Pengamat melihat perilaku AS di Laut Tiongkok Selatan saat ini sangat berubah. Perubahan besar dapat dilihat dari presentasi ini : pertama, AS secara bertahap bergerak maju dibalik layar di masa lalu, dalam hal isu-isu Laut Tiongkok Selatan seolah relatif terpisah, dan mempertahankan sikap tidak mengambil sikap apapun dalam hal isu-isu kedaulatan.
Tapi kini dapat dilihat arahnya yang terus berkembang lebih dari berprasangka terhadap sekutunya dan terhadap negara-negara tertentu lainnya. Mereka menganggap ini bukan hanya berprasangka tapi sudah mengancam, ini sungguh berbahaya bagi perdamaian di Laut Tiongkok Selatan. Ini menjadi point pertama.
Point kedua, AS saat ini secara bertahap terlibat dalam beberapa metode militer, dan pada kenyataanya telah meningkatkan warna konfrontasi di daerah ini, hasil dari apa yang mereka lakukan membuat sulit untuk mempertahankan stabilitas Laut Tiongkok Selatan, karena setelah negara-negara ini terlibat dalam situasi semacam itu, maka penyelesaikan sengketa isu-isu laut Tiongkok Selatan akan lebih
Strategi “Brown Water” dan Manuver Filipi
Dalam menanggapi seruan AS untuk membekukan situasi di Laut Tiongkok Selatan, selama setahun lalu di KTT ASEAN, Filipian telah mengusulkan apa yang disebut “rencana tiga langkah” untuk memecahkan masalah Laut Tiongkok Selatan.
Langkah jangka pendek pertama akan menghentikan tindakan yang akan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut. Langkah kedua jangka menengah akan lebih komprehensif menerapkan “DOC” dan menyelesaikan perumusan “COC” sesegera mungkin. Langkah ketiga akan melewati sistem resolusi untuk menyelesaikan sengketa sesuai dengan hukum internasional.
Perilaku Filipina dipandang sebagian pengamat bisa menghambat kemajuan pelaksanaan “Deklarasi tentang perilaku para pihak di Laut Tiongkok Selatan” (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea).
Pada bulan Mei 2015, beberapa perwira militer Filipina mengundang banyak warga Filipina dan wartawan media internasional untuk naik pesawat C-130, berangkat dari Manila dan terbang melewati Pulau Palawan sebelum mencapai Pulau Zhongye di Laut Tiongkok Selatan, pulau ini sudah diduduki Filipina sejak tahun 1971.
Pada 21 Mei 2015, Filipian dan Jepang mengadakan latihan militer maritim pertama di perairan yang diperebutkan di Laut Tiongkok Selatan. Dan selama awal Juni, ketika Benigno Aquino III mengunjungi Jepang, ia dengan jelas mengusulkan Filipina memungkinkan dapat mengizinkan kapal Pasukan Bela Diri Jepang untuk menggunakan pangkalan militer Filipina.
Presiden Aquino bahkan mengumumkan “Filipina hanya memiliki dua mitra strategis yaitu AS dan Jepang”., dengan mengatakan: “kami akan memobilisasi semua sumber daya diplomatik kami untuk mencapai kesepakatan posisi kunjungan kekuatan.”