Latar belakang Yanai yang diragukan kenetralannya, Shunji Yanai bergabung Kemenlu Jepang pada tahun 1961 dan untuk 40 tahun berikutnya. Ia memegang banyak posisi, pernah sekali mengambil bagian dalam urusan sensitif seperti masalah Pulau Diaoyu dengan Tiongkok, dan perjanjian keamanan Jepang-AS.
Pada bulan Oktober 2001, Yanai pernah ditegur keras dan dibebaskan dari posisinya, karena terlibat skadal penggelapan dana dinas rahasia diplomatik.
Tapi Yanai yang reputasinya banyak dipertanyakan mendapat rekomendasi dari otoritas Jepang untuk menjadi seorang hakim ITLOS pada tahun 2005, dan menjadi presiden ITLOS pada tahun 2011-2014.
Apa yang membuat tribunal ini bahkan tidak resmi adalah beberapa ahli hukum dan saksi ahli menarik keterangan mereka kembali selama persidangan, meskipun yang tadinya mempertahankan pandangannya cukup lama.
Pada bulan Nopember 2015, selama persidangan, seorang saksi ahli Filipina Prof. Clive Schofield berubah pikiran pada sikap akademiknya yang sebelumnya diberikan untuk Pulau Taiping adalah sebuah pulau, yang tadinya menyebutkan sebagai “beting” dalam kasus ini.
Tapi, selama sidang trinual, ia membantah pendapatnya sendiri, dan mengatakan bahwa tidak ada dari Kepulauan Nansha yang bisa menghasilkan ZEE atau landas kontinen.
Juga Prof. Alfred H.A. Soon dari Belanda telah mengklaim untuk waktu lama untuk menentukan status hukum pulau dan beting itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari menentukan batas-batas maritim. Tapi setelah ia menjadi seorang ahli hukum di tribunal sementara ini, profesor ini berubah sikapnya, dan percaya bahwa status hukum pulau dan beting bisa terlepas dari masalah batas maritim, dan kemudian dengan “jahatnya” dielakan kategori pengecualian Tiongkok mengenai batas-batas maritim untuk Filipina.
Apa yang menyedihkan menurut para pakar bahwa tribunal sementara ini menggunakan sarannya tanpa melakukan penyelidikan atau diskrimisnasi. Jadi analis dan pengamat serta pakar ada yang mempertanyakan siapa kiranya yang akan mendukung tribunal ini? Bahkan ada yang menuduh bahwa tujuan mereka hanya mencari duit, dan mengabaikan keprofisionalannya.
Lalu siapa yang mengalokasikan dana untuk membayar mereka? Filipina atau negara lain. Karena sistem disana sangat lain dan berbeda dengan ICJ atau ITLOS.