Ketegangan Arab Saudi & Iran
Pada 2 Januari 2016, Arab Saudi mengeksekusi seorang Imam Syiah Nimr Baqir al-Nimr yang terkenal memicu kemarahan Iran. Pada malam ke-3 warga Iran menyerbu kantor konsulat Arab Saudi dan membakarnya. Selanjutnya Arab Saudi mengumumkan mereka memutuskan semua hubungan dengan Iran, keputusan mendadak yang menggemparkan masyarakat internasional. Dan Indonesia mencoba mengirim ulama untuk bisa mendamaikan mereka. (Apa latar belakang dari ketegangan ini akan dibahas dalam tulisan lain kemudian.)
Kedua “musuh” yang memang memiliki dendam lama oleh konflik agama, telah mengelupas lukanya kembali pada waktu yang kiritis di situasi yang penuh gejolak di Timteng.
Banyak komentator percaya Arab Saudi dan Iran merupakan kekuatan utama di Timteng, dan dianggap klompotan di balik serangkaian perang sipil dan situasi tegang di Timteng.
Konflik antara Arab Saudi dan Iran terlihat ditingkatkan di medan perang Syria. Arab Saudi menjadi pendukung utama dari kekuatan oposisi, dan militer Sryia telah menerima banyak bantuan persediaan dan amunisi dari milisi Syiah yang didukung Iran. Arab Saudi menuduh al-Assad melaksanakan genosida dan menyebut Iran “penjajah.”
Iran membalas dengan tuduhan serius dengan mengatakan “Arab Saudi mendukung terorisme.” Saat kedua negara memutuskan hubungan, Arab Saudi membentuk aliansi kontraterorisme, sehingga konflik mereka yang tadi berada di bawah meja kini pindah di atas meja.
Tiga minggu lalu, Arab Saudi membentuk aliansi militer kontra terorisme dengan negara-negara Arab termasuk Mesir, Qatar, Emirat Arab dan negara-negara Islam seperti Turki, Malaysia, Pakistan dan bahkan beberapa negara Afrika. Tapi Iran, Irak dan Syria tidak ada dalam daftar ini.
Banyak orang mempertanyakan kepada siapa aliansi ini sebenarnya ditujukan? Hal ini tidak diarahkan kepada AS, dan bukan untuk membagi loyalitas kepada AS. analis melihat ini diarahkan kepada Rusia, Iran, Syria, dan Hizbullah di Lebanon serta pemerintah sentral Irak, untuk membentuk apa yang dalam kenyataannya sebagai oposisi regional dengan anti-Syiah dan aliansi anti-”ISIS” yang didukung kekuatan eksternal--Rusia.