Saat Filipina merasa frustasi atas arbitrase internasional, maka datanglah AS dengan tampil ke depan.
Pada 21 Juli 2015, Asisten Menlu AS Daniel Russell saat pidato di CSIS (Center for strategic and Intrnational Studies/Pusat Studi Internasional Strategis ) mengatakan Tiongkok dan Filipina hanya bisa menyelesaikan sengketa Laut Tiongkok Selatan melalui arbitrase. (Penekanan demikian juga terjadi pada tahun1967-69 terhadap Indonesia dari barat untuk Pulau Sipandan, Ligitan dan Batu Puteh di Kaltim yang berada di blok Ambalat, dimana saat rezim Orba yang terlalu tunduk pada AS dan Barat (“terkendalikan”) dengan menyetujui arbitrase untuk sengketa kedaulatan tersebut. Akhirnya kedaulatan pulau ini lepas ke tangan Malaysia. Andaikata pada zaman Soekarno pasti R.I akan mengobarkan patriotisme untuk mepertahankan kedaulatan pulau ini, dan hasilnya akan lain.)
Secara internasional, beberapa negara termasuk Filipina dan AS, bahkan Jepang sampai batas tertentu, mereka telah menciptakan opini publik. Orang Tiongkok menganggap ini sungguh melukai dan menjelekan Tiongkok.
Poin kedua, mereka percaya gugatan itu adalah cara terbaik untuk menyelesaikan sengketa saat ini. Juga untuk memberikan contoh di ASEAN, seperti singapura dan Malaysia, serta amerika Latin. Tapi kenyataanya mereka lupa untuk mencari resolusi yang benar untuk sengketa ini, perselihan terutama masalah teritorial, jadi cara yang paling efektif melalui negosiasi langsung dengan pihak-pihak yang telibat.
Yang lebih mengejutkan bagi beberapa pengamat, hanya selang setelah sidang berakhir 14 Juli, AL-Filipina mengumumkan kepada dunia untuk melakukan “perbaikan” untuk kapal perang Filipina yang sengaja di damparkan di Soal/turumbu Ren’ai di Kep. Nansha/Spratly.
Pada bulan Mei 1999, kapal perang Filipina “Siera Madre” dengan alasan mengalami kerusakan mesin secara sengaja dan “ilegal” didamparkan di Shoal Ren’ai, peristiwa ini diprotes diplomatik oleh pihak Tiongkok. Saat itu Filipina menyatakan akan menderek kapal teresebut menjauh. Peristiwa ini dianggap negara pertama yang melanggar “DOC”.
Tiongkok menuduh Filipina tidak memiliki niat tulus dengan membuat pengaduan individu untuk menyelesaikan masalah Laut Tiongkok Selatan. Filipina akan terus melakukan tindakan provokatif, misalnya mengirim masalah sengketa ini ke arbitrase, ini sudah dianggap melanggar Pasal 4 “DOC”*1 dan juga melanggar banyak perjanjian Tiongkok-Filipina masa lalu yang konsensusnya telah mereka capai, dimana masalah ini akan diselesaikan melalui negosiasi ramah dan konsultansi.
Dengan misalnya masalah Beting Ren’ai, di masa lalu pemerintah Filipina mengatakan, mereka jelas mengakui bahwa mereka tidak ingin menduduki Beting Ren’ai, mereka akan menderek pergi kapal tersebut. Tapi sekarang Benigno Aquino III telah menarik kembali kata-katanya dengan mengatakan, mereka tidak akan memindahkan kapal tersebut, karena tempat itu milik mereka. jadi mereka telah merusak citra internasional dan reputasi mereka.
Diplomasi Tiongkok
Pada 16 Huni 2015, Kemenlu Tiongkok secara aktif merilis pernyataan negara resmi baru untuk kontruksi di pulau-pulau dan terumbu di Kep. Nansha/Spratly, dengan mengajukan tiga aspek informasi utama.