Tiongkok menganggap mereka yang pertama menemukan, memberi nama, dan mengembangkan dan menggunakan pulau-pulau di LTS dan perairan disekitarnya. Tiongkok bisa menunjukkan bukti sejarah yang paling awal menerapkan yurisdiksi berdaulat yang berkelanjutan secara efektif dan terus menerus dan damai diperairan sekitarnya, membangun kedaulatan atas kepulauan LTS dan kepentingan yang terkait di daerah ini.
Namun, tribunal arbitrase LTS berpendapat bahwa hak sejarah Tiongkok atas sumber daya di lingkup “garis putus sembilan” di LTS tidak memiliki dasar hukum. Jadi Tiongkok mempertanyakan apa itu hak-hak sejarah? (bagi tribunal sementara ini)
Menurut pandangan pakar luar, dari perspektif akal sehat dalam hukum internasional, hak sejarah adalah bagian dari hukum internasional, dan “UNCLOS” harus menghormati dan memanfaatkan konsep definisi hukum internaisonal dari hak sejarah.
Sebab dalam beberapa artikel (pasal) dalam “UNCLOS” tertuliskan dan menghormati itu. Dalam pasal ini di “UNCLOS” ketika melibatkan hal sejarah, hak sejarah, kepemilikan sejarah, sejarah teluk, dan hak-hak sejarah nelayan, merupakan prioritas dan lebih tinggi dari apapun.
Jadi dengan kata lain, ini membuktikan bahwa “UNCLOS” menghormati hak sejarah, dan mengakui dan menerapkan hal ini.
Arbitrase Kasus # 3 :Memfabrikasi Dasar Hukum Dengan Menybutkan Pulau Beting. “Fabrication of Legal Basis, Calling Islands Shoals.”
Tribunal sementara ini berpendapat bahwa seluruh pulau dan beting di LTS berada diatas permukaan air pada saat air pasang tinggi termasuk Pulau Taiping (太平岛), Zhongye (中业岛), Xiyue (西月岛), Nanwei (南威岛), Beizi (北子岛), Nanzhi (楠梓岛 ) yang secara hukum “beting” yang tidak dapat menghasilkan/memgenerasikan ZEE dan landas kontinen. (Shoal=Beting : tempat dangkal dalam air laut. Elevasi berpasir berada dibawah badan air atau palung laut)
Berkenaan dengan kebenaran dari ketinggian pulau dan beting, tribunal sementara ini percaya bahwa ini disasarkan pada kapasitas tujuan pulau atau berting, apakah sudah atau tidak berada di bawah kondisi alam, apakah dapat mempertahankan komunitas stabil tanpa bergantung pada sumber daya eksternal atau oparasi ekonomi seperti operasi pertambangan murni (maksudnya bisa menunjang kehidupan mandiri tanpa harus ada pasokan dari luar.)
Ahli dan pakar hukum luar percaya bahwa penafsiran ini murni subyektif.
Pasal 121 “UNCLOS” menentukan apakah itu beting. Beting yang tidak dapat mempertahankan untuk tempat tinggal atau kegiatan ekonomi lainnya tidak dapat menghasilkan atau mengenerasi ZEE atau batas kontinen. Berdasarkan standar ini, para pakar mengatakan tribunal sementara ini telah mengarang apa yang disebut “dasar hukum” dalam “UNCLOS” kata-kata “tidak dapat mempertahankan tempat tinggal manusia,” dan itu ditafsirkan sebagai”tidak mampu mempertahankan komunitas mansuia yang stabil.” (Article 121 of the “UNCLOS” determines what shoals are. Shoals that cannot sustain habitation or other economic activities cannot generate EEZs or continental shelves. Based on this standard, the tribunal fabricated a so-called “legal basis” that the “UNCLOS” says “not maintain human habitation,” and it interpreted it as “being unable to maintain a stable human community.”)