk kapal angkatan laut adalah pengerahan 6 sampai 7 bulan dalam periode rotasi 24 sampai 32 bulan.

Namun, kenyataannya AS dari tahun 1998 sampai 2014, jumlah kapal yang telah dikirim Angkatan Laut AS ke luar negeri tetap sekitar 100. Jumlah kapal menurun tajam sebesar 20%, yang disebabkan masalah personil dan peralatan menjadi sangat parah. Karena terlalu sering digunakan.

Ambil contoh, di Asia-Pasifik, ada empat bulan setiap tahun tanpa ada kapal induk. Mungkin ada empat bulan tanpa kapal induk atau mereka mungkin melampaui masa tugas kapal induk yang aktif dua sampai tiga bulan, dan meningkatkan kompensasi pelaut untuk tugas aktif, termasuk kompensasi di zona perang--- mereka akan menggunakan metode ini untuk menyelesaikannya. Masalahnya, dengan metode semacam ini justru memiliki dugaan ilegal. Metode yang digunakan AS saat ini digunakan adalah dengan dua kapal amfibi atau kapal penjelajah atau kapal perusak untuk menggantikan tugas kapal induk.

Tentu saja kemampuan tempur metode semacam ini tidak setara, tapi setidaknya bisa menjaga kehadiran militer dan kehadirannya di garis depan. Tapi masalah dengan ini adalah bahwa aktivitas kapal akan meningkat, dan penempatan mereka akan melebihi enam bulan.

Lima tahun yang lalu, mantan Kepala Operasi AL-AS Jonathan Greener mengatakan bahwa berdasarkan rencana dan model respons saat ini untuk pelatihan dan penempatan kapal, AL-AS sudah mencapai ambang batasnya, dan penggunaan kapal dan awak yang berlebihan ini menjadi hal yang tidak dapat diabaikan, ini menjadi alasan penting yang menyebabkan seringnya kecelakaan kapal AS.

Karena strategi AS bukan strategi defensif, maka salah satu cara adalah penyebaran secara global, aset yang dikerahkan di seluruh dunia tidak mencukupi, terutama di kawasan Asia Pasifik. Yang memandang Tiongkok dan Rusia sebagai lawan potensial, sehingga harus menempatkan 60% kapal dan pesawatnya ke Asia Pasifik.

Dari sini kita bisa melihat di Samudra Pasifik sangat sibuk, dan kita juga melihat kapal perusak pembawa rudal AS yang ditabrak kapal komersial di depan pintu Jepang. Kita juga melihat pengerahan AL-AS ke seluruh dunia. Selama strategi ini tidak berubah, kemungkinan tabrakan antara kapal militer dan komersial tidak akan dapat dikurangi.

Saat ini, alasan tabrakan ini masih dalam penyelidikan. Dalam hal ini, status rute kedua kapal masih dalam fokus penyelidikan. Jadi siapa yang harus bertanggung jawab atas tabrakan ini? Bisakah investigasi mencapai kesimpulan yang adil? Apa masalahnya di militer AS yang terungkap dibalik ini sering terjadinya kecelakaan serupa?

Pada tanggal 19 Juni, Penjaga Pantai/Coast Guard Jepang mengatakan bahwa pihak berwenang Jepang hanya diberitahu tentang adanya tabrakan antara kapal komersial Filipina dan kapal perusak angkatan laut AS satu jam setelah kejadian tersebut terjadi.

Saat ini, pihak berwenang setempat telah mulai menyelidiki kecelakaan ini yang menyebabkan kematian 7 pelaut AS ini.

acx-crystal-to-tokyo-vs-uss-fitzgerald-to-yoksuka-2-59563b2007b94b12022dcc03.png
acx-crystal-to-tokyo-vs-uss-fitzgerald-to-yoksuka-2-59563b2007b94b12022dcc03.png
sumber: Ilustrasi dari youtube.com

Dua kapal ini, satu sedang melakukan perjalanan dari sebuah kota di Jepang ke Teluk Tokyo, dan kapal perang AS kembali ke Yokosuka, yang juga berada di Teluk Tokyo. Jadi kedua belah pihak menuju Jepang, dan berlayar di EEZ Jepang. Jadi kecelakaan ini seharusnya diperiksa oleh pengadilan maritim Jepang.

Pada 19 Juni, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Jepang mengungkapkan bahwa Jepang memiliki kendali atas sebagian informasi tersebut, namun tidak bebas untuk merilis karena penyelidikan tersebut masih dilakukan.

Pada hari yang sama, ACX Crystal Filipina meninggalkan pelabuhan Tokyo menuju Yokohama. Seorang juru bicara dari MLIT Jepang (Japan Ministry of Land, Infrastructure, Transportation and Tourism) menduga pemiliknya mungkin ingin menurunkan muatan di Yokohama.

Sedang kapal perang AS yang terlibat dalam kecelakaan tersebut telah kembali ke pangkalan Yokosuka AS di Kanagawa.

Karena kapal perang dilengkapi dengan sistem radar pertahanan rudal dan balistik yang sangat diklasifikasikan , juga karena faktor-faktor seperti "US-Japan Status of Forces Agreement" dan faktor lainnya, MLIT Jepang menyatakan bahwa Jepang merasa tidak berdaya dalam penyelidikan, Dan cukup sulit membuat militer AS bekerja sama untuk melakukan  investigasi tersebut.

Memang AS selalu menolak untuk bekerja-sama untuk melakukan investigasi meskipun banyak kecelakaan maritim yang terjadi di Jepang atau Korsel dengan alasan bahwa kapal tersebut memiliki fasilitas yang klasifikasi (dirahasiakan) atau beberapa dokumen rahasia yang tidak dapat diungkap, sehingga tidak memungkinkan pihak dari Jepang atau Korsel untuk menaiki kapal mereka. Kali ini, juga tidak diizinkan Jepang untuk naik ke kapal kecelakaan untuk mendapatkan log navigasi kapal atau memeriksa catatan komputer untuk mengetahui apakah ada alarm, APAR, alarm dari radar penghindar tabrakan (radar avoidance), apakah radar navigasi itu akurat atau memiliki alarm. Hasil alarm ini harus ada di log navigasi kapal dan juga di komputer, atau seharusnya ada catatan tentang sinyal mereka.

Jika AS tidak mau bekerja sama atau mengizinkan mereka untuk menyelidiki, akan sulit untuk membuat sebuah kesimpulan.

Menurut "Peraturan Internasional untuk Mencegah Tabrakan di Laut", ketika dua kapal berlayar menyusuri intersecting paths (jalur saling memotong), kapal yang dapat melihat kapal lain dari sisi ajungan (kanan/ Sisi kapal yang ada di sebelah kanan saat seseorang menghadap ke depan) memiliki tugas untuk menghindari tabrakan.

Karena itu, hubungan posisi kapal perang AS dan kapal komersial Filipina, dan juga jalurnya, apakah ada pengintai yang memadai akan menjadi fokus dari penyelidikan ini.

Meskipun hasil penyelidikan belum ditentukan, berdasarkan posisi tabrakan, serta jenis kapal dan rute pada saat itu, kapal perusak rudal AS kemungkinan akan menjadi pihak yang sebagian besar bertanggung jawab, karena akan terjadi sangat dicurigai dengan memotong jalur kapal lainnya.

Secara umum, berdasarkan "Peraturan Internasional untuk Mencegah Tabrakan di Laut" ("International Regulation for Preventing Collision at Sea") Jepang dapat menyimpulkan bahwa tanggung jawab kapal AS lebih besar, karena berdasarkan peraturan tersebut, kapal yang dapat melihat sebuah kapal yang mendekat dari sisi kanan harus secara aktif melakukan tindakan untuk menghindari.  Dan saat kapal AS dan Crystal bertabrakan, Crystal berada di sisi kanan kapal AS. Dan kapal AS seharusnya bisa menyimpulkan bahwa keduanya ada di jalur yang berpotongan, dan ada kemungkinan mereka akan bertabrakan, dan dengan kemungkinan itu, mereka seharusnya melakukan tindakan untuk mencegah tabrakan satu, dua, atau tiga kilometer sebelumnya.

Juga, jika alarm radar berbunyi, mereka pasti bisa segera mengambil tindakan atau melambatkan laju kapal, namun tampaknya mereka tidak melakukan tindakan apa pun.

Meskipun penyebab kecelakaan tersebut sedang diselidiki, seorang pejabat senior Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan bahwa karena "US-Japan Status of Forces Agreement," AS memiliki prioritas yurisdiksi, dan karena kapal perusak AS yang sangat canggih kemampuannya dan "sepenuhnya diklasifikasikan, pejabat ini tidak percaya AS akan mengizinkan Jepang untuk menyelidiki dan mengungkapkan tingkat kerusakannya.

Selain itu, "Kyodo News" yang berbasis di Jepang pernah dalam sebuah laporannya melaporkan bahwa dalam sebuah kecelakaan dimana sebuah pesawat angkut militer AS Osprey jatuh di  laut dekat Okinawa pada bulan Desember yang lalu, Penjaga Pantai (Coast Guard) Jepang menuntut agar militer AS mau menerima penyelidikan atas kecurigaan terhadap pelanggaran hukum dan "Menghukum Perilaku Pesawat Yang Membahayakan," namun militer AS melakukan penyelidikan sendiri untuk menutupi pesawat tanpa ada tanggapan. Berdasarkan hal tersebut, Kyodo News mengatakan bahwa akan sulit untuk memperkirakan berapa banyak Jepang bisa mengklarifikasi tentang asal mula tabrakan ini.

Mengenai hasil penyelidikan, menurut MILT Jepang, setelah dianalisis menyeluruh atas semua bukti, akan merilis hasilnya dalam bentuk laporan investigasi, sebuah proses yang memerlukan satu atau dua tahun.

AS Selalu Mau Menang Sendiri

Kita bisa mengatakan bahwa kapal-kapal AS "run amok" (ugal-ugalan) di seluruh dunia,  sebagian besar karena mereka menikmati ekstrateritorial di negara tempat mereka berada. Jadi, bahkan jika terjadi kecelakaan, biasanya, seperti kecelakaan kali ini di Jepang, AS akan segera membawa ke pengadilan militer AS yang memiliki yurisdiksi prioritas.

Itu berarti pengadilan militer AS memiliki hak untuk menilai ini terlebih dahulu, dan keputusan mereka untuk masalah seperti ini khas dinyatakan "tidak bersalah," atau paling banter, bahwa mereka merasa bersalah sampai batas tertentu. Tapi keputusan itu dilakukan di AS, dan tidak ada kaitannya dengan negara tempat kejadian peristiwa. Dalam kondisi seperti ini, jenis ekstrateritorial semacam ini sebenarnya hanyalah perilaku bangsa yang kuat terhadap koloninya.

Hal ini memungkinkan militer AS untuk sering tidak perlu khawatir saat menangani keselamatan pihak lain. Ada banyak kecelakaan dengan pesawat yang kehilangan kendali, mengebut dengan kendaraan, dan mengemudi dalam keadaan mabuk di Jepang, di Korsel/ROK, dan Filipina, di mana ada banyak garnisun/tentara AS yang dimarkaskan disitu, dan juga seluruh Eropa, hal ini terkait dengan tingkat kejahatannya yang tinggi. Tapi ekstrateritorialitas memungkinkan militer AS untuk menjadi kurang dibatasi dan untuk memanjakan dirinya sendiri, untuk "run amok" (ugal-ugalan) di laut.

Banyak penleiti dan pengamat yang pikir dengan banykanya kecelakaan yang sangat mematikan dari AL-AS disebab oleh metode ini.

Tapi yang jelas dengan kecekaaan Fritzgerald dan Cystal kali ini, dengan tujuh anggota awak tewas dan tiga terluka, termasuk komandan, dan dengan biaya pemeliharaan setinggi ratusan juta USD, tidak peduli apa hasil penyelidikan, kerusakan yang ditimbulkan kecelakaan ini terhadap Angkatan Laut AS tidak dapat diperbaiki.

Banyak yang mempertanyakan, apakah hal ini semua karena adanya sikap hegemoni di balik kecelakaan ini? Sampai sejauh mana ekstrateritorial menyebabkan tentara tidak disiplin? Bagaimana caranya agar kecelakaan serupa bisa dicegah terjadi? Inilah semua hal yang harus dipikirkan dan diubah militer AS. Bagaimana menurut pendapat pembaca???....

Sumber: www.gizmodo.com.au
Sumber: www.gizmodo.com.au
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

https://www.wired.com/story/uss-fitzgerald-navy-destroyer-crash-collision-japan-acx-crystal/

http://www.abc.net.au/news/2017-06-18/seven-sailors-still-missing-from-us-navy-ship-after-collision-/8628354

https://www.gizmodo.com.au/2017/06/why-the-destroyer-crash-that-killed-seven-us-sailors-doesnt-make-sense/

http://www.maritime-executive.com/article/acx-crystals-captain-alleges-no-response-from-fitzgerald

http://www.cnbc.com/2017/06/26/us-warship-stayed-on-deadly-collision-course-despite-warning-container-ship-captain.html

https://www.nytimes.com/2017/06/23/world/asia/destroyer-fitzgerald-collision.html

http://time.com/4832564/uss-fitzgerald-crash-acx-crystal/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun