Sumber: www.pinterest.com; moeslim–blogger; PremiumBeat; Jakartapedia - BPAD Jakarta
Timur Laut Asia tahun ini nampaknya memanas, memasuki bulan Maret musim semi AS-Korsel melakukan latihan milter bersama secara basar-basaran, Korut meluncurkan empat rudal. Maka ketegangan Semenanjung Korea menjadi memanas sekali lagi.
Ditengah keadaan yang memanas ini Jepang yang mendukung krisis Semenanjung Korea ini beruara nyaring dan sering melakukan tindakan-tindakan yang bukannya berusaha meredahkan keadaan tapi justru sebaliknya. Jepang tidak saja mengutuk dan memprotes atas peluncuran rudal Korut yang dilakukan beberpa kali, juga mengajurkan Korut untuk dimasukan dalam daftar “negara sponsor terorisme.”
Selain itu, Jepang juga terlibat dalam banyak latihan militer pada bulan Maret 2017. Ketika konvoi kapal induk Carl Vinson melewati Jepang untuk menuju Korsel dalam rangka latihan militer bersama AS-Korsel, maka dimanfaatkan Jepang untuk melakukan latihan militer bersama Jepang-AS di Laut Tiongkok Timur.
Pada saat yang sama, Jepang dan AS juga melakukan latihan militer bersama dengan nama sandi “Forest Light.” Banyak pihak dari dunia luar mempertanyakan, Jepang yang hanya berperan sebagai pendukung dalam krisis Semenanjung Korea ini, mengapa bersuara begitu keras? Selain pertimbangan keamanan sendiri, apakah Jepang mempunyai motif lain yang tersembunyi dibalik kegaduhan ini?
Untuk membedah perosalan ini, marilah kita sama-sama menelaah dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi selama ini.
Pada jam 7:36 pagi waktu setempat tanggal 6 Maret 2017, Korut (DPRK/Democratic People Republic of Korea) meluncurkan empat rudal ke arah perairan timur Semenanjung Korea dari Tongchang-ri di Provinsi Pyonggan Utara. Tiga dari empat rudal mendarat di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang.
Korut secara resmi mengumumkan pada pagi hari 7 Maret, bahwa Pemimpin Tertinggi Kim Jong-un secara pribadi memimpin Tentara Rakyat Korea (KPA) dalam peluncuran rudal ini. Jadi apa yang patut dicatat adalah pasukan Korut bertanggung jawab untuk mengambil tanggung jawab memerangi pasukan garisson (yang dimarkaskan) AS di Jepang dalam latihan ini.
TV resmi Korut KTV menyatakan dalam siarannya, dalam latihan ini Angkatan Roket Strategis Hwasong dari KPA yang bertanggung jawab untuk menyerang pasukan AS di pangkalan mereka di Jepang dalam sebuah peristiwa “insiden.”
Menyerang Pasukan AS di Pangkalan Mereka di Jepang, Kata-kata ini yang membuat Jepang meradang marah.
Memang banyak analis yang meliaht, jika di Semenanjung Korea krisis berkembang menjadi perang nuklir, serangan pertama tidak akan ditujukan ke Korsel, melainkan akan menyerang pangkalan militer AS di Jepang. Itu yang akan menjadi target pertama serangan, dan akan mencakup beberpa pangkalan AL dan AU utama AS di Okinawa, Yokosuka dan Saseto yang sealama ini menjadi pusat utama untuk di-distribusikan ke seluruh Asia-Pasifik, serta Armada Ke-7 di Yokosuka. Jadi target tersebut akan menjadi pusat target utama Korut, dan tentu saja dengan demikian Jepang akan diseret ke dalam perang ini.
Pada pagi hari tanggal 7 Mret 2017, PM Jepang Shinzo Abe melakukan sambungan tilpon dengan Presiden AS Donald Trump, membicarakan tentang Korut meluncurkan beberapa rudal, dan menyerukan untuk melakukan negosiasi mendesak tentang serangan Korut terhadap pasukan AS di Jepang.
PM Jepang Shinzo Abe mengatakan, “Kita percaya bahwa Korut memiliki sikap yang telah mencapai tingkat baru untuk ancamannya kepada Jepang dan AS, Presiden Trump juga mengatakan bahwa AS akan 100% berdiri bersama Jepang. Dia juga berharap bahwa saya menyampaikan pesan ini kepada publik Jepang.”
Kita tahu Korut dan Jepang hanya dipisahkan oleh satu laut. Dari perspektif geopolitik, situasi di Semenanjung Korea benar-benar penting bagi keamanan Jepang.
Namun, respon Jepang tidak hanya terbatas pada pertahanan. Setelah Korut meluncurkan empat rudal, pada saat sidang anggaran di Kongres Jepang, Abe menanggapi pemerintah Trump dengan mempelajari diperlukan tidaknya memasukkan Korut dalam daftar sebagai “negara sponsor terorisme” dengan mengatakan bahwa pemerintah Abe yang petama paling gigih menentang untuk menghapuskan Korut dari daftar ini. Sikap ini tidak berubah dan akan menyambut tindakan AS.
Setelah terjadi insiden penembakan Korean Air Flight pada 1967, Korut dimasukkan dalam daftar “negara sponsor terrorisme” oleh AS. Pada tahun 2008, berdasarkan kesepakatan yang dicapai dengan pemerintahan Bush untuk inspeksi nuklir Korut, kemudian diumumkan Korut dihapus dari daftar “nagara sponsor terororisme.”
Konsekuensi jika terdaftar dalam “negara sponsor terorisme” berarti semua aspek sanksi terhadap Korut akan diperkuat. Jadi dalam hal ini akan memperburuk ketegangan di Semenanjung Korea, dan pada saat yang sama, hal itu tidak hanya tidak akan membantu isu nuklir Korut tapi juga akan melukainya.
Pada 16 Maret, Menlu AS Rex Tillerson mengunjungi Jepang dan bertemu dengan Shinzo Abe dan Menlu Fumio Kishida.
Media Jepang melaporkan bahwa jika pemerintah AS memasukan Korut dalam daftar “negara sponsor terorisme” maka itu berarti menjatuhkan sanksi secara sepihak, Jepang akan memberi dukungan. Jepang percaya tindakan itu akan mencegah perkembangan kecepatan majunya rudal nuklir dibawah rezim Kim Jong-un, AS dan Jepang harus bekerjasama untuk melakukan tekanan ini.
Jepang memang punya ide yang sangat kejam untuk mencekik Korut sampai mati secara ekonomi. Mereka tidk perduli dengan sikap Dewan PBB yang menyatakan ‘setiap warga sipil yang berhubungan dengan ekonomi dan perdagangan harus dipertahankan.’ Ini sama dengan sikap Tiongkok dan negara-negara lain yang tidak menghendaki menggulingkan pemerintah Korut saat ini. Tiognkok berkehendak untuk memaksa Korut untuk menyerahkan senjata nuklirnya, dan menghukum mereka karena mengembangkan rudal nuklir. Tapi tidak menggulingkan pemerintah Korut.
Namun, AS, Jepang dan Korsel semua ingin menggulingkan pemerintah Korut saat ini. AS sedang mempertimbangkan isu ini (dengan menempatkannya dalam daftar negara sponsor terorisme), sedang Jepang memanas-manasi dengan menambah bahan minyak dalam bara api.
Kesempatan Jepang Untuk Memperkuat Angkatan Bersenjata
Pada saat yang sama, ada suara-suara yang makin kencang di Jepang yang menyerukan sekali lagi untuk memperkuat pasukan pertahanan. Laporan mengatakan bahwa Majelas Jepang hanya dengan 40 menit break/jedah sehingga Abe bisa mengadakan rapat untuk menjamin kemananan nasional, dan mempersiapkan rencana respon pemerintah secara luas.
Dimulai dari 7 Maret 2017, beberapa kapal perusak (destroyer) Pasukan Maritim Bela Diri Jepang (JMSDF) mengadakan latihan 4 hari bersama dengan rombongan kapal induk Carl Vinson yang sedang berlayar menuju Korsel untuk melakukan latihan bersama dalam latihan AS-Korsel.
JMSDF melakukan latihan bersama dengan kapal induk Carl Vinson di Laut Tiongkok Timur sungguh suatu peristiwa langka, mungkin ini ditujukan untuk membatasi dan mengurung Korut setelah peluncuran beberapa rudal, jugaTiongkok yang sedang meningkatkan kegiatan AL nya.
“Kyodo News” Jepang mengatakan bahwa dunia luar percaya latihan militer AS-Jepang di Laut Tiongkok Timur ini mungkin satu “ide dadakan” (impromptu idea), dengan memanfaatkan rombongan ini yang sedang lewat di wilayah Jepang.
Kapal induk USS Carl Vinson yang latihan bersama Jepang di Laut Tiongkok Timur ini, sebenarnya tujuan utamanya untuk latihan di Laut Kuning bersama Kosel dalam latihan gabungan AS- Korsel dengan kode sandi “Foal Eagle” yang dibiayai Korsel. Selama ini Jepang numpang (nebeng) latihan dadakan di Laut Tiongkok Timur.
Awalnya latihan ini tidak direncana. Jadi analis dan pengamat bisa menebak ini diadakan dadakan dalam menanggapi tuntutan Jepang, karena jika Jepang ingin menggunakan USS Carl Vinson menyeberangi Laut Tiongkok Timur mengadakan latihan bersama, maka Jepang harus membayar USS Carl Vinson.
Pada kenyataanya, Jepang telah menggunakan kesempatan ini untuk memberikan beberapa biaya perlindungan ekstra ke AS. Ini sangat penting bagi Abe untuk menunjukkan dan mengungkapkan kesetiaanya kepada Trump.
Beberapa analis percaya bahwa pemeritahan Abe juga akan sebisanya menggunakan insiden peluncuran rudal Korut untuk meningkatkan kemampuan pertahanan nasional Jepang. Pemerintah Abe selalu menggunakan pertahanan terhadap Kourut sebagai alasan untuk meningkatkan belanja pertahanan nasional selama lima tahun berturut-turut ini.
Pada tahun 2017 ini telah mencapai sebesar 5,125 trilyun Yen (1Yen=US$ 0,009). Baru-baru ini, Abe juga dengan jelas mengatakan bahwa ia akan menembus aturan administrasi masa lalu untuk menjaga pengeluaran pertahanan dalam 1% dari PDB Jepang. Sejak tahun 1976 anggaran pertahanan tahunan Jepang pada dasarnya bertahan pada kisaran 1% dari PDB tahun itu.
Beberapa komentator percaya jika perang pecah di Semenanjung Korea, bagi Jepang hal-hal seperti larangan kolektif membela diri, amandemen konstitusi yang melarang mengerahkan pasukan ke luar negeri, pertempuran global, dan militerasasi Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF) tidak akan lagi menjadi masalah.
Tapi yang ditakuti justru jika Semenanjung Korea tidak ada gejolak. Karena jika berada dalam kekacauan, Jepang bisa memanfaatkan itu, maka tidak heran jika menginginkan AS untuk bertindak. Jika AS sampai bertindak dan bergerak melawan Semenanjung Korea, sehingga terjadi konflik senjata lokal di daerah ini antara Korut dan AS+Korsel, maka baik AS atau Korsel pasti akan terjadi kerusakan, atau Korsel yang rusak. Tetapi Jepang tidak akan rusak secara langsung. Maka tidak heran jika Jepang memberi saran yang lebih radikal daripada Korsel dalam kebijakan untuk isu Semenanjung Korea, dan mengambil sikap yang lebih keras tentang sanksi terhadap Korut. Hal ini tidak lain karena Jepang ingin mencari untung untuk dirinya sendiri.
Keunikan Lokasi Semenanjung Korea
Sumber: Kids Britannica
Secara geopolitik. Semenanjung Korea sangat unik. Jika menurut teori Barat tentang hubungan internasional, lokasinya teletak dimana darat dan laut bertemu. Yang berarti itu adalah tempat pertemuan kekuatan maritim dan darat saling silang bertemu (intercross meet).
Sepanjang sejarah, Jepang telah menggunakan Semenanjung Korea beberapa kali untuk menjadi batu loncatan untuk melakukan agresi ke daratan Tiongkok. Setelah tahun 1945, tampaknya Jepang tidak berani melakukan agresi darat Tiongkok lagi. Tapi dengan menggunakan krisis Semenanjung Korea untuk memperkeruh keadaan untuk kepentingannya sendiri adalah proses pemikiran yang tidak pernah sirna.
JSDF Dibentuk
Setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, organisasi militernya dibubarkan dan dicerai-beraikan. Selama Perang Korea, Jepang di-izinkan untuk menciptakan Angkatan Pasukan “Bela Diri” untuk melindungi diri sendiri., tetapi dibatasi hingga tidak bisa memulai melakukan perang agresi.
Pada kenyataannya dalam sejarah, Jepang selalu menggunakan krisis Semenanjung Korea untuk memperluas kekuatan militernya.
Pada bulan Mei 1963, Korut melakukan uji coba melundurkan sebuah rudal jarak menengah “Nodong 1” yang dikatakan jangkauannya bisa setengah perjalanan untuk bisa mencapai Jepang. Tokyo kemudian untuk menggunakan “ekskalasi krisis nuklir Korea” sebagai alasan untuk mengusulkan penelitian ke dalam rencana yang dipimpin AS untuk pertahanan rudal.
Pada bulan Agustus 1998, Korut meluncurkan roket jarak jauh yang membawa Kwangmyongsong-1 yang melewati udara Jepang sebelum mendarat di Samudra Pasifik. Meskipun misi ini gagal, Jepang masih mengumumkan bahwa Jepang “sangat terganggu” oleh kemampuan rudal Korut.
Tidak lama setelah itu, Jepang berupaya membebaskan diri dari ketergantungan pada sistem intelijen AS dan secara independen meluncurkan sendiri dua satelit mata-mata. Empat bulan kemudian, Jepang resmi memutuskan untuk mengambil bagian dalam penelitian sistem pertahanan rudal.
Pada tahun 2003, pemerintahan Junichiro Koizumi mengalokasikan 1 trilyun Yen untuk mengembangkan dan menyebarkan “sistem pertahanan zona rudal tempur” (combat zone missile defense system). Dan menggelar rudal Patriot di seluruh pangkalan militer Jepang dan men-retrofitting pada dua kapal perang JMSDF dengan sistem pertahanan rudal Aegis, pada dasarnya membentuk pertahanan berbasis darat dan laut untuk pertahanan rudal bagi Jepang.
Di bulan April 2009, “Kwangmyongsong-2” meluncur ke langit. Dua bulan setelah itu, PM Jepang saat itu Taro Aso meloloskan “tim pengembangan strategi universal” (“universal strategy development team” Taro Aso) yaitu rencana pengembangan sistem satelit peringatan dini rudal.
Dalam 20 hingga 30 tahun terakhir ini, Jepang telah menggunakan krisis Semenanjung Korea dan “ancaman Tiongkok” untuk berulang kali menantang pelarangan kebijakan pertahanan yang dikenakan kepada Jepang dalam “Konstitusi Perdamaian” (peace konstitution). Jepang selama ini selalu memainkan peran krisis Semenanjung Korea. Kenyataan ini bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan resminya sebagai bukti. Contohnya, pada tahun 2006, setelah Korut melakukan uji coba satu rudal, Menlu Jepang saat itu Taro Aso mengatakan dengan terus terang dalam pidatonya: “kita harus berterima kasih kepada Kim Jong-il.”
Dari peristiwa ini saja kita dapat melihat strategi konservatif elit politik di Jepang yang telah sengaja menggunakan isu-isu Semenanjung Korea, terutama mengenai isu Korut dan isu nuklir Korut sebagai faktor utama untuk mempromosikan transisi strategi keamanan Jepang sendiri. Dalam hal ini bahkan termasuk sistem pertahanan, senjata, dan peralatan yang di-impor dan yang dikembangkan Jepang sendiri, menggunakan alasan ini. Dari sini kita bisa melihat Jepang benar-benar menggunakan isu Semenanjung Korea untuk ini.
Misalnya untuk tahun ini pada 6 Maret lalu, C-130J peaswat angkut “Super Hercules” tiba di Pangkalan Udara Yokota, yang dipiloti sendiri oleh Wakil Komandan Angkatan Udara Pasifik AS Mark Dillon. Laporan mengatakan, bahwa AU-AS memutuskan untuk mengerahkan 14 pesawat transportasi C-130J “Super Hercules” untuk Pangkalan Udara Yokota di barat Tokyo, dalam rangka menggantikan pesawat angkut tua C-130H.
AS Mengerahkan C-130J dan F35B ke Jepang
Jerry Martinez, Komandan Pasukan AS di Jepang dan Komando AU ke-5 AS. Mengatakan: “Hari ini AS mengirim alutsista yang paling ampuh, tangguh, dan paling taktis di dunia, pesawat angkut serie “J” model (C-130J) ke negara Jepang, untuk melayani aliansi yang kuat, untuk meningkatkan kemampuan AS, dan menunjukkan komitmen kami yang sangat kuat kepada negara Jepang yang besar ini.”
C-130J adalah pesawat transportasi taktis berukuran sedang, dikembangkan dan diproduksi oleh Lockheed Martin AS. Pesawat angkut yang saat ini digunakan Barat, merupakan pesawat angkut yang paling sukses dan paling banyak diproduksi, dengan rentang pelayanan terpanjang atau paling lama dipergunakan.
Pada 9 Junuari tahun ini, Korps Marinir AS dari “the US Marine Fighter Attack Squadron 121’s” memiloti 10 pesawat Jet Temput F-35B keluar dari pangkalan Yuma di Arizona, AS menuju ke Pangkalan Udara Korps Marinir AS di Iwakuni, Jepang. Rencananya akan ada tambahan enam F-35B akan tiba di Iwakuni pada akhir Agustus tahun ini, sehingga membentuk satu skuadron lengkap F-35B sebanyak 16 pesawat.
F-35B adalah jet tempur generasi ke-5 dengan perlengkapan elektronik modern. Radius tempurnya lebih dari 800 km. Menurut ahli dibidang ini mengatakan misi ini dilaksanakan untuk meningkatkan kekuatan udara pasukan AS di Jepang.
Selain itu, F-35B juga akan menjadi kekuatan penting dalam mengintervensi langsung untuk isu Semenanjung Korea.
Unit alutsista lain yang bikin Jepang mengiler adalah sistem Pertahanan anti-Rudal THAAD. Setelah Korut sering meluncurkan rudal, semakin banyak orang Jepang menjadi khawatir bahwa pertahanan anti-rudal Jepang yang ada akan tidak aman, dan sangat membutuhkan untuk menyiapkan peralatan anti-rudal baru.
Jepang Menginginkan Sistem Pertahanan Anti-Rudal THAAD
Pada 13 Januari lalu, Menhan Jepang Tonomi Inada mengunjungi Pangkalan Udara Anderson untuk mempelajari sistem THAAD. Inada mengatakan bahwa ia akan melihat kemngkinan mengimpor sistem THAAD ke Jepang. Tonomi mengatakan: “Peralatan ini dalam mata saya sangat sifnifikan. Kita membicarakan tentang peralatan macam apa yang lebih tepat untuk Jepang dari perspektif untuk melindungi Jepang.
THAAD adalah sesuatu yang Jepang sudah lama menginginkan untuk digelar di Jepang. THAAD adalah senjata pertahanan udara yang jauh lebih ampuh dari Sistem PAC-3, tapi masalahnya THAAD dikembangkan oleh AD-AS, dan pasukan AS di Jepang terutama adalah dari AL dan sebagian dari AU-AS, dan AL menjadi bagian yang terbesar. Maka yang banyak dibawa AS untuk pertahanan udara adalah dari AL berupa sistem Aegis dengan SM-3-nya.
Karena tidak ada pasukan AD-AS yang diasramakan di Jepang, jika sistem THAAD yang dikembangkan AD-AS akan ditempakan di Jepang, maka itu harus dijual ke Jepang. Namun biaya untuk sistem THAAD ini harganya selangit, ini yang menyebabkan banyak ditentang di Jepang sendiri. Laporan mengatakan sistem ini termasuk radar, rudal, dan biaya lainnya, biaya untuk mengimpor sistem ini akan menjadi antara 100 milyar sampai 200 milyar Yen.
Sekarang dengan alasan krisis nuklir Korut, Jepang sekali lagi mengusulkan sistem THAAD. Tampaknya AS ingin menunggu dan melihat situasi (wait & see). Jika AS menginginkan mendapat uang banyak, AS akan menjual sistem ini, tapi dengan harga yang sangat mahal. Biasanya harga alusista yang dijual ke Jepang berkisar dua hingga tiga kali lipat dari harga yag dijual mereka kepada negara-negara NATO. Namun Jepang juga bersedia membeli---hitung-hitung untuk membayar biaya perlindungan.
Maka kedua belah pihak ini sekarang ini sedang tawar menawar, apakah akan dengan ssitem THAAD atau basis sistem Aegis? Masih saling melihat dan mempertimbangkan.
Sejak Abe menjabat PM untuk kedua kalinya pada 2012, belanja pertahanan Jepang telah meningkat setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan Jepang sering menjadi pelanggan industri militer AS. Ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai “biaya perlindungan” kepada AS secara tersamar.
Pada 10 Pebruari lalu, Abe telah melakukan kunjungan pertemuan kepala negara dengan Predien AS Donald Trump di Washington D.C. Pada 15 Pebruari, PM Shinzo Abe mengumumkan ke publik laporan kunjungannya ke AS dalam Majelis Jepang (House of Councilor) bahwa pembelian alutsista dari AS bisa memberikan kontribusi untuk memberi pekerjaan kepada AS. Ketika pernyataan ini diumumkan, opini publik Jepang langsung menjadi “hiruk-pikuk.”
Abe mengatakan, Alutsista pertahanan yang paling canggih AS adalah sesuatu yang tidak bisa tidak kita harus beli. Hal ini juga dapat memperdalam kerjasama Jepang-AS dan memperkuat aliansi Jepang-AS. Meskipun isu keamanan dan dan isu-isu ekonomi harus dipertimbangkan secara terpisah, jika mempertimbangkan hasilnya. Pembelian alutisita pertahanan AS dapat berkontribusi pada ekonomi Amerika dan pekerjaan Amerika.
Pernyataan terbuka diatas ini segera menimbulkan gelombang protes dalam negeri Jepang, anggota dewan dari opsisi Jepang membalas dengan kata-kata: “ini benar-benar tidak masuk akal.”
Tapi apakah benar Abe membuat kesepakatan yang tidak menguntungkan bagi Jepang?
Menurut laporan Kyodo News, Partai Demokrat Liberal Jepang (LDP) yang menyelengarakan kongres ke-84 pada 5 Maret lalu, dimana diputuskan secara resmi untuk mengubah piagam partai, mengubah masa jabatan Presiden Partai menjadi “ memperbolehkan hanya dua kali enam tahun masa jabatan.”
Shinzo Abe yang berusia 62 tahun, terpilih sebagai PM Jepang pada bulan Desember 2012. Masa jabatan pertama akan berakhir musim panas 2018. Banyak media Jepang percaya bahwa amandemen konstitusi adalah tujuan utama di balik Abe berusaha untuk memerpanjang masa jabatannnya sebagai Presiden LDP.
Shinzo Abe adalah PM Jepang sayap kanan konservatif yang pemikirannya paling sistimatis. Dengan kata lain, tujuannya untuk mencapai agar tercapai tujuan usulan LDP ketika didirikan tahun 1955 untuk membuat konstitusi yang disusun Jepang sendiri, yang berarti mengubah konstitusi.
Jika Jepang ingin memuat terobosan dan melepaskan ikatan dari “konstitusi perdamaian,” ia harus mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari AS, agar aliansi Jepang–AS juga tidak rusak atau hancur. Pada saat yang sama, ia harus mendramatisir adanya ancamanan di lingkungan sekitar Jepang, dengan alasan ini akan mempunyai alasan untuk terus memecahkan pembatasan konstitusi perdamaian.
Dalam menggunakan faktor Korut atau kemampuan nuklir Korut, pengamat melihat Abe selalu mengikuti jalur ini. Hal ini bisa dilihat pertama kali Abe menjadi PM Jepang, jelas Abe terus memainkan kartu ini. Ia membesar-besarkan aksi di kawasan Asia Timur Laut, kususnya rudal nuklir Korut, dan menggunakan ini sebagai alasan untuk mempromosikan transisi keamanan Jepang sendiri, memperluas arsenal untuk menggantikan persenjataan baru, dan mengurangi obstruksi atau hambatan dari proses ini dan membuatnya supaya sedikit lebih mudah.
Kini Jepang telah mulai melakukan tindakan dan aktivitas di Laut Tiongkok Selatan seklai lagi. Kali ini, mereka berencana mengirim kapal perang terbesar milikinya, “Izumo” quasi-kapal induk ke Laut Tiongkok Selatan, dan akan berada disana selama tiga bulan.
Reuters melaporkan, ini adalah show kekuatan terbesar AL Jepang yang dilakukan Jepang di Kawasan ini setelah P.D. II.
Jadi seberapa kuat militer Jepang? Seberapa jauh AS akan memperkenankan Jepang untuk mengembangkan kekuatan militernya?
TV Asahi menyiarkan: Awal Mei ini, pemerintah Jepang berencana untuk mengelar kapal paling canggih “Izumo” ke perairan Laut Tiongkok Selatan dan Samudra Hindia untuk jangka waktu tiga bulan.
Yokosuka adalah pangkalan dari “Izumo” berlabuh, dan setelah berangkat berlayar pada bulan Mei tahun ini, “Izumo” akan mengambil bagian dalam review angkatan laut internasional dan melakukan latihan militer bersama di Singapura pada pertengahan bulan itu, setelah itu akan berkunjung ke Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka, sebelum pergi ke Pantai Malabar pada bulan Juli untuk mengambil bagian dalam latihan militer bersama AS-Jepang-India, setelah itu baru akan kembali ke Jepang pada bulan Agustus.
Laporan media Inggris mengatakan, ini adalah unjuk kekuatan terbesar AL Jepang yang telah dilakukan setelah P.D. II di kawasan ini.
Kunjungan kapal militer besar jelas merupakan tindakan diplomasi militer, yang merupakan tindakan efek gentar (deterrence) militer dan menampilkan kekuatan AL Jepang.
Nama “Izumo” adalah kapal perang terbesar yang masuk jajaran AL Jepang sejak setelah P.D. II. Kapal ini memiliki dek penerbangan lurus yang dapat membawa 14 heikopter, dan bisa dilakukan 5 helikopter take-off dan landing secara bersamaan Juga dapat membawa MV-22 “Osprey” pesawat angkut baru yang akan di-impor oleh Pasukan Darat Bela Diri Jepang (JDSDF) . Pesawat ini baik tonnase, tata letak dan fungsinya memiliki semua ciri-ciri kapal induk ringan.
Sejak konstitusi Jepang melarang Jepang utnuk memiliki persenjataan offensif, maka Jepang sengaja merancang “Izumo” yang dapat dianggap sebagai kapal induk kuasi (quasi-aircrafts carrier), sebagai desroyer atau kapal perusak. Namun “Izumo” cukup untuk misi kekuatan militer Jepang di luar wilayah Jepang sendiri.
Kapal “Izumo” dapat mengangkut sekitar 400 pasukan JSDF, dan 50 truk besar. Pesawat angkut MV-22 “Ospray” dan sistem anti-rudal “PAV-3” juga bisa dilakukan kapal ini.
Dengan melakukan beberapa refitting atau penambahan beberapa peralatan “Izumo” bisa menjadi kapal induk ringan. Jika AS setuju menjual F-35B ke Jepang, kapal ini bisa dengan cepat menjadi kekuatan tempur kapal induk.
Selain itu, dapat digunakan sebagai kapal perang komando untuk peperangan amphibi. Peralatan komando udara kapal ini sangat canggih. Pada saat yang sama juga merupakan destroyer anti-kapal selam. Helikopter yang dibawa sebagian besar juga berupa helikopter anti-kapal selam. Dapat membawa 10 sampai 20 helikopter anti-kapal selam, dan bisa dapat landing enam helikopter pada waktu yang sama. Sehingga dapat membentuk kapal induk yang cukup besar-besaran untuk anti-kapal selam.
Dengan kemampuan ini tidak mengherankan jika sangat diwaspadai Tiongkok, jika kapal ini beroparasi di Laut Tiongkok Selatan.
Asal Nama “Izumo”
Sumber: www.combinedfleet.com
Nama “Izumo” sendiri pernah suatu ketika adalah nama kapal perang terkenal invasioneri Jepang atau kapal yang diperuntukkan invasi Jepang dulu sebelum P.D.II. Kapal ini dibeli dengan uang penggantian dari Perjanjian Shimonoseki, pernah mengambil bagian dalam Perang Jepang-Rusia. Dan ketika menginvasi Tiongkok, selama Pertempuran Shanghai, berlabuh di Pelabuhan Wusongkao (吴淞口) di Shanghai telah menunjukkan keampuhan dari AL-Jepang.
Kapal “Izumo” (Ijn Izumo) pada bulan Juli 1945 ditenggelamkan oleh militer AS di Kure, Jepang. Kini sudah 70 tahun telah berlalu dan “Izumo” telah dilahirkan kembali., untuk sekali lagi menjadi mercusuar dari JMSDF. Banyak pengamat yang mempertanyakan, ke arah mana “Izumo” ini akan dibawa berlayar? Akakah dibawa kearah apa yang diimpikan Kekaisaran Jepang?
Armada JMSDF
Pada kenyataanya, setelah bertahun-tahun beroperasi, JMSDF telah berkembang menjadi kekuatan tempur yang cukup kuat di kawasan Asia Timur. “Izumo” berbobot 27.000 ton, selain itu Jepang juga memiliki dua unit kapal “Hyuga-class” 19.000 ton kapal induk quasi, enam kapal perusak (destroyer) yang dilengkapi dengan sistem Aegis yang berbobot 9.000 ton, dan beberapa kapal perusak lebih dari 5.000 ton.
Pada 13 Pebruari 2017, Kapal selam “Soryu-class” terbaru JMSDF , dan “Sekiryu-class” masuk dalam armada JMSDF. Kapal selam “Soryu-class” menjadi kapal terbaru yang digunakan JMSDF. Kapal ini bisa menyelam untuk waktu yang lama. Diperikirakan “Sekriyu” bisa menjangkau 6.100 mil laut atau kira-kira 11.297 km.
Menurut “Global Firepower” pada tahun 2016, peringkat militer Jepang adalah ke-7 paling kuat di dunia. Dalam hal ini tidak hanya AL, tapi juga AD, AU Jepang cukup kuat.
Jepang dalam teknologi selalu mempertahankan pada tingkat yang paling maju di dunia, dan sudah berada satu generasi yang sama dengan AS. Mereka mengimpor dari AS, dan tidak membeli apa-apa dari AS kecuali yang paling canggih. Jadi jika AS mempertahankan celah satu atau dua generasi dengan negara-negara sekitarnya, maka Jepang akan mempertahankan kesenjangan teknologi satu atau dua generasi dengan negara-negara sekitarnya.
Pada saat yang sama, fondasi atau dasar industri Jepang adalah salah satu yang paling unggul di Asia-Pasifik, apakah itu teknologi, kuantitas, industri elektronik, atau industri informasi seperti semi-konduktor, pembuatan kapal, atau industri pembuatan pesawat terbang, semua mereka miliki. Jadi di masa depan jika Jepang mengembangkan sistem industri petahanan yang independen, mereka sudah memiliki fondasi ini.
Selain itu Jepang memiliki pengalaman perang, memiliki pengalaman transisi dari keadaan damai ke keadaaan untuk perang. Jadi jika Jepang berhasil untuk mendapatkan hak untuk boleh berperang, jika berhasil meng-amandeman “konstitusi damai” (peace konstitution), maka Jepang akan memiliki kemampuan untuk mulai berperang lagi.
Namun, kelakukan buruk Jepang dalam sejarah P.D. II telah membuat negara-negara tetangganya menjadi khawatir dengan percepatan pembentukan militernya. Bahkan sekutu-sekutu juga tidak bisa membiarkannya untuk tidak mewaspadai mereka.
Jepang menggunakan isu-isu Semenanjung Korea untuk mengadvokasi mengambil bagian dalam pertempuran di Semenanjung Korea untuk terlibat dalam operasi militer. Hal ini sesuatu yang ditolak dengan keras oleh Korsel, mereka tidak akan mengizinkan Jepang mendarat di Semenanjung Korea, bahkan jika itupun untuk mendukung Korsel. Bahkan selama pemerintahan Lee Myun-bak, mereka tidak membiarkan itu terjadi, namun Jepang telah mengusulkan hal ini beberapa kali kepada AS.
Sebagai contoh, Jepang mengusulkan untuk bersama-sama meneliti kemampuan penyerangan dadakan (premptive) dengan AS, apakah memiliki kemampuan untuk melakukan penyerangan terlebih dahulu terhadap pertahanan Korut. Tapi AS tidak setuju untuk memberikan kemampuan ini kepada Jepang, karena AS percaya bahwa kemampuan serang pendahuluan/dadakan sebenarnya sejenis kemampuan perang, dan apakah mereka memang harus melakukan perang semacam ini atau tidak? Hal ini diputuskan oleh AS, dan tidak dapat diputuskan oleh Jepang sendiri.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, Jepang telah sengaja menciptakan ketegangan di Kawasan sekitarnya. Misalnya dengan menyeret ke suatu lingkaran setan, sehingga merugikan perdamaian dan stabilitas seluruh Asia Timur.
Jika Jepang ingin menjadi negara yang benar-benar kuat dan negara yang dihormati, Jepang harus belajar dari pelajaran sejarah dan berjalan sepanjang jalan pembangunan dengan Damai......
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
https://news.usni.org/2017/03/31/video-u-s-carrier-uss-carl-vinson-underway-japanese-warships
https://historysshadow.wordpress.com/tag/izumo/
http://www.military.com/equipment/mv-22-osprey
http://edition.cnn.com/2013/10/29/world/asia/north-korea-nuclear-timeline---fast-facts/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H