Bulan April tahun ini, situasi di Semenanjung Korea dan Syria nampaknya memanas pada saat yang bersamaan, situasi menjadi gawat diluar kendali dan seakan sudah dijurang peperangan yang mengkhawatirkan dunia.
Kini dua kawasan ini menjadi ajang kontes dua kekuatan utama dunia, di akhir-akhir tahun belakangan ini tindakan yang menegangkan sering dimainkan pada panggung ini. Namun belakangan ini banyak hal telah terjadi dalam dua titik panas pada saat yang bersamaan.
Hal ini menggambarkan satu realitas yang patut dicatat, dimana Donald Trump yang hampir berkantor 100 hari, sorang presiden yang telah banyak dijuluki “pemberontak” dengan tiba-tiba membuat serangkaian perubahan besar dalam kebijakan diplomatik dan keamanannya. Tampaknya AS kembali pada kebijakan luar negerinya.
Untuk isu-isu perubahan ini yang menyangkut Syria dan Rusia, CNN menggambarkan Trump sebagai “melakukan petaran U ( U turn ) yang menakjubkan.”
Diantaranya, kita melihat ada tanda-tanda paling awal hubungan antara AS dan Rusia yang telah mengalami perubahan terbesar dan tercepat selama ini. Menyangkut hal ini penulis coba membahas ada apa dibalik yang membuat perubahan Trump.
Pada 11 April lalu, Menlu AS Rex Tillerson setelah menghadiri Pertemuan para menlu negara G7, langsung menuju ke Rusia dan mulai melakukan lawatan pertamanya ke Moskow sejak menjabat sebagai Menlu.
Tapi tuan ini yang sebelumnya telah dianggap kawan lama Presiden Rusia Vladimir Putin telah mempertunjukkan ketegangan antara AS dan Rusia dalam kunjungannya saat ini.
Pada 12 April waktu setempat, Menlu Rusia Sergei Lavrov bertemu dengan Menlu AS Rex Tillerson, namun suasana tampaknya canggung. Ketika mereka berjabatan tangan dan berfoto, kedua orang ini tampaknya muram dan saling menghindari kontak mata, bahkan tidak memandang ke arah yang sama, demikian juga ketika berjumpa pers kemudian, kejadiannya sama.
Saat akan dimulai pembicaraan seorang wartawan (AS) langsung nyelengtuk menanyakan kepada Lovrov: “Pak menteri, orang Rusia tidak percaya intelijen, sungguh percaya diri sekali Anda, Pak menteri?”
Wartawan AS ini melanggar protokol standar dan mengajukan pertanyaan sebelum kedua Menlu membuat pernyataan mereka, menyebabkan Lavrov dengan marah menanggapi dalam bahasa Inggris: “Siapa yag membawa Anda kesini? Sipa yang mengajari Anda sopan santun?”
Setelah Lavrov mengeluarkan pernyataannya, dia tetap tidak melupakan Wartawan AS tersebut. Di depan Tillerson, Lavrov dengan blak-blakan mengatakan pada wartawan ini: “Anda sekarang boleh berteriak-teriak.”