Gelombang pengungsi Timteng dan Afrika Utara yang membuat Eropa kewalahan akhir-akhir ini telah menimbulkan polemik di Uni Eropa dan bahkan dunia.
Dengan berjubel-jubelan 12 orang di sebuah perahu karet Mahmoud Kazass berpegangan dengan erat-erat untuk menanhan agar tidak terhempas keluar perahu diterpah gelombang laut yang ganas di Laut Aegea, sambil berdoa sepanjang berlayar.
Ini merupakan upaya ketiga kalinya untuk menyeberang dari Turki ke Yunani dengan perahu. Dua kali sebelumnya peruahunya reyok dan terbalik dihempas ombak tidak lama setelah meluncur ke laut dipantai dekat Izmir.
Kali ini Kazass dengan baju basah kuyup, menggigil kedingan dan kelelahan, dia pantang menyerah, walau perahu motornya tergongcang gelombang, dalam benaknya hanya ada satu tujuan-----Jerman.
Kazass menuturkan kepada watawan Al Jazeera, “Saya semestinya punya kehidupan di Syria, saya punya teman-teman dan keluarga dan sekolah, Saya sebenarnya tidak ingin meninggalkan rumah kampung halaman saya.”
Tapi perang saudara berkenyamuk dan terus memburuk, jadi mulai coba memulai perjalanan yang berbahaya dan mahal ini untuk mencari keselamatan dan masa depan yang lebih baik di Eropa.
Kazass hanya salah satu dari ratusan ribu pengungsi yang datang ke Jerman dalam beberapa bulan terakhir ini dari Syria, Irak, Libya, Eritrea, Somalia dan Afganistan.
Perang saudara dan konflik di Timteng dan Afrika yang telah penulis posting dalam tulisan terdahulu ( Latar Belakang dan Impak Gelombang Pengungsi Masuk Eropa (1) ), memicu eksodus besar-besaran, seperti apa yang telah terjadi sekarang menjadi krisis pengungsi terbesar sejak P.D. II.
Kini Jerman “membuka pintu” dan perbatasannya untuk mereka yang mencari perlindungan dan tempat yang aman.
Akhir pekan lalu saja, 20,000 lebih pengungsi telah tiba di Munich. Negara Eropa ekonomi terkuat ini mengharapkan untuk mengambil sekitar 800.000 pengungsi dari seluruh Uni Eropa tahun ini. Melebihi jumlah total pengungsi yang diambil Uni Eropa tahun lalu, sebanyak 626.000.
“Dunia melihat Jerman sebagai negara yang memberi harapan dan kesempatan” kata Kanselir Jerman Angela Merkel beberapa minggu lalu.
“Selama ini perjuangan untuk bertahan hidup menjadi menu sehari-hari” kata Kazass sejak perjadinya perang saudara di Syria pada musim semi 2011. Awalnya dia akan ke Inggris, tetapi setelah mendengar ada ribuan pengungsi tertahan di tenda-tenda di Calais, Prancis dan susah untuk bisa masuk ke Inggris, maka dia mengalihkan pelariannya ke Jerman.
Kazass mendengar dari temannya, negara Jerman membuka perbatasannya untuk pengungsi Syria, dia berkata : Saya pikir saya akan memiliki kesempatan yang lebih baik disana untuk membangun masa depan. Ini negara yang ekonominya kuat dan pendidikannya gratis. Dan yang lebih penting lagi aman dan menghormati hak azasi manusia.”
Negara Eropa lainnya, sementara ini telah menolak mengambil bagian dalam skema alokasi pengungsi, seperti yang telah penulis posting ditulisan terdahulu, Hungaria dan Bulgaria membangun pagar di sekitar perbatasan mereka untuk membendung mengalirnya pengungsi ini.
Juru bicara UNHCR Stefan Teloken mengatakan : “Kita bersyukur kedua politisi Jerman dan masyarakat mempunyai sikap ‘kita bisa lakukan itu’. “
Masyarakat Munich (Jerman) banyak yang menyambut hangat kedatangan rombongan pengungsi dengan memegang spanduk ‘Selamat Datang Pengungsi’ dan membawa makanan, baju-baju, makanan kering, mainan anak-anak, dan diapers untuk pengungsi balita. Bahkan polisi diperintahkan untuk membatasi sumbangan ini kerena sudah belebihan.
Klub sepak bola ‘Bayern Munich’ mengumumkan mereka sedang membangun sebuah kamp pelatihan untuk pengungsi, yang akan memberikan pelajaran bahasa Jerman kepada anak-anak dan pemuda pendatang ini, serta memberi pakaian sepak bola dan makanan. Pada bertanding berikutnya melawan FC Augsburg (Sabtu beberapa minggu lalu) setiap pemain akan masuk stadion telah menggandeng satu anak Jerman dan satu anak pengungsi.
Semua kegiatan positif ini sungguh menggembirakan dalam kegiatan kemanusiaan, tapi ada beberapa pengamat mempertanyakan, bagaimana dengan puluhan ribu pendatang baru, banyak dari mereka adalah Muslim konservatif, akan bagaimana baiknya mereka bisa di-integrasikan dan beradaptasi dengan masyarakat Jerman.
Saat ini sudah ada 4 juta Muslim yang sudah tinggal di Jerman, sebagian besar dari Turki.
“Sekarang, ratusan ribu Muslim Arab sudah tiba, yang akan membuat perbedaan dalam hal integrasi” Demikian peringatan yang diberikan Mendagri Jerman, Thomas de Maiziere dalam sebuah wawancara dengan “Die Zeit”.
“Kita harus mempersiapkan perubahan dimana-mana: sekolahan, polisi, perumahan, lapangan terbuka, dan sistem kesehatan.” Kata De Maiziere lebih lanjut.
Tapi tampaknya Jerman yakin demografi yang lebih beraragam akan memberi vitalitas baru dalam masyarakatnya yang sedang menua (orang tuanya makin bertambah).
Teloken mengatakan “Sebagian besar dari 800.000 pencari suaka yang tiba di Jerman ini kemungkinan besar akan tinggal lama, maka itu Jerman saat ini mempersiapkan segala sesuatunya untuk keberhasilan mengintegrasikan mereka dalam masyarakat Jerman, dengan menyediakan kelas bahasa, pendidikan dan menciptakan kesempatan kerja bagi mereka.”
Menurut ‘Algemeine Zeitung Frankfurter’, saat ini untuk satu pengungsi dibutuhkan biaya sekitar 13.000 euro (US$ 14.500) per tahun, ini termasuk biaya makanan, kesehatan, uang saku dan perumahan.
Jadi jika 800.000 pengungsi masuk ke Jerman, biayanya akan mencapai (euro) EUR. 10 milyar (US$ 11 milyar) tahun ini. Pada pertemuan pada hari minggu (3 minggu lalu), pemerintah Jerman sepakat untuk menyisihkan EUR. 6 milyar (US$6,7 milyar) pada 2016.
Selanjutnya, para pemimpin industri Jerman mengatakan bahwa mereka akan memberi kesempatan kerja. CEO Daimler Dieter Zetsche, sudah mulai merekrut orang-orang muda dan yang bersemangat di pusat-pusat pengungsian.
Tapi ada kekhawatiran dari beberapa politisi, Jerman tidak akan mampu menanggung tuntutan keuangan dan logistik pada akhirnya.
Masuknya pengungsi ini juga menimbulkan beberapa tantangan bagi otoritas lokal. Beberapa ada yang prihatin tentang kekurangan perumahan, sedangkan konflik di Timteng masih terus berlangsung dan gelombang pengungsi yang terus mengalir ke utara. Pada saat ini saja, pemerintah Jerman harus membangun 300.000 flat baru untuk menyediakan perumahan bagi ratusan ribu pendatang baru ini, menurut Asosiasi Kota Jerman.
Selain itu, pihak berwenang setempat masih berjuang untuk memberi keamanan yang tepat dengan datangnya begitu banyak orang asing, yang telah memicu oposisi xenophonia dan beberapa kekerasan terhadap mereka dari kelompok sayap kanan.
Hampir setiap minggu, kamp-kamp pengungsi dan rumah yang ditinggali pendatang baru menjadi target pembakaran dari serangan Neo-Nazi dan kelompok sayap kanan, terutama di Jerman bagian timur, dengan protes yang mereka sebut “Islamisasi Barat” .
Seperti Kazass yang mempunyai jaringan pertemanan di Hamburg sekarang, mengatakan mereka ingin cepat untuk belajar bahasa Jerman agar bisa cepat mendapatkan perkerjaan. Karena dia sadar akan memerlukan waktu yang tidak pendek untuk menyesuaikan keadaan setempat dengan adanya perbedaan kebudayaan di negara yang baru ini.
Kazass mengatakan “Sangat sulit bagi saya saat pertama kali tiba disini, karena sulit untuk mendapatkan pekerjaan tanpa bisa berbicara bahasa setempat dengan baik dan saya tidak yakin apakah itu akan cocok.” Namun dia merasa bersyukur sudah berada di Jerman “karena saya menemukan kedamaian dan keamanan” katanya. Lebih lanjut dia mengatakan “Tapi rumah saya masih tetap akan selalu Syria.” Tuturnya kepada wartawan Al Jazeera.
Dilemma Jerman Dalam Bersikap Prakmatis Dan Idealistik
Merkel dalam posisi yang dilemmatik minggu-minggu terakhir ini, publik Jerman 53% menyatakan ‘Tidak’ untuk penerimaan pengungsi ini. Sudah cukup lama Jerman merasakan nyaman dengan “Perjanjian Dublin”, yang menjadikan Italia dan Yunani untuk menanggung beban sendiri sebagai negara dimana pengungsi untuk pertama kali masuk ke Uni Eropa. Hanya kini pengungsi yang datang ke Jerman dalam jumlah yang sangat besar, sehingga memberi tekanan yang sebelumnya tidak pernah tejadi, dan tidak terduga bagi masyarakat Jerman.
Kenyataan memang banyak pengungsi yang ingin masuk Jerman, karena kemungkinan besar akan mendapat suaka. Sepertinya Merkel juga terikat oleh undang-undang serta sikap normatif, Jerman telah mengambil jalan prakmatisme, dan Merekel menjadi pemimpin dari prakmatisme ini serta membuat kebajikan berdasarkan kebutuhannya.
Namun dibalik itu Jerman juga berusaha menekan untuk mencoba agar angka pengungsi yang masuk tidak naik, bahkan usaha agar bisa menurun. Jerman telah minta Italia melepas kontrol perbatasan ke Austria, dan kepada Hungaria untuk memproses pengungsi sesuai dengan “Peraturan Dublin”; dan mendesak Uni Eropa untuk berbagi tanggung jawab.
Inilah sebabnya terjadi perbedaan yang menyolok yang dibuat secara politik diantara masyarakat Eropa untuk para pencari suaka yang merupakan warga negara dari negara-negara Balkan Barat dan tempat-tempat yang melarikan diri dari konflik seperti Syria
Sekitar 45% yang masuk ke Jerman sejauh ini datang dari Balkan Barat. Dan mereka ini yang akan menjadi pengungsi yang akan diambil Jerman sebanyak 800.000 orang. Dengan tingkat pengenalan kurang dari 1% dari kasus suaka mereka, itu mejadi harapan bahwa mereka akan kembali secepatnya ke negara asal mereka, sehingga menurunkan angka untuk masa depan. Itulah mengapa pemerintah Jerman bertujuan untuk mempercepat sidang (proses pengesahan suaka), karena paling tidak proses pengolalahan yang panjang dilihat banyak orang sebagai faktor penarik bagi mereka yang melarikan diri dari musim dingin yang keras di Balkan. Waktu proses pengolahan saat ini antara lima dan tujuh bulan, kini ditargetkan menjadi hanya satu minggu bagi mereka yang dari Balkan.
Pemerintah Jerman juga membahas mendistribusikan barang-barang non-tunai daripada uang saku untuk mengurangi insentif untuk datang ke Jerman. Mendeportasi pencari suaka yang tidak diakui lebih cepat dan lebih efisien, bagi mereka yang ditolak suakanya dilarang masuk kembali ke Jerman dalam lima tahun. Langkah-langkah ini sebagian didukung oleh opini publik, dari jajak pendapat ARD-Deuthschlandtrend terungkap 72% mendukung untuk memberikan item non tunai, dan 79% setuju untuk dideporatsi dengan cepat bagi yang ditolak suakanya.
Menururt mereka pengembalian adalah topik sensitif, tapi kesepakatan yang tinggi ini hendaknya jangan dibaca sebagai tanda kekerasan, melainkan itu merupakan indikasi bahwa Jerman menginginkan pengelolaan yang baik bagi migrasi, termasuk sistem suaka berfungsi mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Menurut jajak pendapat dunia luar, 37% dari masyarakat percaya Jerman harus mengambil lebih banyak pengungsi seperti saat ini, 22% bahkan percaya harus mengambil lebih banyak lagi. Sentimen publik menunjukkan empati pada jalannya Merkel memimpin dan melihat kasih sayang Jerman kali ini.
Sebagian orang Jerman terdorong untuk mendukung pengungsi dan migran sebagai penghormatan bersejarah untuk mengenang pengungsi Jerman setelah P.D. II, terutama untuk generasi yang lebih tua, tetapi mereka juga mengingatkan pengungsi ini belum tentu diterima dengan tangan terbuka oleh sesama orang Jerman.
Tapi pada umumnya orang Jerman menyadari mereka tinggal di negara yang kaya, bagi mereka pengungsi adalah yang melarikan diri dari negara mereka sendiri yang tidak beruntung; dan bagi Jerman berkewajiban moral untuk membantu mereka yang membutuhkan. Sebuah jajak pendapat dari Allensbach untuk orang Jerman berusia 30-59 tahun (generasi Merkel) mengungkapkan bahwa kelompok ini sangat puas dengan kehidupan mereka, tetapi tidak ingin adanya banyak perubahan.
Tapi perubahan Jerman pasti akan terlihat. Dengan peningkatan pengungsi dan “migran” biasa seperti dari Uni Eropa, mengkin akan menjadi salah satu perubahan sosial terbesar sejak reunifikasi (Jerman Barat dan Timur) pada tahun 1990. 70% percaya bahwa pengungsi akan memberikan kontribusi untuk kehidupan yang menarik bagi Jerman, dan 65% berpikir mereka akan meremajakan masyrakat. Sedang peremajaan sangat dibutuhkan, karena Jerman kini sedang mengalami penuaan dengan cepat, dan pergeseran demografis mengancam untuk berdampak pada ekonomi negara Jerman sendiri.
Peremajaan yang lebih berwarna dan beragam merupakan bebebrapa yang diharapkan, tapi harus cocok dengan Jerman. Pengusaha siap untuk mengambil pengungsi dan migran ke dalam angkatan kerja, yang akan menjadi motor utama untuk integrasi. Masyarakat sipil Jerman siap untuk membantu dan pihak berwenang Jerman telah menemukan kebutuhannya, serta kegunaan dari bergabungnya “warga negara harian” ini dalam upaya koordinasi mereka.
Kini kepemimpinan politik Jerman sedang mempertahankan dan menunjukkan momentum pragmatisme, dan mendirikan sistem migran dan manajemen suaka yang efisien dan dapat dilaksanakan. Namun hal ini diperlukan kemauan politik penuh dibalik tindakan tersebut, sesuatu yang belum pernah dilakukan di masa lalu.
Hal tersebut diatas ini harus memandu sebuah narasi baru tentang bagaimana masyrakat Jerman yang baru ini akan terikat bersama-sama dalam jangka panjang, sehingga tidak ada yang merasa ada yang ditinggalkan. Ini harus menunjukkan bagaimana menghadapi ketegangan yang secara otomatis timbul, seperti terjadi perubahan masyarakat secara bertanggung jawab ketika memerangi serangan radikal sayap kanan dan jaringannya. 66% dari rakyat mengkhawatirkan akan timbul lebih banyak konflik antara penduduk setempat dan pendatang, dan akan lebih banyak konflik di sekolah (64%), lebih mengkhawatirkan lagi di Jerman Timur daripada di Jerman Barat.
Kita melihat sementara ini bahwa Jerman sedang coba melakukan pragmatisme dan dengan kasih sayang untuk menghadapi mode krisis saat ini, namun tetap timbul pertanyaan ; bagaimana agar bisa membuat kebijakan ini bisa bertahan dalam jangka panjang?
Mengapa Jerman Melakukan Hal Ini?
Ada yang mengatakan Merkel sedang impulsif dan tidak berpikir panjang. Tapi ini sulit dipercaya, karena ketika golongan Neo-Nazi melukai polisi di Heidenau, menurut info, Merkel perlu tiga hari untuk menemukan kata-kata untuk menghukum mereka, dia tidak mengambil keputusan sebelum jelas dari musyawarah yang panjang. Rakyat Jerman banyak yang mengenjek dia dengan menggunakan Twitter #merkelschweigt (Merkel diam saja).
Pemerintah Jerman terlihat berada pada posisi unik untuk masalah gelombang pengungsi kini, tidak ada suara anti-pengungsi yang kredibel di ranah publik Jerman, tidak seperti negra-negara Uni Eropa lain. Menurut jajak pendapat, mayoritas rakyat Jerman yakin dengan menerima 800.000 pengungasi pada tahun 2015 ini tidak akan menjadi masalah bagi Jerman. Hampr 70% dari rakyat Jerman berpikir bahwa imigran bisa membuat kuat negara, sentimen lebih positif dibanding dengan negara Eropa lainnya.
Berkaitan Dengan Kampanye Pemilu
Ada analis yang memperkirakan, alasan utama Merkel yang telah berhasil untuk tetap berkuasa selama tiga periode, dan ingin coba meraih periode ke-4 tanpa tertandingi, dengan mengambil alih topik oposisi sebelum mereka bisa menggunakannya untuk membedakan dirinya dari oposisi. Menurut sumber yang dapat dipercaya, pemerintahan Merkel telah menugaskan lebih dari 150 lembaga survei yang hasilnya tidak diumumkan setiap tahun dalam rangka untuk selalu bisa mengikuti dan tahu denyut nadi bangsa dan agar bisa membuat “U-turns” jika diperlukan. (seperti yang telah terjadi untuk masalah tenaga nuklir).
Seperti diketahui, semua partai oposisi di Jerman adalah Social Democrat dan Partai Kiri yang memiliki sikap yang lebih positif pada imigrasi daripada Patainya Merkel—Partai Demokrat Kristen, topik pengungsi akan menjadi titik kuat mereka dalam pemilu 2017, maka Merkel telah mengambil sikap yang hati-hati. Sebaliknya jika Merekel mengambil sikap pro-pengungsi, partai-partai ini tidak akan tiba-tiba berbalik berpihak kepada aktivisme dan bersikap anti-pengungsi.
Satu-satunya tantangan bagi Merkel untuk masalah ini akan datang dari AFD (satu xenophobia partai anti-Euro yang relatif baru yang masih belum hadir/terwakili di parleman) dan dari sekutu-sekutunya di CSU—satu-satunya Partai Konservatif Bavaria yang bergabung sebagai pendukung Partai Demokrat Kristen-nya Merkel.
Selain itu analis memperkirakan untuk meningkatkan reputasi Jerman dan Merekel di dunia. Seperti diketahui reputasi Jerman sangat menderita/tertekan dalam krisis Yunani, Jerman secara universal di gambarkan sebagai dominan dan kejam. Pada 13 Juli lalu, Merekel/Schauble (Menkeu) dikatakan telah mempertaruhkan nama baik dan kepercayaan yang telah dibangun beberapa dekade setelah P.D. II.
Namun dunia dengan melihat jutaan orang Jerman menyambut hangat para pengungsi, hal ini bukanlah pura-pura yang dipalsukan, maka dunia mau tidak mau memikirkan setreotip mereka dan Kanselir Merkel yang menggunakan kesempatan ini untuk menyelamatkan reputasi internasional-nya sendiri.
Keuntugan Ekonomis
Jika diteliti lagi, para pengungsi yang ke Jerman dari kamp-kamp besar negara-negara tetangga Syria adalah yang paling terdidik dan paling makmur dari gelombang pengungsi kali ini. Kebanyakan dari mereka memiliki uang untuk membayar transportasi dan memiliki ketrampilan bahasa dan dapat menyerap kecerdasan dari luar negeri. Mereka juga kebanyakan sekuler atau “Muslim KTP” seperti istilah kita, sama seperti orang Jerman yang Kristen hanya sebutannya saja.
Populasi Jerman kini sudah cepat akan menua, Jerman akan kekurangan 1,8 juta angkatan kerja pada tahun 2020 dan sistem pensiun nyaris dalam bahaya keruntuhan. Dalam keadaan demikian jelas Jerman akan senang untuk menerima masuk begitu banyak anak muda, termotivasi dan terdidik yang akan membayar pajak kelak, dan tepat seperti yang dikatakan “Le Figaro” Prancis tepat yang meratapi kenyataan ini bahwa pengungsi ini tidak ingin datang ke Prancis.
Namun untuk mempertahankan pengungsi sudi menetap secara jangka panjang di Jerman merupakan tantangan utama dalam jangka pendek. Maka Pemerintah Jerman tampak tergesa-gesa mencari solusi dengan mengurangi peraturan perumahan dalam rangka memiliki lebih banyak ruang yang tersedia untuk pengungsi ini. Memberi dukungan keuangan yang lebih besar kepada kota-kota yang terkena dampak kebanjiran pengungsi, mempercepat proses pemberian suaka. Dan memperpendek waktu jedah bagi pencari suaka selama tidak di-izinkan bekerja. Industriwan-industriawan telah menunjukkan minat yang besar dalam pelatihan dan memperkerjakan para pengungsi Syria ini.
Karena itulah mengapa pemerintah Jerman dalam krisis pengungsi ini justru meningkatkan penerimaan mereka daripada membatasi mereka.
Permainan Politik Merkel
Pada bulan Juli lalu, Kanselir Merkel menghadapi masalah dalam partainya sendiri untuk mendapatkan persetujuan untuk bailout ketiga. Lain kali jika Yunani gagal mencapai target dan perlu libih banyak pinjaman atau keperluan utang, Merkel bisa membenarkan dengan ketegangan yang luar biasa tentang pengungsi untuk menggantikan Yunani.
Merkel juga bisa men-justifikasi ini dalam rangka menciptakan sebuah “European Transfer Union” sesuatu yang yang sangat tidak poluler di kalangan masyarakat Jerman, dengan mengatakan negara-negara Selatan perlu mendapat transfer dari Utara untuk mengatasi pengungsi. Yang pada kenyataannya ini telah mulai terjadi. Uni Eropa telah setuju untuk mentransfer EUR. 100 juta dari Utara ke Italia dan Yunani untuk saat ini. Tapi jika sudah dilegalkan maka jumlah bisa tumbuh dengan cepat, dan bisa memiliki 'transfer union' dari pintu belakang jika pemerintah Jerman meginginkan.
Krisis pengungsi juga memberi lebih banyak kekuatan bagi Jerman dalam artian negatif: misalnya Jerman bisa bersikeras dengan mengatakan negara-negara anggota Uni Eropa yang tidak mengambil cukup pengungsi harus membayar denda, atau mereka akan menerima dana yang kurang untuk dana struktural Uni Eropa. Jerman bisa juga menuntut negara-negara Eropa lainnya untuk tidak menerapkan aturan suaka Uni Eropa, meskipun aturan-aturannya tidak bisa dijalankan.
Jerman akan bersikeras menerapkan 'Peraturan Dublin' untuk pengungsi non-Syria, yang berarti mereka harus dikirim kembali ke tempat mereka pertama kali memasuki Uni Eropa, biasanya Italia atau Yunani, dan dengan demikian akan memperburuk situasi disana. Demikian menurut analis Judith Meyer dari Berlin.
Akhir-akhir ini ada diskusi tentang hotspot pendaftaran pengungsi di Italia dan Yunani. Tergantung pada pembiayaan dan komitmen negara-negara lain untuk benar-benar mengambil pengungsi setelah mereka mendaftar, hotspot ini bisa saja menjadi hal yang baik atau sebaliknya. Uni Eropa menegaskan bahwa ini akan menjadi 'berkat', tapi bagi Italia dan Yunani ini akan menjadi yang mengkhawatirkan dan akan terjebak dengan pengungsi dan pendanaan atau biaya.
Apapun manuver Angela Merkel dipandang oleh analis untuk mengarahkan respon Eropa terhadap krisis pengungsi, dia sendiri dan Jerman akan dicela karena telah menyetujui menerima 800.000 pengungsi yang diperkirakan Jerman. Politisi negara lain hanya menutup mata atas kenyataan ini, karena bagi mereka tidak politis bagi pengungsi untuk datang ke negara mereka.
Bagi politisi Eropa terutama Kanselir Jerman Angela Merkel dan Menkeu Jerman Schauble, yang mempunyai kepentingan politik, krisis pengungsi ini juga menawarkan alasan yang sempurna untuk bersikeras pada pemerataan tingkat kesejahteraan di Eropa.
Di Yunani, pencari suaka yang diterima mendapat EUR. 0/bulan, di Jerman dapat EUR. 391/bulan, di Austria dapat EUR. 621/bulan, and di Luxemburg dapat EUR. 1.348/bulan. Tapi perbandingan ini sedikit sulit diperbandingkan karena aturan yang berbeda mengenai akomodasi, akses ke perawatan kesehatan dan sebagainya. Tapi yang jelas ada perbedaan yang besar antara setiap negara-negara di Uni Eropa.
Perbedaan ini mendorong pengungsi untuk secara ilegal melakukan perjalanan melintas perbatasan yang terbuka Eropa setelah mereka sudah di-izinkan secara legal tinggal di salah satu negara Uni Eropa. Dengan demikian, beberapa politisi menginginkan untuk mendorong menyeragamkan tingkat kesejahteraan Eropa. Homogensasi pasti akan diperlukan jika Uni Eropa ingin mengejar unifikasi lebih merekat.
Pengontrolan Perbatasan
Hanya berselang beberapa hari setelah Kanselir Merkel dipuji dimana-mana yang bersedia menerima pengungsi dimana negara lain tidak berani melakukannya. Jerman meminta Austria untuk mengontrol perbatasannya. Mengapa?
Menurut beberapa pengamat dan komentator mengatakan, Mendagri Jerman telah mengambil keputusannya sendiri dan Merkel sekarang mau tidak mau harus mempertahankan agar tidak kehilangan muka. Yang lain mengatakan bahwa ia hanya tidak menyangka jika akan kebanyiran pengungsi begitu dibuka pintunya.
Namun mengontrol perbatasan bukan berarti ditutup rapat, pada 2 minggu lalu Jerman telah menyambut kedatangan pengungsi dari Syria 135.000 yang tiba di Bavaria antara 2-24 September, dan hari senin seminggu lalu saja sudah kedatangan 2.800 pengungsi.
Pengamat percaya bahwa Merkel menjadi salah satu bagian dari keputusan untuk pengontrolan perbatasan sementara dan tujuan bagi dia, antara lain : Menekan sekutu konservatifnya CSU ; Meringankan tekanan dari Munich. Munich sebuah kota dengan populasi 1,4 juta, akan segera kebanjiran oleh 6 juta wisatawan selama 3 minggu ke depan karena adanya Pesta Oktober (Oktoberfest). Dengan banyaknya pengungsi yang akan tidur di stasiun kereta api dan tempat-tempat umum lainnya akan menambah kekacauan.
Dengan membendung pengungsi di perbatasan Austria, mereka bisa dialihkan ke kota-kota lain dan di-distribusikan lebih adil ke seluruh Jerman. Selain itu tidak membiarkan migran/pengungsi dari Balkan ke negara itu, tapi tidak untuk yang dari Syria. Karena yang dari Balkan ini tidak akan mendapatkan suaka dari Jerman dan hanya akan banyak merugikan Jerman untuk waktu dan biaya untuk mengirim kembali.
Selain itu untuk memberi tekanan kepada negara-negara Uni Eropa lain untuk menyetujui redistribusi pengungsi, dimana pengungsi menyimpang dari rute lurus ke utara, agar tumpah atau menyebar ke lebih banyak negara. Kontrol perbatasan ini diperkenalkan tepat sebelum serangkaian pertemuan tingkat Uni Eropa penting untuk menyepakati redistribusi.
Banyak analis yang mempercayai, Krisis Yunani dan Krisis Pengungsi 2015 ini akan menjadi tahun bersejarah yang akan mengubah Uni Eropa.
Sumber : Media TV dan Tulisan Luar dan Dalam Negeri.
https://www.amnesty.org.au/support/index/37927?gclid=CJzi3_G_pcgCFYVvvAodgxQAzw
http://www.unhcr.org/pages/4a02d9346.html
http://mashable.com/2015/09/05/refugee-crisis-human-faces/#_jq3..L75sq9
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H