Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Apa di Balik “Berbaikan” Turki- Russia

13 Agustus 2016   20:45 Diperbarui: 14 Agustus 2016   07:05 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum hilang ingatan kita ketika Jet Tempur Rusia Su-24 yang ditembak jatuh Turki di Syria sekitar sembilan bulan lalu. Yang sempat membuat hubungannya memanas. Sekarang hubungan kedua negara ini menghangat baik dengan cepat.

Presiden Turki Recep Erdogan tidak hanya meminta maaf kepada Rusia untuk “insiden jet tempur” yang lalu bahkan datang ke Moskow belum lama ini untuk bertemu Putin. Menghadapi sikap dan ekspresi Erdogan yang bersahabat ini, Putin telah memberikan penghormatan dan balasan yang cukup sama.

Beberapa sumber informasi ada yang mengatakan bahwa selama kudeta baru-baru ini di Turki, Rusia telah memberikan informasi rahasia kepada badan intelijen Turki. Setelah kudeta digagalkan. Putin menjadi pemimpin luar negeri pertama yang yang berbicara dengan Erdogan.

Dari keadaan dimana kedua negara nyaris berperang satu sama lain hubungan mereka menjadi dekat saat ini banyak menimbulkan pertanyaan dari banyak kalangan. Alasan apa yang membuat Rusia dan Turki dapat “memecahkan gungung es” dan mengesampingkan permasalahan ketidak nyamanan yang baru saja terjadi?

Pada 27 Juni 2016, Erdogan yang sebelumnya telah mengatakan tidak akan menundukkan kepalanya kepada Rusia, menulis surat kepada Putin meminta maaf untuk militer Turki yang telah menembak jatuh jet tempur Rusia pada bulan Nopember lalu, sementara mengungkapkan keinginan untuk menormalisasi hubungan antara Turki dan Rusia.

Erdogan mengatakan: “Dalam surat saya kepada yang terhormat Mr. Putin, saya menyatakan kesedihan atas insiden dimanna jet tempur Rusia telah tertembak jatuh, dan mengingatkan bahwa ada peluang bagi kedua negara untuk bekerjasama di Timur Tengah. Saya percaya bahwa hubungan kita dengan Rusia akan cepat menjadi normal karena situasi saat ini bukan hanya untuk kepentingan negara kita saja.”

Menghadapi proaktif Turki dalam memperluas cabang zaitun, Rusia memberi respon cepat. Putin mengatakan : “Saya telah melakukan hubungan telepon dengan Presiden Turki Erdogan, dan dia telah minta maaf atas Turki telah menembak jatuh jet tempur Rusia. Karena itu kita harus mulai untuk memulihkan hubungan kerjasama dengan Turki.”

Setelah itu kedua negara mengambil langkah-langkah praktis untuk meningkatkan hubungan mereka terus bergulir.

Pada 30 Juni 2016, Putin memerintahkan bahwa pembatasan penerbangan charter untuk turis  ke Turki diangkat. PM Rusia, Dmintry Medvedev mengumumkan bahwa Rusia akan mencabut sanksi ekonomi terhadap Turki “secara bertahap.”

Pada 1 Juli 2106, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu menggunakan kesempatan yang diberikan untuk menghadiri pertemuan di Black Sea Economic Cooperation (BSEC) di Sochi, Rusia. Dan mengadakan pertemuan pertama kali dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov sejak hubungan kedua negara memburuk. Kedua negara membahas kerjasama tentang kontraterorisme, perdagangan, ekonomi dan energi.

Pad 9 Juli, pesawat penumpang wisata pertama Rusia sejak hubungan Rusia-Turki memburuk tiba di Antalya, sebuah kota pesisir Turki di Laut Mediterania.

Satu minggu kemudian, delegasi Turki yang dipimpin oleh Menlu dengan anggota dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Transporatasi dan anggota Kementerian Dalam Negeri dan Industri  Pariwisata mengunjungi Moskow, mereka membahas keerjasama pariwisata dan hubungan bilateral mereka secara keseluruhan.

binali-yildirim-pm-turki-57af2077b49373cb048b4567.png
binali-yildirim-pm-turki-57af2077b49373cb048b4567.png
Binali Yidirim, PM Turki mengatakan: “Kedua negara telah mempertahankan pembicaraan tentang hubungan normalisasi dan hasil akhir adalah kedua negara telah mencapai kesepakatan untuk mencairkan hubungan Turki-Rusia. Jadi kita bisa mengatakan proses normalisasi hubungan Turki-Rusia telah mulai.”

Kudeta Militer di Turki  Yang Gagal

Pada saat hubungan Rusia-Turki secara bertahap mulai mencair, pada 15 Juli 2106, kudeta militer terjadi di Turki yang berusaha menggulingkan pemerintahan Erdogan.

Tapi beberapa jam kemudian, kudeta itu telah dapat dipadamkan, dan Erdogan kembali menguasai situasi. Perlu dicatat bahwa beberapa laporan media mengatakan alasan mengapa Erdogan mampu menumpas kudeta begitu cepat, sebagian besar berkat informasi Rusia yang diberikan sebelum kudeta terjadi.

Dalam beberapa hari terakhir, para pejabat Turki telah merespon teori ini. Menlu Turki Cavusoglu mengatakan : “Selama kudeta yang gagal, Rusia memberikan dukungan tanpa syarat kepada kami. Kami berterima kasih kepada Presiden Putin dan semua pejabat Rusia yang telah memberikan bantuan.”

Pada 2 Juli, dalam sebuah wawancara media Erdogan mengatakan, dua pilot yang mengambil bagian dalam menembak jatuh jet tempur Rusia yang lalu telah ditangkap, pihak berwenagan sedang menyelidiki apakah “gerakan Gulen” terlibat dalam perencanaan kudeta yang  gagal ini.

Dua hari kemudian, website pemerintah Rusia merilis informasi bahwa Rusia dan Turki telah memulihkan kegiatan aktivitas antar komite pemerintah mereka untuk bekerjasama ekonomi dan perdagangan.

Pengamat melihat di satu sisi, melalui penangkapan dua pilot yang menembak jatuh jet tempur Rusia, Erdogan bertujuan untuk menghantam lawan-lawan politiknya, dan untuk menstabilkan sutuasi dalam negeri. Aspek lain dengan penangkapan dua pilot ini untuk menunjukkan kepada Rusia niat baiknya, sementara Turki telah minta maaf, juga telah mengambil tindakan nyata di dalam negerinya untuk mendapatkan pemahaman dan pengampunan Rusia.

Perlu juga diketahui bahwa belum lama ini, Rusia dan Turki sebenarnya berada dalam perselisihan yang konstan dan “mengonggong” satu sama lain. Permusuhan antara mereka terus berlangsung sejak mulai dengan “insiden jet tempur” tahun lalu. Ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi pikiran orang.

Saat itu, Erdogan megatakan: “Tidak ada yang bisa meragukan bahwa kita coba menghindari hal yang paling sulit untuk menghindari insiden dengan menembak jatuh jet tempur Rusia, tetapi orang-orang harus menghormati hak Turki untuk melindungi keamanan wilayahnya.”

Pada 24 Nopember 2015, jet tempur Rusia Su-24 yang berada di wilayah Syria ditembak jatuh Turki, yang menyebabkan hubungan Rusia-Turki memburuk. Pada saat itu Erdogan menolak untuk mengalah yang menimbulkan kesan mendalam pada dunia luar.

Kata-kata Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan tidak kalah kerasnya dengan melontarkan ancaman: “Turki akan menyesal untuk ini.” Putin mengatakan: “Jika beberapa orang merasa bahwa mereka telah melakukan kejahatan yang mengerikan, dan menjadi algojo bagi warga negara Rusia, mereka hanya akan menerima pembatasan atau sanksi di sektor pertanian atau arsitektur, maka mereka itu sangat salah. Kami akan terus mengingatkan mereka bahwa itu tidak terlalu terlambat untuk bertobat atas tindakan mereka. Kami benar-benar tahu apa yang perlu kami lakukan.”

Erdogan dan Putin yang belum lama ini telah menunjukan sikap garis kerasnya, tapi kini hubungan antara negara-negara mereka telah berubah 180 derajat.

Pada 20 Juli 2016, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengverifikasi bahwa Putin dan Erdogan akan bertemu pada awal Agustus di Rusia. Kedua pempimpin awalnya berencana untuk bertemu selama Konferensi G20 di Hangzhou pada bulan September, tetapi hari ini, mereka sudah tidak sabar lagi untuk bisa bertemu lebih cepat. Juga dalam penjelasan mereka dua kepala negara ini akan melakukan pertemuan pribadi—dari sini bisa dilihat bagaimana baiknya hubungan mereka ini.

Turki dan Rusia telah langsung tumbuh berbaikan dalam waktu singkat, tetapi perbedaan pendapat antara Truki dan sekutu Baratnya telah dibawa diatas panggung.

Setelah kudeta, otoritas Turki menuduh Fethullah Gulen, seorang pengkhotbah yang berada di AS sebagai penyebab dibalik kudeta yang sebenarnya.

Tapi AS menolak untuk mengekstradisi Gulen, meskipun Turki adalah sekutu AS. Hal ini mengarah keretakan hubungan Turki-AS. Pada saat yang sama, atas pengorbanan Turki yang sangat besar untuk mengungsi belum diharagai dengan diberi pengakuan dari Uni Eropa, kenyataannya jalan untuk bergabung dengan Uni Eropa juga masih dipersulit.

Setelah kudeta di Turki, yang berwenang kesempatan membersihkan oposisi, yang menyebabkan timbul banyak konflik dengan Eropa. Analis percaya bahwa dibalik dimulainya lagi hubungan Turki-Rusia dikarenakan terjadinya kerenggangan hubungan Turki dengan Barat.

Pada 16 Juli, setelah kudeta di Turki dapat dipadamkan, pembersihan besar-besaran dilakukan terhadap militer, polisi, badan legal dan institusi pendidikan.

PM Turki, Binali Yildirim memberi pernyataan: “7543 orang diduga terlibat dengan kudeta yang gagal. Mereka yang telah ditahan atau ditangkap 100 petugas polisi, 6.038 personel militer, 755 hakim atau jaksa, dan 650 warga sipil.”

Kini, setelah situasi sudah dapat dikontrol dan dikendalikan, Erdogan membersihkan militer, sementara juga menuntut AS untuk mengekstradisi cendikiawan Gulen, dengan tuduhan sebagai penyebab sebenarnya dibalik kudeta.

erdogan-pidato-57af20ecf39673281e9111d3.png
erdogan-pidato-57af20ecf39673281e9111d3.png
Dalam pidato di depan massa Erdogan mengatakan: “Saya sudah bilang (pada Obama) bahwa orang-orang ini sedang mempersiapkan kudeta, tetapi Anda tidak percaya! Hari ini, setelah kudeta Gulen yang gagal, saya minta Anda memberikan orang yang bersembunyi di Pennsylvania ini kepada Turki.”

Dalam menanggapi tuduhan Erdogan, Gulen mengatakan beberapa kali bahwa ia tidak terlibat dengan kudeta yang gagal tersebut. Fetullah Gulen membantah dengan mengatakan: “Pertama-tama, saya sudah tinggal di sini selama 15 tahun, dan banyak dari orang-orang penting di Turki saya hanya melihatnya dari televisi. Saya tidak tahu sama sekali, dan saya tidak pernah tertarik dengan mereka. Adapun para pemimpin militer Turki, saya tidak pernah menghubungi atau berinteraksi dengan mereka dengan cara apapun.”

fethullah-gulen-57af210f8223bd9c39a374d7.png
fethullah-gulen-57af210f8223bd9c39a374d7.png
Beberapa komentator percaya bahwa pemimpin Turki mencoba menggnuakan ini untuk menekan AS dan memaksa AS untuk mengekstradisi Gulen ke Turki. Erdogan pernah berkata bahwa jika Turki dan AS merupakan mitra yang benar-benar strategis, maka AS harus memenuhi tututan Turki.

Menanggapi tuduhan Erdogan, sebagai sekutu Turki, AS tampaknya akan tampak sedikit pucat.

Pada 17 Juli, Menlu AS John Kerry mengatakan di Luxembourg bahwa Truki harus memberikan bukti kejahatan Gulen sebelum AS akan memulai prosedur hukum untuk mengekstradisi dia.

John Kerry mengatakan: “Tidak. Kami belum menerima permintaan apapun sehubungan dengan Mr. Gulen. Kami sepenuhnya mengantisipasi bahwa akan ada pertanyaan yang diajukan tentang Mr. Gulen, seperti yang kita selalu lakukan, menyajikan kepada kita dengan bukti yang sah dari hasil penilitian dengan teliti, dan Amerika Serikat akan menerima itu dan melihatnya, dan membuat penilaian tentang hal itu dengan tepat.”

Satu  kudeta yang dibuat Gulen gagal, yang tidak diketahui oleh sebagian besar orang sebelumnya, menjadi pusat sorotan internasional, sehingga membuat munculnya kudeta ini bahkan lebih rumit.

“Whasington Post” AS menerbitkan sebuah artikel yang mengatakan bahwa kudeta gagal ini menyebabkan hubungan yang sudah tegang antara Washington dan Ankara menjadi lebih rendah lagi.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, hubungan Turki-AS telah menunjukkan kepada dunia luar bagaimana sepasang teman dapat pecah begitu cepat.

Pada kenyataannya, dalam beberapa tahun terakhir, AS sebagai “pemimpin” dari negara-negara Barat, telah memiliki perbedaan berat dengan Turki dalam banyak masalah. AS memandang pasukan Kurdi sebagai kekuatan dasar yang efektif untuk memerangi kelompok ekstrimis, dan telah memberikan mereka dukungan peralatan militer. Tapi Turki percaya dengan begitu Kurdi akan tumbuh lebih kuat yang menimbulkan ancaman berat terhadap keamanan nasional Turki, dan negara Turki tidak bersedia untuk berkompromi dengan masalah tersebut.

Kudeta tersebut telah memperburuk perbedaan antara Turki dan AS, sehingga menjadi katalis untuk meningkatkan dengan cepat hubungan Turki dengan Rusia.

Dalam dua tahun terakhir ini, AS telah terus menerus meningkatkan tingkat dukungan untuk pasukan Kurdi, terutama di Syria. Kenyataan ini benar-benar menyakitkan Turki dan  sangat membuat sedih Erdogan.

Selain itu yang membuat membuat Turki tumbuh menjauh dari AS, juga karena jalan bagi Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa yang prosesnya sudah lebih dari 50 tahun terbukti masih sangat sulit.

Menurut laporan dari “The Guardian” Inggris, metode garis keras Erdogan untuk menghadapi kudeta yang gagal ini telah membuat hubungan Turki dengan Uni Eropa rusak. Dalam laporan tersebut ditunjukkan bahwa pada tahun 2004, Turki memhapuskan hukuman mati agar bisa bergabung dengan Uni Eropa, tetapi baru-baru ini, Erdogan mengingatkan bahwa ia akan memberlakukan kembali hukuman mati jika perlu.

Pada 18 Juli lalu, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan—Ferdercia Mogherini memperingatkan Turki pada konferensi pers yang sama mengatakan : “Untuk mempertahankan kekuasaan hukum, dan bahwa tidak ada kebutuhan untuk mengambil tindakan yang menyebabkan Turki untuk menjauhkan diri dari Uni Eropa.”

Federcia Mogherini mengatakan lebih lanjut: “Tidak ada negara dapat menjadi anggota Uni Eropa jika memperkenalkan hukuman itu (mati). Itu sangat jelas “aquis” seperti apa yang kita menyebutnya.”

Setelah kudeta gagal di Turki, Erdogan mengatakan bahwa ia benar-benar ingin memberlakukan kembali hukuman mati. Dia benar-benar menggunakan isu ini untuk mengancam Uni Eropa.

Kendala Uni Eropa Menerima Turki Bergabung

Pada kenyataanya, Turki mengajukan permohonan untuk bergabung dengan Masyarakat Eropa pada tahun 1959, namun perjalanan Turki untuk  bergabung dengan Uni Eropa telah dipenuhi dengan segala macam rintangan. Hal ini yang menyebabkan menjadi kasus di tahun 1963 “Perjanjian Ankara”(Angkara Agreement).

Perjanjian ini mendefinisikan Turki bergabung dengan Uni Eropa sebagai tujuan jangka panjang. Saat itu, politisi di kedua belah pihak telah menyadarai bahwa ada terlalu banyak rintangan antara Turki dan negara-negara Eropa, sehingga mereka tidak bisa langsung mengintegrasikannya.

fran-timmermans-57af2141d67a61ea1607b2a7.png
fran-timmermans-57af2141d67a61ea1607b2a7.png
Fran Timmermans, First Vice President of the EU Commision mengatakan : “Ini mengapa kita tidak dalam posisi untuk mengajukan proposal untuk membuka jalan bagi Parlemen Eropa dan negara-negara anggota untuk memutuskan untuk mengangkat persyarakatan visa setelah benchmark (tanda tingginya.) telah dipenuhi. Tidak ada hal tumpangan gratis disini, kami sudah jelas tentang apa yang masih harus dilakukan. Ada lima tolok ukur yang tersisa yang kita harapkan Turki untuk memenuhi hingga akhir Juni.”

Pengamat melihat bahwa ini jelas Uni Eropa tidak akan benar-ebanr mau menerima Turki. Alasan yang paling klasik dan sederhana karena Turki adalah masyarakat Islam dengan penduduk lebih dari 70 juta. Kita bisa membayangkan pencitraan yang bagaimana bagi Eropa, yang merupakan masyarakat Kristen akan menerima sebuah negara Muslim lebih dari 70 juta orang.

Turki sudah sangat ingin bergabung dengan Uni Eropa dan niatnya kuat selama abad terakhir ini, Tapi Turki merasa semangatnya untuk bergabung telah diencerkan.

Sementara Turki masih merasa sakit hati jalan keluarnya ditutup di Uni Eropa, ditambah lagi AS secara diam-diam menambah dukungannya kepada Kurdi. Kini Turki merasakan bahwa dirinya secara bertahap terisolasi.

Penyesuaian Kebijakan Luar Negeri Turki

Pada saat yang sama, ancaman teroris di Turki masih terus berkembang. Ini yang membuat pemerintah Erdogan terpaksa meangadakan penyesuaian besar kebijakan luar negerinya.

Kudeta gagal memperburuk gesekan antara Turki dan AS, Turki dan Eropa, dan Turki dan Barat. Pengamat percaya dalam beberapa waktu ke depan, kebijakan luar engeri Turki akan terasa goyah. Dengan kata lain hubungan Turki-Rusia akan menjalani proses yang terasa terburu-buru dipulihkan.

Kudeta gagal menyebabkan gesekan antara Truki dan AS dan Eropa naik kepermukaan. Berbeda dengan bahu dingin Barat yang diberikan kepada Turki, dalam percaturan/pertempuran politik ini dukungan Rusia kepada Turki telah membuat Turki menjadi teman pada waktu yang tepat.

Kecepatan hubungan Rusia-Turki menjadi pulih sungguh diluar ekspektasi. Jadi bagi Rusia apa pertimbangannya memulihkan hubugan dengan Turki begitu cepat?

Pada 21 Juli, Presiden AS Barack Obama saat konferensi pers bersama ketika kunjungan Presiden Mexico—Enrique Pana Nieto mengatakan, bahwa AS tidak mengambil bagian dalam atau mengetahui terlebih dahulu tentang kudeta yang gagal di Turki, dan laporan seperti itu “benar-benar salah.”

Obama juga mengatakan, AS akan sangat mengutuk setiap gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan demokratis Turki, dan juga berharap pemerintah Turki tidak bereaksi berlebihan setelah peristiwa ini.

Lebih lanjut Obama mengatakan, ketika rumor itu beredar di sekitar kita, itu akan menyebabkan orang-orang kita beresiko yang berada di tanah Turki. Dan itu mengancam aliansi penting dan kemitraan antara AS dan Turki.

Keretakan antara Turki dan AS serta Eropa berkembang kian lebar setiap hari. Tapi relatif hubungan Rusia-Turki dengan cepat meningkat dari yang tadinya membeku.

Pada hari kudeta gagal di Turki, Putin menyatakan dukungannya kepada pemeritah Erdogan, dan merupakan pemimpin asing pertama yang menelepon Erdogan.

Pengamat melihat pada kenyataan ini, AS dan Rusia membuat suatu kekontrasan yang jelas dalam kata-kata dan tindakan mereka mengenai kudeta di Turki ini. AS adalah sekutu Turki dan anggota NATO, tetapi AS tetap diam. Jadi setelah Rusia menerima kabar tentang kudeta, Rusia langsung lebih dulu mengontak Turki. Ini terlihat kekontrasannya. Pengamat mempertanyakan mengapa AS bersikap ambigu tentang kudeta ini? 

Faktor Ekonomi Mengalahkan Status Politik

Sebenarnya sejak terjadi krisis antara Rusia-Turki pada bulan Nopember tahun lalu, meskipun Rusia telah melakukan “pukulan satu-dua” dengan sanksi ekonomi terhadap Turki, yang menyangkut teknologi, pertanian dan sektor pariwisata—sesuatu yang menjadi pukulan keras bagi perekonomian Turki.

Putin yang mantan anggota KGB tidak mengambil sikap garis keras sekali, dan meninggalkan banyak ruang untuk memperbaikan hubungan dengan Turki untuk masa depan. Padahal Putin adalah seorang pria dengan ciri-ciri individu yang kuat, sehingga beberapa orang khawatir Putin akan menembak jatuh satu atau dua jet tempur Turki untuk mengahajar Turki. Meskipun Rusia memiliki kemampuan untuk melakukan itu, namun tidak melakukan upaya itu. Tapi apa yang dilakukan Rusia hanya menerapkan sanksi ekonomi.

Banyak orang memahami bahwa dalam hubungan antara Rusia dan Turki, Turki ada dipihak yang lebih lemah dan Rusia selalu dipihak yang lebih kuat. Namaun dalam kenyataannya, apapun untuk ekonomi, geopolitik, atau bahkan hubungan etnik, dan stabilitas politik dalam negeri, Turki memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap Rusia.

Ahli dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (the European Council on Foreign Relations.) Asli Aydintasbas percaya bahwa dalam hubungan Rusia-Turki “status politik akan dikalahkan oleh faktor ekonomi.”

Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia dan Turki telah memperdalam kerjasama di sektor ekonomi, perdagangan, dan energi. Pasokan energi Turki telah mengandalkan impor dari Rusia untuk waktu yang sudah lama, dan Turki juga salah satu sumber utama impor untuk produk pertanian Rusia.

Menurut data yang dirilis bersama-sama oleh Lembaga Staistik Turki dan Kementerian Bea dan Perdangan Truki, dibanding dengan periode yang sama pada 2015, ekspor Turki ke Rusia berkurang 66% pada bulan Januari tahun ini. Selama tiga tahun pertama tahun ini sekitar 24.000 wisatawan Rusia ke Turki---60% kurang dari tahun lalu.

Pada saat yang sama, dibandingkan dengan tahun 2015, total ekspor Rusia ke Turki pada bulan Januari tahun ini turun sekitar 29,5%. Dari sini kita dapat melihat Rusia telah menyakiti musuh, tetapi juga telah lebih banyak menyakit diri sendiri.

Sanksi ekonomi Rusia melawan Turki juga telah menjadi pedang bermata dua. Sementara menyakiti Turki, di lain pihak juga tak terhindarkan menyulitkan ekonomi Rusia sendiri. Menurut analis setelah lebih dari setengah tahun beroposisi “tebal muka” tampaknya bukan menjadi begitu penting lagi. Yang penting menemukan alasan yang memungkinkan kedua negara untuk berhenti bermusuhan. Cepat memulihkan hubungan ekonomi dan perdagangan yang normal diantara mereka adalah bisnis yang nyata.

Hal pertama ekonomi, Turki sebenarnya merupakan mitra ekonomi dan perdagangan penting dari Rusia dan investor penting dari Rusia. Setelah hubungan Turki-Rusia memburuk, perdagangan, pariwisata, investasi dan proyek-proyek teknik lainnya dari kedua negara terpengaruh. Bagi Rusia yang saat ini sedang mengalami kesulitan ekonomi yang ekstrim, ini sebenarnya telah menyebabkan banyak kerusakan.

Aspek kedua, dalam hal energi, banyak orang tahu bahwa Turki sangat membutuhkan gas alam Rusia, dan kebutuhan pasokan energi dari Rusia. Tapi di sisi lain, Turki juga merupakan pasar ekspor energi yang penting bagi Rusia. Dengan harga minyak yang rendah sekarang, dan harga gas alam juga jatuh tajam, mempertahankan pangsa pasarnya adalah sangat penting bagi Rusia.

Selain dari hubungan ekonomi dan perdagangan dari kedua negara, posisi geostrategis yang unik dari Turki bahkan lebih penting lagi bagi Rusia.

Pada kenyataannya, posisi Rusia saat ini tidak terlalu optimis. Rusia dan Barat telah memiliki konflik jangka panjang. Sejak krisis Ukraina, dan insiden Crimea pada 2014, hubungan NATO dengan Rusia telah rusak terpisah sepenuhnya. NATO dan Rusia telah terluka parah untuk rasa saling percaya mereka dalam keamanan. Kedua belah pihak terlihat semakin hari semakin kecendrungan ada peningkatan konflik militer.

Pada saat yang sama, sejak awal tahun 2014, Rusia yang telah mengalami sanksi ekonomi dari AS dan negara-negara Barat, telah berakibat penurunan nilai rubel sebesar 50%.

Pada 2015, pertumbuhan produk domestik bruto Rusia negatif 3,7% dan tingkat inflasi sebesar 13%. Pada bulan Januari 2016, tingkat inflasi mencapai 15%. Bagi Rusia yang mengandal mengekspor 70% dari minyak, dan harga minyak yang terus turun dan terus rendah telah menjadi pukulan yang berat bagi ekonomi nasionalnya.

Dalam situasi semacam ini, jika membuat hubungan Rusia-Turki memburuk bukanlah suatu rencana yang ideal.

Setelah Uni Soviet bubar, ekspansi ke timur NATO dan peningkatan kehadiran militer NATO di sebelah barat dan selatan Rusia dipandang oleh Rusia sebagai ancaman yang signifikan terhadap keamanan nasional Rusia.

Aspek lain adalah peran unik Turki dengan hubungannya dengan NATO dan AS, yang telah membuat Rusia merasa bahwa itu akan menjadi penahan penting bagi pengaruh strategis Rusia baik di Timur Tengah maupun di Kaukasus.

Pada kenyataannya, enam bulan yang lalu Turki sebagai bagian penting dari ekspansi ke timur NATO, Turki muncul sebagai lawan Rusia. Kini setelah kudeta yang gagal di Turki telah memberikan Rusia kesempatan bagi Rusia untuk mengubah status quo.

map-of-black-sea-countries-57af21b324afbd1c1c7ce86b.png
map-of-black-sea-countries-57af21b324afbd1c1c7ce86b.png
Para analis percaya bahwa bagi Rusia, jika keretakan mucul antara Turki dan NATO, “pertahanan” NATO terhadap Rusia akan memiliki lubang di selatan. Sejak Rusia ingin mengurangi tekanan strategis yang dihadapi di front Barat, dan agar Turki tidak mengambil bagian dalam kegiatan militer NATO di kawasan Laut Hitam (Black Sea), Rusia akan dipaksa untuk memperbaiki hubungan dengan Turki.  Dalam situasi semacam ini, memulihkan hubungan adalah satu pilihan yang baik.

Dengan terlihat seperti perpecahan telah muncul dalam hubungan Turki dan AS, Rusia telah memanfaatkan sepenuhnya konflik Turki dan AS ini untuk memisahkan hubungan mereka dan berpisah dengan NATO. Itu yang akan menjadi sesuatu bagi Rusia senang melihatnya. Ini merupakan kesempatan penting untuk secara aktif mengambil tindakan untuk melebarkan perpecahan diantara mereka.

Dari status mereka yang sudah siap berperang setengah tahun yang lalu, hingga berjabatan tangan dan berbicara perdamaian saat ini, dibalik rekonsiliasi Rusia dengan Turki, hal ini dikarenakan keduanya  masing-masing saling membutuhkan dengan situasi saat ini yang telah berubah.

Bagi Erdogan, membuat keburukan kepada Rusia tidak akan membawa manfaat, karena pintu ke Uni Eropa masih ditutup dan AS telah memberi bantuan kepada pasukan Kurdi yang menjadi rival lama “Ankara.” 

Bagi Putin, meskipun sulit untuk menelan kemarahan dia saat jet tempur Rusia ditembak jatuh, tapi dalam keadaan sekarang, dimana Barat sedang menolak Rusia, Turki mungkin satu-satunya yang akan menjadi pintu terobosan “Moskow” ke Barat.

ergogan-putin-1-57af21da24afbd9e1b7ce885.png
ergogan-putin-1-57af21da24afbd9e1b7ce885.png
Berapa Lama “Persahabatan” Rusia-Turki Akan Bertahan?

Pada 2 April 2016, wilayah yang disengketakan Azerbaijan dan Armenia : Teritori Republik Nagorno-Karabakh. Pernah mengalami konflik militer yang serius.

nagorno-karabakh-57af22152023bdb15b3b3d14.png
nagorno-karabakh-57af22152023bdb15b3b3d14.png
Kemenhan Armenia menyatakan bahwa Azerbaijan telah memobilisasi pesawat, tank, dan artileri pada malam pertama untuk menduduki Nagorno-Karabakh. Presiden Armenia – Serz  Sargsyan menyebutnya konflik ini merupakan konflik sengit sejak akhir tahun 1994.

Namun Kemenhan Azerbaijan mengatakan bahwa itu adalah artileri militer Armenia yang mulai menembak Azerbaijan, sejak itulah pertempuran mereka mulai, dan “Armenia telah melanggar gencatan senjata sebanyak 130 kali dalam semalam.”

Presiden Azerbaijan -- Ilham Aliyev memperingatkan: “Kita berperang untuk territori kita sendiri. Jika tentara Armenia tidak ingin mati, mereka harus keluar dari teritori Azerbaijan.”

ilham-aliyev-azerbaijan-president-57af224f8823bde51a7d15bc.png
ilham-aliyev-azerbaijan-president-57af224f8823bde51a7d15bc.png
Penduduk Azerbaijan mengatakan, ini bukan untuk pertama kalinya, sudah hampir 23 tahun, sejak genjatan senjata diumumkan pada tahun 1994. Sudah 23 tahun? Berhentilah menggunakan gencatan senjata untuk membohongi orang.

Nagorno-Karabakh terletak di Transkaukasia dan memiliki luas 4.400 kilometer persegi. Selama Uni Soviet, negara ini merupakan negara otonom di Azerbaijan tenggara, tetapi sebagian besar penduduknya orang Armenia.

Setelah Uni Soviet bubar, Azerbaijan dan Armenia saling berperang untuk berebut mengontrol wilayah Nagorno-Karabakh. Pada tahun 1994, kedua negara mencapai gencataan senjata yang komprehensif, tetapi sampai hari ini mereka tetap bermusuhan karena masalah Nagorno-Karabakh.

Perlu diketahui setelah konflik Nagorno-Karabakh ini, Erdogan dengan segera mengumumkan dukungannya untuk Azerbaijan.

Pada 3 April 2016, Erdogan dalam suatu wawancara mengatakan: “Kita akan mendukung Azerbaijan sampai akhir.” Ke-esokan harinya, Erdogan menegaskan bahwa Turki akan berdiri di sisi saudara Azerbaijan, dan sangat percaya Azerbaijan akan mengontrol Nagorno-Karabakh satu hari kelak.

Erdogan dalam pernyataannya mengatakan: “Mengenai bentrokan yang sedang berlangsung antara Armenia dan Azerbaijan, saya berharap Armenia akan menanggapi upaya Azerbaijan untuk menghentikan bentrokan senjata, tetapi jika tidak direspon, sejauh ini belum direspon, ini satu kejahatan dan kesalahan ada di pihak Armenia.”

Pada 4 April 2016 sebuah artikel di “Nezavisimaya Gazeta.” Rusia dengan judul “Perangkap Nagorno-Karabakh” menuliskan, Erdogan jelas ingin Putin memahami tanpa dia konflik Nagorno-Karabakh tidak akan berakhir.

Situs AS “anti-war.com” mengatakan konflik Nagorno-Karabakh adalah demensi lain dari konflik Rusia-Truki.

Konflik Nagorno-Karabakh terutama konflik yang melibatkan Armenia dan Azerbaijan. Armenia dan Turki adalah musuh lama, karena secara historis, ada kasus lama yang selama perang, pernah Turki membantai ratusan ribu orang Armenia dengan alasan perang.

Secara historis memang sudah ada beban berat, sehingga hubungan Armenia-Turki selalu ada kendala utama dan besar --- konflik-konflik Nagorno-Karabakh.

Tentu saja Turki akan berdiri berseberangan dengan Armenia dalam konflik Nagorno-Karabakh. Sedang Rusia adalah pendukung Armenia dalam konflik ini. Dari sini bisa jelas mendapat gambaran besar dari hubungan Rusia dan Turki.

Apa yang tercermin dalam konflik Nagorno-Karabakh adalah suatu konflik geopolitik antara Rusia dan Turki yang sulit untuk didamaikan.

tiga-negara-dari-transkaukasia-57af2285b4937366058b4569.png
tiga-negara-dari-transkaukasia-57af2285b4937366058b4569.png
Pada peta, tiga negara dari Transkaukasia: Georgia, Armenia, dan Azerbaijan, pada dsarnya merupakan delta yang terbalik. Georgia dan Azerbaijan masing-masing terletak di barat laut dan timur laut, dan jika kita ke utara ada District Rusia North Caucasian Federal, Chechnya, Ossetia Utara, dan Dagestan, dan ke selatan adalah Armenia.

Transkaukasia berbatasan dengan Laut Hitam di barat, dan Laut Kaspia di timur. Ini adalah salah satu daerah penghasil minyak terbesar di dunia. Transkaukasia berbatasan dengan Turki di selatan.

Dari situasi geografis, sangat mudah untuk melihat Transkaukasia merupakan hub strategis yang penting bagi Rusia untuk mengontrol koridor energi di Timur Tengah hingga ke selatan Laut Kaspia, serta untuk melindungi sisi yang lemah. Putin sangat tahu dengan baik situasi ini dan Erdogan juga tentu tahu tentang ini.

Sudah sejak lama, Rusia telah berupaya keras untuk mempengarahui atau bahkan mengontrol kawasan ini. Tapi kawasan ini pernah berada dalam lingkup tradisional pengaruh Kekaisaran Ottoman-Turki.

Jika Rusia mengendalikan kawasan ini akan mengancam keselamatan Turki. Tapi di sisi lain, bagaimana untuk memainkan kawasan ini utamanya akan mempengaruhi nasib Rusia.

tiga-negara-dari-transkaukasia-3-57af22ceb57a61ee20d45d02.png
tiga-negara-dari-transkaukasia-3-57af22ceb57a61ee20d45d02.png
Merasa Terancam Rusia—Turki Bersandar ke Barat

Sejak Republik Turki berdiri, mereka selalu menghadapi ancaman besar dari Uni Soviet dan Rusia. Itu sudah tidak diragukan lagi. Dan karena itu mengapa Turki memposisikan negaranya sendiri dengan AS, Eropa dan NATO. Alasan terpenting untuk kepentingan nasionalnya.

Pengamat melihat dalam lingkungan geopolitk demikian, sulit bagi Turki untuk membebaskan diri dari situasi saat ini untuk hubungan internasional sangat tidak mungkin, jadi meskipun kebijakan Turki sedang berayun balik, tapi tidak mungkin bagi mereka untuk menghancurkan hubungan AS-Turki dan Barat-Turki dengan menggantikan dengan Turki-Rusia.

Selain Nagorno-Karabakh, Crimea juga merupakan titik fokus dari kontes antara Turki dan Rusia.

Pada bulan Maret 2014, sebelum referendum Crimea untuk bergabung ke Rusia, Menlu Turki, Ahmet Davutoglu melakukan kunjungan mendadak ke Ukraina dan menyatakan dukungannya untuk Crimea tetap gabung dengan Ukraina.

Pada bulan Pebruari tahun ini, PM Turki, Ahmet Davutoglu selama pertemuannya dengan PM Ukraina, Arsenity Yatsenyuk bahwa dia masih percaya Crimea masih harus menjadi bagian dari Ukraina.

PM Ahmet Davutoglu  mengatakan : “Referendum Crimea tidak dapat diterima, karena melanggar integritas teritorial Ukraina dan melanggar kerangka konstitusional Ukraina, dan hukum internasional.”

Turki dan Rusia meningkatkan hubungan mereka, karena secara historis, mereka selalu berperang satu sama lain. Misalnya, dalam dua tahun terakhir, mereka telah berjuang banyak untuk Crimea. Tapi akhirnya Rusia telah mengambil Crimea. Jadi mereka itu sebenarnya sudah ratusan tahun bermusuhan dan memiliki akar konflik.

Sudah dalam waktu yang lama, Rusia menghadapi situasi maritim yang serius dan sulit. Di sebelah utara pantai terbuka panjang adalah Samudra Atartik yang selalu ditutup es. Satu-satunya pelabuhan yang hangat di wilayahnya di sepanjang pantai Laut Hitam. Selat Bosphirus yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Mediterania ada ditangan Turki.

map-of-black-sea-countries-1-57af22f9f396733e1e9111d3.png
map-of-black-sea-countries-1-57af22f9f396733e1e9111d3.png
Secara historis, telah terjadi serangkaian perang antara Rusia dan Turki untuk saling berebut untuk mengontrol Laut Hitam, yang paling penting dari sepuluh perang terjadi pada 200 tahun lalu pada abad 17 dan 19.

perang-turki-rusia-1877-57af232524afbd811c7ce864.png
perang-turki-rusia-1877-57af232524afbd811c7ce864.png
Rata-rata terjadi perang skala besar berselang 20 tahunan. Hasil dari perang ini kebanyakan Tsar Rusia berhasil memperluas wilayahnya, sementara Turki secara bertahap menurun.

Hubungan Rusia-Turki ini dibayangi dengan latar belakang 300 tahunan dendam antar dua negara ini. Ilustrasi diatas menggambarkan bagaimana hubungan Rusia-Turki ini adalah mutli-directional, tapi tidak ada perubahan fundamental, itu terjadi karena satu peristiwa terjadi pada waktu tertentu saja.

Jadi kita bisa melihat bahwa meskipun hubungan Rusia-Turki saat ini telah mengalami beberapa berubahan halus, mereka sekali lagi meningkat dan mencair. Tapi berhubung perbedaan geopolitik jangka panjang, termasuk Turki bergabung dengan NATO, ini hanya semacam pembatasan strategis. Hal ini hanya terbatas dengan adanya perbaikan hubungan Rusia-Turki.

Saat ini tampaknya Turki akan menajuhkan diri dari Barat, dan melihat Rusia sebagai mitra yang menguntungkan. Tetapi jika melihat sejarah panjang konflik geopolitik antar kedua negara ini, meskipun hubungan Rusia-Turki menghangat, tapi tingkat persahabatan mereka masih dibayangi keragu-raguan antara “setengah musuh dan setengah kawan.”

Jadi, bagaimana Turki akan memainkan peran antara barat dan Rusia? Efek apa yang akan terjadi dengan meningkatnya hubungan Rusia-Turki terhadap situasi di Timur Tengah?

Sebagai negara utama di Timteng, Turki memainkan peran penting dalam situasi geopolitik di Timteng. Dalam hal memerangi “ISIS” apakah dengan Turki berkabung dalam peperangan ini akan langsung mempengaruhi pertempuran ini?

Setelah terjadi makin dekatnya dengan Rusia, apakah Turki dapat mengambil keuntungan dari situasi memperbaiki hubungan dengan permintahan Bashar al-Assad di Syria dan membantu memulihkan stabilitas di Syria secepat mungkin akan sangat mempengaruhi arah masa depan situasi di Timur Tengah.

Dengan pendulum berayun kembali ke Rusia, untuk batas tertentu pada saat yang sama, mungkin akan menyebabkan reaksi berantai dan memaksa Turki untuk menyesuaikan kebijakan untuk Syria. Misalnya selama beberapa tahun terakhir, Turki telah bersikeras untuk menggulingkan pemerintah al-Assad. Mungkin kini akan fleksibel, sehingga kebijakan tersebut akan membawa efek yang berkelanjutan dalam mempengaruhi situasi di Timur Tengah.

erdogan-letter-to-putin-57af23528423bd641bd26fb8.png
erdogan-letter-to-putin-57af23528423bd641bd26fb8.png
Hubungan baik Rusia-Turki membaik telah membawa harapan untuk masalah Syria. Penggamat Syria telah menunjukkan hari-hari Turki meminta maaf ke Rusia mungkin pemerintah Turki akan mengubah kebijakan terhadap Syria, serta mungkin juga menjadi sinyal positif bagi masalah Syria.

Turki merupakan koridor utama bagi teroris untuk masuk ke Syria, jika Turki menghentikan teroris memasuki wilayah Syria, krisis Syria diharapkan bisa diselesaikan. Perlu disebutkan dalam surat Erdogan kepada Putin untuk minta maaf, Erdogan juga menyatakan kesediaanya untuk menerima proposal apapun. Ini mungkin berarti bahwa Turki akan mengikuti sikap Rusia dan mengubah posisi untuk kebijakan Syria dari yang sebelumnya

binali-yildirim-pm-turki-1-57af237ed89373f9199eb6e4.png
binali-yildirim-pm-turki-1-57af237ed89373f9199eb6e4.png
Pada 14 Juli, 2016, PM Turki—Binali Yildirim mengatakan bahwa Turki akan memulihkan hubungan normal dengan Syria, dengan mengatakan: “Kita perlu stabilitas di Syria dan Irak untuk keberhasilan kontraterorisme. Sama seperti kita telah memulihkan hubungan dengan Israel dan Rusia, saya yakin bahwa kita harus memperbaiki hubungannya dengan Syria.”

Vladimir, seorang  Expert and Reseacher of Russian Policy , mengatakan: “Turki telah menyadari dirinya benar-benar terisolasi di kawasan tersebut dan semakin akan terasing dari dunia, dan kebijakan terhadap Syria dalam lima tahun terakhir telah runtuh. Jadi sekarang waktu yang tepat untuk dirubah. PM Ahmet Davutoglu yang menjadi arsitek utama kebijakan Turki-Syria, itu menjadi indikasi bahwa dia sedang mencari solusi pada Syria dan khususnya dengan Rusia.”

vladimir-57af23a8b49373b3068b4569.png
vladimir-57af23a8b49373b3068b4569.png
Sejak 21010, kebijakan luar negeri Turki telah dengan cepat disesuaikan, dari kebijakan “no problem with neighbors (tidak ada maslah dengan tetangga)” telah berubah menjadi kebijakan “problems with its neighbors (banyak masalah dengan tetangganya).” Kebijakan luar negeri yang salah juga telah meningkatkan turbulensi di dalam negeri Turki.

Beberapa analis percaya bahwa setelah kudeta gagal kali ini, kebijakan luar negeri Turki akan disesuaikan sekali lagi—dengan meningkatkan hubungan dengan Rusia, juga akan meningkatkan hubungan dengan Iran, Irak dan Syria.

Binali Yildirim mengatakan: “Kita akan meningkatkan jumlah tema-teman kita dan menurunkan jumlah musuh. Kita akan terus berkerja dalam arah ini, dan tidak akan memperlambat kecepatan kita.”

Apakah setelah Turki dan Rusia tumbuh lebih dekat, itu akan berarti Turki akan menjadi lebih jauh dari AS dan Barat?

Wartawan Truki, Buray Mert percaya bahwa tujuan utama Truki dalam upaya memperbaiki hubungan dengan Rsuia adalah untuk menebus memburuknya hubungan dengan Barat, dan juga untuk mencari suara yang lebih besar di KTT NATO, karena topik sentral dari pertemuan puncak NATO yang diadakan awal Juli adalah “bagaimana menghadapi ancaman Rusia.”

Turki berharap dengan pasti untuk mendapatkan semua manfaat dari itu, tapi yang pasti tidak akan meninggalkan NATO. Dengan berada dalam NATO maka akan mendapat bantuan dari AS dan peralatan dari AS, sehingga memiliki perlindungan jika terjadi konflik dengan negara-negara regional lainnya. Dan Turki ingin memperbaiki hubungan dengan Rusia sedapat mungkin, karena dengan ini bisa jadi untuk nilai tawar menawar dengan Barat.

Analis percaya hubungan Turki-Rusia akan menghadapi banyak kesulitan untuk menjadi sekutu yang intim dan cairnya es kali ini hanya terbatas.

Selcuki Colakoglu, Wakil Presiden Organisasi Internasional Penelitian Strategis (USAK/ International Strategic Research Organization) dan Direktur USAK Pusat Asia-Pasifik mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, perbedaan-perbedaan mendasar strategis telah menyebabkan gesekan antara Turki dan Rusia terus meningkat mengenai isu-isu Crimea, Ukraina, dan Syria.

Gesekan ini telah membentuk menjadi konflik besar dalam hubungan Turki-Rusia. Ini akan memakan waktu bagi hubungan mereka untuk kembali ke tingkat itu sebelum insiden ditembak jatuhnya jet tempur.

Selain itu, semakin dekat ke Rusia, tidak berarti bahwa disini telah terjadi perubahan dalam inti kebijakan luar negeri Turki.

prof-dr-hueseyin-bagci-57af23eed67a61bd1707b294.png
prof-dr-hueseyin-bagci-57af23eed67a61bd1707b294.png
Prof. Dr Hüseyin Bağci, Direktur Departemen Hubungan Internasional di Timur Tengah Universitas Teknik di Turki, percaya bahwa saat ini, kemunduran dan konflik antara Turki dengan Eropa dan AS mungkin hanya penyesuaian sementara untuk lingkungan yang unik tertentu.

Beberapa analis bahkan telah menunjukkan bahwa Turki adalah merupakan garis pertahanan paling timur dari semua anggota NATO. Sikap AS menunjukkan relatif merendah pada Turki, dan AS tidak akan mudah menyerahkan lokasi strategis penting dari Turki ini.

Turki adalah salah satu potong anak catur pertahanan paling timur NATO, Turki memiliki beban yang sangat berat bertumpuh dibahunya. Jika sampai Turki menyerah atas peran ini, dan mulai berpihak ke Rusia, AS dan Eropa tidak akan membiarkan itu terjadi.

Jadi analis dan pengamat pikir tindakan ini tidak mungkin terjadi karena hal tersebut diatas, tapi itu mungkin untuk memberi tekanan tidak langsung kepada AS untuk mengurus dan mempertimbangkan lebih untuk Turki, ketika berurusan dengan isu Kurdi dan posisi Turki. Yang mungkin tujuannya, jika kebijakan AS berkompromi dan sejalan dengan Turki, dan memberi imbalan kepada Turki, maka kebijakan Turki mungkin akan disesuaikan kembali ke posisi yang tepat.

Analis memperkirakan Turki masih akan melihat hubungannya dengan Barat sebagai yang paling penting untuk strategi luar negerinya, menyesuaikan dan meningkatkan hubungan dengan Rusia hanya ayunan kembali ke kebijakan tahun lalu, dan hanya addendum aliansi dengan Barat.

Beberapa terbitan media melukiskan Putin dan Erdogan sebagai dua orang dengan punggung mereka membelakangi dinding membuat perdamaian sebelumnya. Memang benar bahwa peningkatan cepat hubungan antara Rusia dan Turki sebagian besar merupakan pilihan strategis sementara dilakukan setelah kedua negara karena mengalami hambatan dalam diplomasi dengan Eropa dan AS.

Tapi bagi Turki, banyak analis percaya bahwa kebijakan luar negerinya intinya arah ke Eropa dan AS, tidak akan mengalami perubahan besar. Mengenai isu-isu Syria dan Nagorno-Karabakh, Rusia dan Turki masih memiliki perbedaan yang mendasar.

Karena itu, walaupun hubungan Turki-Rusia terlihat bergerak naik, tapi akan berapa lama hubungan politik mereka ini bertahan dan akan berapa jauh. Apa yang dapat kita lihat perbaikan cepat hubungan Rusia-Turki pasti akan membuat Eropa dan AS tidak senang, dan perubahan dalam hubungan mereka akan mempengaruhi semua bagian papan catur di Timur Tengah, yang akan membuat persaingan geopilitik ini bahkan lebih intens.

12 Agustus 2016.

Suchya Tjoa

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar dan Dalam Negeri

https://www.rt.com/news/348562-putin-erdogan-turkey-pilot/

http://news.detik.com/internasional/3273256/erdogan-ancam-as-pilih-turki-atau-fethullah-gulen?_ga=1.267050958.1579460470.1408608432

http://en.kremlin.ru/events/president/news/52282

http://www.mountainous-karabakh.org/maps.html#.V65l4_l95dg

https://en.wikipedia.org/wiki/Nagorno-Karabakh_conflict

http://nationalinterest.org/blog/the-buzz/nagorno-karabakh-isnt-disputed-territory%E2%80%94its-occupied-16141

http://www.rferl.org/content/background-nagorno-karaback/26514813.html

http://osce-network.net/members/institutions/middle-east-technical-university-metu-department-of-international-relations/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun