Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Investasi Arab Saudi ke Tiongkok Jauh Lebih Besar daripada ke Indonesia?

18 April 2017   18:35 Diperbarui: 19 April 2017   20:36 7503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dapat dikatakan, kerja sama antara Tiongkok dan Arab Saudi dengan China Aerospace Science and Technology Coorporation merupakan cermin hubungan baik dari kedua negara tersebut.

Jelas, untuk perdagangan alutsista kedua negara tersebut masih harus dilihat dari “alutsista kelas berat” berupa rudal. Arab Saudi merupakan salah satu negara yang memiliki kesatuan rudal strategis yang tidak banyak di dunia. Alutsista dari “Kesatuan rudal strategis Kerajaan Arab Saudi” terutama dipersenjatai dengan rudal strategis buatan Tiongkok Dongfeng-3A.

Mantan Kastaf AU Saudi dan Menhan Pangeran Khalid bin Sultan mempunyai kenangan khusus dalam pengadaan rudal Tiongkok, dan menceritakan untuk mengenang detail asal mula memperkenalkan kesatuan rudal strategis. Pada abad ke-20 tahun 80-an, ketika terjadi Perang Iran-Irak, AU-Israel melanggar teritori udara Arab Saudi dan menghancurkan reaktor nulkir Irak (lewat teritori udara Saudi), dan Perang Iran-Irak meningkat ke arah titik hidup-mati.

Kedua belah pihak saling menggunakan rudal taktis dengan tidak terkontrol untuk menghantam sasaran pihak lawan. Hal ini semua membuat Arab Saudi merasa tidak aman. Maka mereka merasa diperlukan memiliki alutsista strategis untuk pencegahan atau efek gentar (deterrent).

Saat itu Irak merasa sangat terancam dengan ancaman militer Arab Saudi. Dalam situasi demikian, Saudi membeli kepada Tiongkok Rudal Strategis jarak menengah (middle range) Dongfeng-3A, kemudian ketika terjadi Perang Teluk, membuktikan ternyata memiliki Dongfeng-3A adalah tepat. Sebab kemudian Irak sangat mempertimbangkan dan khawatir Arab Saudi akan menggunakan Dongfenf-3A untuk balas dendam.

Pengusul untuk Memiliki Dongfeng-3

Sumber: Sumber: https://alchetron.com
Sumber: Sumber: https://alchetron.com
Mantan Kastaf AU Pangeran Khalid bin Sultan mengusulkan membeli rudal dari Tiongkok kepada Raja. Meskipun antara Arab Saudi dan Tiongkok belum mempunyai hubungan diplomatik saat itu, Raja Fahd mempunyai perasaan dan kesan baik terhadap negara yang jauh ini (Tiongkok), dan setuju dengan usulan ini. Dan Sultan diberi kepercayaan penuh untuk melakukan hubungan ini.

Desember 1986, kedua belah pihak Tiongkok dan Arab Saudi bertemu di pangkalan udara selatan Saudi melakukan perundingan. Hanya dalam seminggu perundingan kedua belah pihak sudah dapat merampungkan kontrak pembelian rudal ini, termasuk harga, masalah perawatan purnajual, pendidikan dan pelatihan personil operator dan lain-lain, juga termasuk segala detail pertukaran rinci informasi, yang perundingan sering kali harus berlangsung hingga subuh pukul 4 pagi. Akhirnya kedua belah pihak dapat menyusun “draft” yang menguraikan rincian proyek untuk mengatur wisata/kunjungan delegasi teknis. Draft kontrak ini diusulkan Khalid bin Sultan kepada Raja Fahd, dan Raja Fahd memutuskan untuk segera membeli rudal strategis Tiogkok Dongfeng-3 ini.

Rudal Dongfeng -3 digerak dengan bahan bakar cair, yang bisa membawa hulu ledak TNT 100-300 ton, dan jarak tembak bisa menjangkau 2150 km dengan hulu ledak normal, bahkan bisa lebih dari 2.650 km. Saat itu dibandingkan dengan seluruh rudal yang ada di Timteng paling jauh jarak tembaknya.

Februari 1987, wakil delegasi Arab Saudi datang pertama kali berkunjung ke Tiongkok, tapi untuk menghindari agar tidak dihambat pihak dunia luar. Dibuat delegasi seolah berkunjung ke Malaysia, kemudian baru melakukan kunjungan ke tujuan yang sebenarnya --- Tiongkok.

Setelah perundingan ini, tidak lama setelah itu, Pangeran Sultan mulai lagi mengadakan kunjungan yang kedua kalinya. Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perundingan di Hong Kong. Untuk menghindari dimata-matai, Pangeran Sultan pergi waktu istirahat seolah ke luar ke salah satu hotel Hong Kong di sebuah jalanan memesan sebuah kamar, dengan menggunakan telepon biasa melakukan komunikasi dengan sandi rahasia Arab melakukan hubungan telepon ke Arab Saudi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun