Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Latar Belakang dan Impak Gelombang Pengungsi Masuk Eropa (3)

25 September 2015   15:47 Diperbarui: 25 September 2015   18:04 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analis ada yang melihat “gelombang pengungsi’ sekarang ini memiliki dua makna. Yang pertama, pukulan terhadap ekonomi Eropa, dan yang kedua adalah pukulan bagi struktur sosial Eropa. Karena majoritas pengungsi ini Muslim dari daerah yang dilanda perang, dengan penyebaran masyarakat Muslim maka akan timbul potensi konflik dengan Kristen, dan ini akan meningkatkan keparahan. Yang selanjutnya konflik pada akhirnya bisa berlanjut menjadi konflik peradaban, yang menyebabkan kekacauan dalam negeri. Jadi masalah gelombang pengungsi ini tidak hanya mengkhawatirkan ekonomi saja.

Di kota kecil Heidenau, Jerman Timur, yang mejadi tempat menetap suaka sementara bagi imigran gelap/ilegal. Dalam beberapa minggu terakhir ini, beberapa kelompok eksklusivis datang kesini untuk protes, sehingga terjadi konflik dengan polisi. Pada 23 Agustus 2015, beberapa kelompok anti-eksklusivis juga datang ke sini dan terjadilah perkelahian antara mereka dan eksklusivis.

Pada 24 Agustus 2015, di sebuah kota kecil dekat Stuttgart, Jerman, eksklusivis membakar sebuah bangunan yang awalnya disediakan untuk tempat penampungan bagi imigran gelap/ilegal. Tapi bangunan itu masih kosong, jadi tidak ada yang terluka dan korban.


 

Dan Prancis yang secara terbuka telah mengeritik Hungaria, sebenarnya telah merasakan serangan ekstrimis terhadap markas “Charlie Hebdo” pada 7 Januari 2015, sebuah tragedi yang menyebabkan kematian 12 orang.

Pad 24 Agustus 2015, saat konferensi pers bersama Hollande, Kanselir Jerman Merkel mengutuk kekerasaan, dan perilaku eksklusivis yang terjadi baru-baru ini. Dengan mangatakan ; “Ada ekstrimis yang menyebarkan sentimen anti asing tersebut. Ekstrimis sayap kanan dan neo-Nazi yang hanya ingin menyebarkan informasi palsu, dan ini sungguh menjijikan. Dan juga memalukan beberapa warga, bahkan ada beberapa keluarga dengan anak-anaknya mendukung pemikiran demikian.”

Menghadapi segala macam tekanan berbentuk demikian, sebenarnya kehidupan pengungsi akan tidak mudah dan nyaman. Bahkan jika mereka bisa menetap-pun, hidup mereka hampir tidak dapat dianggap bermanfaat.

Di St. Albans, sebuah kota kecil 32 km dari London, pengungsi Syria,  Khatib sudah tinggal disini selama setahun. Di wanwancarai seorang wartawan TV dengan menceritakan kisah hidupnya selama mengungsi.

Khatib menceritakan hidup dirinya kepada sang watawan bahwa dia tinggal menumpang sementara di sebuah rumah bersama teman-temannya, tapi hanya untuk satu minggu. Dia bekerja sebagai porter supermarket, dia bekerja pada malam hari hingga pagi hari (jam 12 malam hingga jam 7 pagi). Dia sengaja mengambil sift ini karena gajinya sedikit lebih tinggi dari berkerja di lain industri. Tapi dia harus mengguna setengah dari gajinya untuk membayar sewa kamar dan berbagai biaya hidup lainnya, sehingga nyaris uangnya tidak tersisa. 

Khatib menuturkan bahwa untuk mendapatkan perkerjaan yang stabil sangat susah, Namun Khatib yang 32 tahun ini sebenarnya seorang pengacara di negara asalnya Syria. Dia sebelumnya sedang belajar pada tingkat master bidang hukum. Sebagai seorang master di negaranya akan mudah mendapatkan pekerjaan apapun. 

Untuk melanjutkan tingkat masternya di Inggris sungguh mahal harus membayar uang kuliah 13,000 pound, yang jelas bagi Khatib tidak sanggup membayarnya. Bahkan jika dia bisa berhasil lulus, tapi dengan status dia sekarang untuk mendapatkan perkerjaan di bidang hukum di Inggris sungguh sangat tipis kesempatannya. Kata dia lebih lanjut.

Ketika ditanya oleh wartawan, jika Perang Saudara Syria berakhir, apakah dia akan tinggal di Inggris atau Syria? Dengan tanpa ragu-ragu dia menjawab akan kembali ke Syria. “Saya pasti kembali pulang ke Syria” tegasnya.

Khatib meneruskan, “Banyak alasan kenapa saya harus kembali pulang, sebagai pengacara, keluarga saya, teman-teman saya, dan semuanya. Itu istana yang saya tinggal dulu. Tapi disini, seperti Anda bisa lihat, saya harus mulai dari awal, saya harus mulai belajar bahasa, dan melakukan pekerjaaan apa saja hanya untuk hidup.”

Siapa yang yang membuat para pengungsi meninggalkan kampung halamannya? Tempat mereka sekarang mungkin lebih baik, tetapi apapun juga bukan kampung tumpah darahnya. Tidak perduli seberapa baik Eropa, itu bukan kampung halaman para pengungsi ini. Dipermukaan seperinya semua pengungsi ini telah didorong oleh perang yang berkelanjutan dan turbulensi di Timteng. Serta berkenyamuknya ISIS yang menjadi pemicu untuk terjadinya krisis pengungsi di Eropa.

Tapi adakah hubungannya perang Timur Tengah ini dengan Eropa, jika ditilik lebih mendalam lagi?

Statistik UNHCR menunjukkan, pada 2014 lebih dari 60 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena perang. Ini adalah untuk pertama kali sejak P.D. II, jumlah pengungsi telah melampaui angka tersebut.

Berdasarkan Frontex (Lembaga Perbatasan Eropa/ the EU’s border agency) ada tiga rute utama untuk pengungsi yang melarikan diri untuk pergi ke Eropa; Pertama, Selat Miditeranea melalui Italia; yang kedua Selat Mediteranea melalui Yunani ; Ketiga, rute melalui Balkan Barat via Hungaria.

Ketiga rute yang dijejali pengungsi, sebagian besar berasal dari Syria, Libya, Afganistan, dan beberapa negara di Afrika Utara.

Intervensi AS dan Barat Membuat Turbulensi Timteng

Melihat situasi para pengungsi ini, mereka terutama berasal dari Timteng dan Afrika Utara. Seperti kita ketahui bahwa beberapa tahun terkahir ini, daerah ini telah terperangkap banyak turbulensi, pada awalnya dengan Perang Irak, kemudian ada Perang Libya, Syria,  saat ini kekuatan IS sedang gentayangan di wilayah ini, namun sebagian besar dikarenakan adanya kaitan erat dengan kebijakan campur tangan Barat.

Turbulensi di Syria terjadi mulai tahun 2011, ketika terjadinya protest anti-pemerintah berkembang menjadi konflik bersenjata. Pada saat kritis, negara-negara Barat seperti AS memikirkan segala macam metode dan cara untuk mendukung pasukan oposisi. Beberapa tahun kemudian, satu negara yang tadinya sudah menjadi kesatuan, merdeka dengan beberapa etnis didalamnya itu benar-benar berubah menjadi negara yang terpecah-pecah kekuasaannya : pemerintah al-Assad, IS, dan Kurdi.

Dengan lepasnya kontrol pemerintahan pusat, maka terjadilah kerusakan sistem, ter-akumulasinya kebencian  rasial antara orang-orang atau etnis, tapi yang dirugikan biasanya adalah orang biasa atau rakyat jelata.

Andrian Edward, Jurubicara UNHCR mengingatkan, “dari sana situasi memburuk di Syria, ekskalasi tekanan pada rakyat Syria, banyak dari mereka yang lari itu dari kelas menengah. Mereka lari dari Syria ke negara-negara tetangga ke Turki, dari sana pergi kemana saja. Jadi penyebab gerakan massa ini adalah perang yang mengerikan dan konflik.”

 

Analis melihat, tanpa diragukan struktur utama pengungsi ini Syria menjadi sumber utama. Maka jika melacak kembali terjadinya turbulensi di Syria. Dilihat secara jangka waktu yang panjang, di wialyah ini dan seluruh wilayah Timteng dan Afrika Utara, dapat ditelusuri kembali kekacauan ini karena adanya intervensi AS, dan bahkan karena kebijakan intervensi militer.

Diatas kurva jumlah permohon pengungsi yang telah diajukan ke Uni Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Dari tahun 2004 hingga 2009, jumlah yang tadinya berkisar di angka 200.000 sampai 300.000. Mulai tahun 2010,  angka secara bertahap berkembang lebih tinggi hingga tahun 2014 telah melebihi 600.000.

Situasi saat ini bahkan lebih memprihatinkan. Jerman, Yunani dan negara-negara lain telah melihat jumlah rekor yang mencemaskan dengan statistik paruh tahun pertama. Lalu kalau dilihat apa yang terjadi pada akhir tahun 2010?  Saat itu adalah saat dimana gerakan “Arab Spring/Mussim Semi Arab” pecah.

Banyak analis yang mengadaikan, jika tidak ada “Arab Spring” tidak akan ada pengungsi Syria, jika tidak ada “Arab Spring” tidak akan ada pengungsi Libya, sehingga tidak akan ada gelombang pasang pengunsi ini.

Gerakan “Arab Spring” pada 2010 menjadi siklon politik yang menyapu Tunisia, kemudian Mesir, Libya, Yaman dan Syria, serta semua turbulensi menjadi meningkat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi tumbuh lebih keras dan lebih keras lagi.

Dan ini yang menjadi biang kaladi penyebab mengapa banyak pengungsi Timteng dan Afrika Utara meninggalkan negara dan kampung halamanannya lari ke Eropa.

(Bersambung ......)

 

Sumber & Referensi ; Media Tulisan dan TV Dalam & Luar Negeri

http://www.huffingtonpost.com/dr-rola-hallam/us-prevent-aylan-kurdi_b_8186138.html?ir=Australia

http://time.com/4041137/croatia-serbia-refugees-border-eu/

http://www.express.co.uk/comment/expresscomment/604590/Migrant-crisis-the-truth-about-the-boy-the-beach-Aylan-Kurdi

http://www.smh.com.au/world/migrant-crisis/aylan-kurdis-father-is-a-people-smuggler-woman-claims-20150911-gjkt2m.html

http://internasional.kompas.com/read/2015/09/21/21152681/Cegah.Bentrokan.Tentara.di.Suriah.PM.Israel.Temui.Presiden.Rusia

http://abcnews.go.com/Blotter/russian-anti-terror-troops-arrive-syria/story?id=15954363

https://www.google.com.au/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=russian%20anti%20terror%20squad%20in%20syria

http://theaviationist.com/2015/09/23/how-the-russians-deployed-28-aircraft-to-syria/

http://internasional.kompas.com/read/2015/09/23/11221521/Rombongan.Pertama.Pengungsi.Suriah.Tiba.di.Inggris

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun