Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prestasi Kontra-Terorisme AS & Rusia, Latar Belakang Aliansi Pimpinan Arab Saudi, “ISIS” Mulai Ambruk (4)

18 Januari 2016   18:41 Diperbarui: 18 Januari 2016   18:45 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini yang meningkatkan kesulitan dalam memerangi “ISIS” di Timteng. Karena selain harus memerangi terorisme, tapi juga harus mempertimbangkan untuk menekan pengaruh dari negara lain, untuk menghentikan mereka dari berkembang pesat di kawasan ini atas nama kontraterorisme.

Hal seperti ini tidak diragukan lagi akan menyebabkan target untuk mengeliminasi “ISIS” akan menjadi proses yang panjang dan lambat.

Namun dengan terjadinya serangan teroris Paris (oleh “ISIS”) 13 Nopember 2015, yang menjadi serangan teroris paling parah di dunia Barat setelah insiden 11 September 2011 di AS. kelompok ektrimis bahkan mengancam akan meledakan Gedung Putih, dan membunuh Presiden AS Barack Obama dan Presiden Prancis Francois Hollande.

Prancis menyatakan ‘Negara Dalam Keadaan Perang’ dan semua negara Eropa secara aktif mendukung. Bagi kekuatan Eropa, bahaya kelompok ekstrimis “ISIS” akhirnya dianggap melampaui Rusia dan Presiden Syria—Bashar al-Assad untuk menjadi “orang yang paling dicari di dunia” (the world’s most wanted). Dalam menghadapi musuh utama terorisme, kritik AS untuk Rusia secara bertahap memudar.

Pada 24 Nopember 2015, dalam konferensi pers Sekretaris Pers Gedung Putih AS, Josh Earnest mengatakan bahwa AS tidak akan mengakhiri sanksi terhadap Rusia untuk ditukar dengan perluasan operasi kontraterorisme di Syria. Namun AS dan Rusia akan terus memperkuat kerjasama mereka dalam memerangi kelompok ekstrimis “ISIS” di Sryia.

Pada 1 Desember 2015, Presiden AS Barack Obama mengatakan bahwa ia berharap Rusia akan bergabung dengan koalisi yang dipimpin AS untuk memerangi “ISIS.”

Pada 15 Desember 2015, Menlu AS, John Kerry tiba di Moskow dimana  ia berbicara dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov, dan kemudian bertemu dengan Presiden Rusia--Valdimir Putin.

 

Kerry sempat bertemu 3 jam 7 menit dengan Putin, dan apa yang terjadi dalam pertemuan itu, secara bertahap terungkapkan. Satu hal yang Putin tegaskan untuk pemerintahan transisi di masa depan Syria, al-Assad harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilu 2017, dan ia yakin bahwa  Basahar al-Assad akan memenangkan pemilu.

Tentu saja, Kerry tidak setuju dengan pandangan Putin, namun kedua belah pihak telah saling memberi ruang lain untuk masalah ini. Mereka berdua percaya bahwa rakyat harus memilih.

Pada 18 Desembar 2015, di Dewan Keamanan PBB, Menlu AS Kerry mendapat giliran menjadi tuan rumah pertemuan pada masalah Syria.

Dalam resolusi proses perdamaian Syria dengan suara bulat diluluskan oleh Dewan Keamanan PBB, AS, Rusia dan negara-negara mencapai konsensus untuk memerangi terorisme “ISIS”, dan AS melepaskan kondisi yang meminta Presiden Syria Bashar al-Assad harus dipaksa mundur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun