Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa yang Terjadi Pasca Keputusan Tribunal Sementara Arbitrase Laut Tiongkok Selatan

26 Agustus 2016   19:28 Diperbarui: 27 Agustus 2016   08:02 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa Yang Terjadi Jika Terjadi Perang AS-Tiongkok

RAND Cooporation melaporkan mereka percaya jika terjadi perang antara AS-Tiongkok pada tahun 2015, untuk perang jangka pendek dan intens, kerugian AS akan mencakup AU, Kapal Induk, dan pangkalan militer, dan kerugian Tiongkok akan lebih besar. Jika perang itu terjadi pada kondisi tahun 2025, dengan telah meningkatnya kemampuan anti-akses Tiongkok, maka AS akan mengalami kerugian yang lebih besar dari sebelumnya, namun kerugian Tiongkok masih akan lebih tinggi. Tapi juga dipercaya jika perang intens berlarut-larut akan menguntungkan AS, karena aliansi AS di Asia akan bantu untuk mengalahkan Tiongkok.

Tapi menurut pakar dunia luar, Tiongkok dan AS telah mengalami Perang Korea, dua perang yang memakan korban tertinggi setelah P.D. II. Sejauh mengenai Perang Korea, AS telah dibantu oleh 15 negara , dan membentuk sebuah sekutu, namun akhirnya perang itu juga harus memakan begitu lama. Para jenderal AS mengatakan itu merupakan pertama kali bagi mereka yang tidak memenangkan perang. Perang Vietnam juga memaksa AS untuk mengevakuasi diri pada akhirnya. 

Persenjataan itu sendiri tidak menentukan apakah perang akan dimenangkan atau kalah. Faktor penentunya adalah orangnya. Itu faktor fodamental. Faktor lain adalah bagaimana perang itu sendiri. Seperti juga yang terjadi pada zaman revolusi di Indonsia, meskipun tentara Inggris dan Belanda yang dilengkapi dengan persenjataan jauh baik dari Tentra Rakyat (bahkan dengan bambu runcing) di Surabya, namun tentara Barat tidak mudah bisa menaklukkan kita.

Dari tahun 2010 hingga saat ini, AS telah meningatkan dalam jumlah besar pasukan militernya dalam strategi menyeimbangkan kembali Aisa-Pasifik, sambil mengendorkan kerjasama dengan Uni Eropa dan NATO di Eropa. Di Timur Tengah setelah sanksi di hapuskan atas musuh lamanya Iran, AS meninggalkan diri dari mengelola situasi kacau di Irak, Syriah, dan Libya. Di Asia Tengah secara bertahap menarik pasukannya dari Afganistan, dan di Daratan Amerika telah meningkatkan hubungannya dengan Kuba.

Sehingga akhirnya AS bisa memusatkan sumber daya utamanya pada strategi global pada poros ke Asia-Pasifik, dan menginvestasikan mereka di Laut Timur dan LTS.

pivot-to-asia-57c032828823bde04c11f372.png
pivot-to-asia-57c032828823bde04c11f372.png
Namun, Uni Eropa telah kalah dengan apa yang mereka telah lakukan di krisis Crimea yang pecah pada tahun 2014. Pada tahun 2015, Rusia mengirim pasukan ke Syria, menyebabkan sekutu AS di Timteng terus merosot ke dalam kekacauan.

Sejak awal tahun ini, krisis pengungsi telah melanda Eropa, dan pendukung dan pembantu AS yang paling cepat getol seperti Inggris, telah meninggalkan Uni Eropa. Sedang Uni Eropa sendiri sudah mulai runtuh.

Pada 15 Juli 2016, Presiden Turki Receo Erdogan telah menggagalkan kudeta milter dan ber-argumen dengan AS, Erdogan mulai menyelinap ke sisi Rusia.

Pada Agusuts, Rusia meng-aneksasi Crimea dan mengerahkan senjata anti-rudalnya yang paling canggih S-400 di sana. Dan konflik antara Ukraina dan Rusia mulai meningkat lagi. Kini orang dunia melihat bahwa AS dalam posisi sebagai hegemoni global sudah menunjukkan tanda-tanda berada dalam krisis.

Pengamat dan analis melihat posisi AS yang sedang tidak mantap dan canggung ini mengirim pasukan untuk menekan Tiongkok, namun tampaknya Tiongkok tidak bergeming. Tapi masalahnya terus muncul di kawasan ini. Ini oleh pengamat  dan analis karena design strategis yang bermasalah. Seharusnya AS bisa menerima kebangkitan Tiongkok, kemudian mendirikan sebuah hubungan bentuk baru dari kekyuatan utama untuk mencapai ko-eksistansi damai dengan Tiongkok di kawasan Asia-Pasifik. Tapi sekarang justru mengurusi negara-negara yang menyebabkan masalah, dan “berurusan” dengan Tiongkok yang seharusnya tidak menyebabkan masalah. Hal-hal yang positif itu tidak dilakukan karena meremehkan kekuatan Tiongkok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun