Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Putin vs Erdogan- Keras vs Keras & Permainan Geopolitik Kekuatan Utama (3)

4 Januari 2016   09:47 Diperbarui: 4 Januari 2016   09:47 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, hubungan ekonomi yang erat ini masih belum bisa memenangkan kepercayaan politik bersama. Sentimen nasionalis, dendam sejarah telah mejadi duri dalam daging bagi mereka.

Di tahun 2013 menurut jajak pendapat opini publik yang dilakukan BBC, 30% dari orang Turki memiliki pandangan positif untuk Rusia, sementara 40% memiliki pandangan negatif. Dan sejauh mengenai keamanan  regional, Selat Turki, Krimea dan Kaukasus selalu menjadi poin abadi konflik antara Rusia dan Turki.

Setelah Uni Soviet bubar, tampaknya ada harapan akan berkembangnya hubungan Rusia-Turki menjadi normal. Namun ternyata sulit terjadi, karena setelah Uni Soviet bubar, Rusia dan Turki masih membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menangani hubungan geografis antara mereka.

Antara Rusia dan Turki memang telah memiliki dendam yang yang sudah berabad-abad lamanya, Seperti ada filsuf yang mengatakan. Sejarah mungkin mencerminkan realitas, tetapi tidak dapat sepenuhnya mengendalikan realitas.

Jika kita menelusuri asal-usulnya, saat ini sikap saling keras-kerasan antara kedua negara ini tampaknya tidak ada menunjukkan tanda-tanda yang meredahkan, dan sebenarnya konflik umum antara kedua negara realitasnya berada pada kepentingan di Timteng. Jadi kontes antara dua “negara keras” ini masih belum berimbang, atau satu sisi masih jelas lebih unggul dari lainnya?

“Turki telah menggunakan metode keras untuk berkontes di lingkup kekuasaan di Timteng. Setelah Turki menembak jatuh jet tempur Rusia dan “mengirim pasukan” ke Irak. Analis Das Erste TV, Jerman menyatakan, Turki bersikap keras akhir-akhir ini karena ingin menunjukkan kepercayaan diri sebagai “kekutaan utama di Timteng.” 

Secara historis, Ottman pernah suatu kali memerintah dengan sukses dalam waktu yang lama. Hal ini sebagai “konotasi sejarah”  yang mengisi pikiran orang Turki, dengan impian revitalisasi untuk menjadi kekutaan utama.

Setelah Uni Soviet bubar, Laut Hitam, Kaukasus, Asia Tengah dan bekas wilayah Uni Soviet lainnya terjadi kekosongan geopolitik. Dan Turki mengambil kesempatan ini untuk keuntungan geopolitik dan budaya dengan ceroboh untuk memperluas pengaruhnya.

Erdogan Bermimpi

Semua orang mengetahui sejak Erdogan berkuasa, dia sebagai PM selama lebih dari 10 tahun, dan sekarang dia sebagai Presiden-Erdogan yang memiliki ambisi nasional, ada sedikit seperti apa yang orang Barat katakan neo-Ottomanisme.

Dia ingin mengembalikan kemuliaan yang dulu pada abad ke-15, ketika Kekaisaran Ottoman membentang dari Eropa, Asia dan Afrika. Kekuatan nasional Turki sebenarnya tidak dapat mendukung amabisi itu, tapi ketika seseorang telah memiliki ide itu dalam benaknya, tampaknya sangat sulit untuk berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun