Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguak Penyebab Serangan Terroris Paris “Friday The 13th” (2)

29 November 2015   09:49 Diperbarui: 29 November 2015   10:52 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rangkaian Serangan Terorisme di Eropa

Pada bulan Maret 2012, seorang pria bersenjata yang berafiliasi dengan Al Qaeda menewaskan tiga anak sekolah Yahudi di Toulouse, di selatan Prancis.

Pada Mei 2013, dua ekstrimis yang terpengaruh Al Qaeda dengan kejam membunuh seorang tentara Inggris di London.

Pada bulan Mei 2014, pasangan Israel dan wanita Prancis ditembak mati oleh seorang pria bersenjata dengan sanapan mesin ringan di Museum Yahudi Belgia di Brussel. Pembunuhnya berafialasi dengan organisasi Jihad.

Pada tanggal 7 Januari 2015, markas “Charlie Hebdo” Paris diserang, dan 12 orang termasuk pimpinan redaksi, kehilangan nyawa mereka.

Beberapa serangan lainnya terjadi di Prancis setelah itu. Selain adanya lubang dalam sistem memantauan mereka, Prancis dan negara-negara Eropa lainnya menghadapi masalah yang lebih sulit dipecahkan.

Dalam serangan teroris di Prancis, kita bisa melihat sampai batas tertentu dikarenakan perbatasan yang terbuka antara negara-negara Eropa.

Persetujuan Schengen

Pada bulan Juni 1985, total ada lima negara termasuk Jerman dan Prancis menandatanagni “Schengen Agreement” di Schengen, sebuah kota kecil di perbatasan Luksemburg, yang menyatakan negara-negeara yang telah menandatangani perjanjian  ini tidak akan melakukan permerikasan perbatasan bagi warga masing-masing, dan jika orang asing telah menerima visa Schengen, mereka bisa bepergian dengan bebas ke seluruh wilayah negara-negara Schengen. Jadi boleh dikatakan Eropa tidak memiliki batas apapun.

Hingga 2015 negara-negara Schengen sudah termasuk : Austria, Belgia, Czech Republik, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Eslandia (bukan negara Uni Eropa), Italia, Latvia, Liechtenstein (bukan negara Uni Eropa), Lithuania, Luksemburg, Malta, Belanda, Norwegia (bukan negara Uni Eropa), Polandia, Potugal, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss (bukan negara Uni Eropa).

Jadi seseorang bisa sehari di Belanda dan hari berikutnya di Italia atau Austria, dan pergi ke Prancis. Sehingga sulit untuk melacak mobilitas seseorang, sehingga menyulitkan bagi polisi suatu negara, diperlukan kerjasama yang luas bagi Eropa.

Tetapi dalam kenyataanya kerjasama antara kepolisian dan kontra-terorisme dari negara-negara Eropa tidak cair.

Suatu sore pada 21 Agustus 2015, kereta internasional sedang melakukan perjalanan dari Armsterdam di Belanda ke Paris, Prancis. Sementara saat melewati Belgia, beberapa teroris bersenjata AK-47 mencoba menembak penumpang, tetapi dapat dicegah dan dibekuk oleh 3 penumpang yang kebetulan tentara AS, sehingga tragedi terhindar.

Teroris bernama Ayoub El Khazzani sebelumnya memang pernah melakukan kejahatan, polisi Spanyol telah memiliki data intelijen bahwa dia pernah berjihad ke Syria sebelum kembali ke Prancis, untuk “melakukan sesuatu misi besar” tetapi tidak dapat memberi informasi kepada rekannya di Prancis pada waktu yang tepat.

Sejak Perjanjian Schengen negara-negara Eropa telah terintegrasikan, tapi tidak untuk masalah terorisme dan kontra-terorisme, khususnya untuk langkah-langkah intelijen kontra-terorisme.  Jika langkah-langkah ini tidak terintergrasikan, maka hubungan atau link terlemah dari wajah kontra-terorismenya akan sangat terlihat.

Jika hanya Eropa saja akan tidak cukup, negara lain harus terlibat juga. Sebagai contoh di masa lalu, Prancis mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa yang telah dilakukan para jihadis di luar perbatasannya atas warganya. Alasannya sebenarnya dengan asumsi, jika mereka melakukan jihad di luar negeri, dan mereka telah punya reputasi buruk pada rekam jejak mereka, mereka seharusnya dilarang masuk kembali ke negara itu.

Tetapi karena Prancis telah memutuskan semua hubungan diplomatik dengan pemerintah Syria, sehingga Prancis tidak memiliki informasi apapun tentang apa yang warganya lakukan di Sryia, dan bahkan tidak tahu jika warganya telah melintasi perbatasan, Prancis tidak tahu apa yang warganya lakukan. Sehingga ketika mereka datang kembali ke Prancis masih mengizinkan mereka untuk masuk kembali ke negara itu.

Jadi dalam kenyataanya jika Anda tidak bekerjasama dengan orang lain, dan hanya mengandalkan diri sendiri, bagaimana Anda bisa menangani dan memperoleh informasi ini, bagaimana Anda bisa melakukan kontra-terorisme?

Pada 13 November, Prancis telah menjadi korban, tetapi seluruh Eropa menghadapi ancaman. Saat ini, sistem politik global modern antar-regional yang diwakili Eropa menghadapi resiko keamanan global utama.

Dengan adanya pengendoran atau releksasi kontrol perbatasan, frekuensi pergerakan personel, heterogenisasi domestik negara berdaulat, dan meningkatan diversifikasi, sistem keamanan asli dalam negara berdaulat telah terbebani.

Eropa telah mempercepat proses integrasi, ini yang menyebabkan sistem keamanan Eropa menghadapi tantangan yang sebelumnya tidak pernah terjadi: koordinasi dan kerjasama antara beberapa kedaulatan.

Kita bisa melihat adanya masalah ini dengan ada tiga dukungan utama untuk Eropa, selain Uni Ekonomi dan Moneter, masih ada dua lainnya yaitu Kebijakan Keamananan dan Kebijakan Luar Negeri Biasa, serta pilar lain yaitu Kerjasama Polisi dan Peradilan, dan kerjasama dari pemerintah domestik.

Memang, integrasi ekonomi lebih lanjut akan merupakan garis depan dan hal terpenting, namun diplomasi antar mereka juga perlu didorong ke depan. Yang terburuk sering kali terjadi pada internal pemerintah dan masalah peradilan, karena sebagian hal-hal ini menyentuh masyarakat dan kehidupan negara yang berbeda, jika sudah menyentuh masalah ini sangat sulit untuk mau berkompromi, kerena setiap negara memiliki situasinya sendiri, sehingga sulit untuk diatur untuk suatu konsolidasi.  

Seperti diketahui kini situasi kontra-terorisme Eropa sedang mengalami perubahan, jika diperlukan negara-negara bekerjasama maka yang diperlukan adalah efisiensi. Dan semua kita tahu masalah intelijen sangat sensitif terhadap waktu.

Operasinya harus tepat dan pas. Dengan adanya banyak negara bekerjasama, kadang tetap tidak bisa membantu, karena sering menyentuh beberapa masalah pemerintah dan masalah efisiensi. Juga hal semacam ini juga menyentuh pada yuridiksi masing-masing negara. Sehingga sering tidak bisa menghindari perselisihan pada titik yang kadang tidak jelas, hal-hal inilah ynag menimbulkan operasi tertunda.

Dalam situasi semacam ini, seharusnya Eropa perlu menyesuaikan strategi kontra-terorisme atau strategi keamanan. Jika hanya mengandalkan anggotanya sendiri saja akan tidak mungkin. Demikian menurut para analis.

Setelah serangan teroris pada 13 Nopember, banyak orang menguntuk terorisme dan berkabung atas kekurangan dari kemampuan kontra-terorisme Prancis. Tapi timbul juga pertanyaan mengapa Prancis menjadi sasaran para teroris?

Ketika polisi Prancis sedang mulai melakukan penyelidikan atas serangan teroris tanggal 14 Nopember lalu, ISIS merilis pernyataan resmi di situs medsos, menyatakan bertanggung jawab atas serangkaian serangan teroris yang terjadi di Paris.

Ini sebagai verifikasi dari dugaan sebelumnya dari media bahwa ISIS sebagai pelakunya memang benar. Pada kenyataannya, ISIS tidak hanya mempunyai motif kuat untuk menyasar Prancis, yang sudah terlihat untuk beberapa waktu sebelumnya. Pengumuman ISIS membuktikan ini, karena mengklaim lokasi serangan telah direncanakan dengan cermat.

Bataclan Teater berada di selatan Paris, Restoran Cambodian berada di pusat kota, dan Stade de France di utara Paris, semua tampaknya fasilitas hiburan dan rekreasi yang terletak di daerah  hiburan dan pusat budaya dan kehidupan malam Paris Rive Droite.

Bila dilihat dari serangan teroris kali ini terlihat sangat profisionil sekali yang dilakukan dalam sikon waktu yang sama, tidak mungkin tanpa perencanaan yang cemat jangka panjang.

Prancis jelas sudah menjadi target ISIS untuk beberapa waktu. Namun, mengapa Prancis yang menjadi target?

Seperti kita tahu ISIS telah merangsek ke Syria dan Irak. Sejumlah besar pengungsi  dan negara yang paling terkena dampak banjir pengungsi Jerman, Belgia dan Austria, Tapi mengapa mereka memilih Prancis?

( Bersambung ........ )

Sumber : Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri.

https://en.wikipedia.org/wiki/Knights_Templar

https://en.wikipedia.org/wiki/Friday_the_13th

http://internasional.kompas.com/read/2015/11/21/04301281/Eropa.dalam.Penjara.ISIS.

https://www.chathamhouse.org/expert/comment/16623?gclid=CLja0oPKtMkCFQMjaAodFK0AKQ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun