Baru-baru ini, pemimpin “Front Nasional” Prancis – Marine le Pen berjanji bahwa jika dia terpilih menjadi presiden pada tahun 2017, dia akan menggelar referendum bagi Prancis untuk meninggalkan Uni Eropa.
Menurut jajak pendapat IPOSOS yang dilakukan bebebrapa negara Uni Eropa, 48% rakyat Italia, 42% rakyat Prancis, dan sekitar dua per tiga dari rkayat Eropa di negara-negara seperti Swedia dan Jerman menginginkan hak untuk referendum untuk meniggalkan Uni Eropa.
Sekarang pertumbuhan ekonomi global tidak baik, sehingga membuat orang sering merasa frustasi, dan yang membuatnya mudah timbul sentimen populis. Dalam situasi seperti ini, orang akan menjadi tidak rasional, dan mereka akan mengatributkan semua kemalangan mereka dengan sangat sederhana masalah-masalah globalisasi atau disebabkan negara-negara asing, termasuk perusahaan asing, perdagangan asing, imigrasi asing akan mereka kucilkan semua.
Populis telah lahir kembali, dan memukul arena politik banyak negara Uni Eropa, serta muncul penampilan di banyak negara maju.
Di Jepang, Abe, telah berusaha untuk memutar balikkan sejarah agresi Jepang dan terpilih kembali. Di AS, calon presiden Donal Trump yang telah disebut politikus polulis, pedukugnya terus menigkat, yang menyebabkan banyak negara merasa tidak nyaman.
Kita bisa mengatakan bahwa polulisme memiliki suara cukup besar di banyak negara, karena kadang-kadang mereka akan membungkus dirinya dalam bendera demokrasi, atau bahkan kadang-kadang dalam bendera patriotisme. Patriotisme sangat penting, tapi kadang-kadang mereka membungkus dirinya dengan ini, dan itu akan berpisah hubungan organik antara negara-negara, dan menyebabkan ekonomi global untuk memasuki saling ungul-ungulan.
Di seluruh dubia, gerakan anti-globalsiasi sering berubah menjadi insiden kekerasan di jalan-jalan. Di beberapa negara berkembang di Afrika dan Asia, kekacauan ekonomi, kondisi miskin dan terorisme menjadi semakin lazim.
Beberapa negara yang tadinya telah cukup pendapatannya, stabil dan baik menjadi miskin dan bergejolak karena perang lokal yang mengerikan. Jika kita kembali ke 20 tahun lalu di bebebrapa negara, mereka tadinya belum mundur atau miskin, tapi kini menjadi bergolak dan miskin. Ini sebenarnya disebabkan masalah dengan tata kelola global, dan kita perlu merenungkan ini.
Jika kita melihat kembali sejarah, orang tidak akan melupakan krisis kapitalis global yang terjadi pada tahun 1929 dan 1933 yang mennyebabkan ekonomi dunia kapitalis seluruhnya runtuh, karena produksi industri turun 44%, tingkat pengangguran negara meningkat menjadi antara 33% dan 50%, dan total perdagangan internasional turun 66%. Bank dan pabrik tutup, dan orang-orang hidup dalam kemiskinan.
Terjadinya Perang Dunia
Tidak hanya Jerman, Italia, dan Jepang tidak mempelajari akar masalah dari krisis ekonomi dari struktur sistem mereka sendiri, mereka juga mulai dengan perang invasif kepada negara-engara lain untuk menjarah sumber penjarahan, merangsang ekonomi dan menggerser kiris ke negara-negara lain.