Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intervensi AS di Kepulauan Nansha atau Spratly dan Laut Tiongkok Selatan Menjadi Perhatian Dunia (2)

29 Agustus 2015   18:40 Diperbarui: 29 Agustus 2015   19:09 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Monuver AS dan Rapat DOC

Pada 29 Juli 2015, telah diadakan pertemuan pejabat senior ASEAN-Tiongkok ke-9 dari “DOC” di Taijin, Tiongkok. Pada pertemuan tersebut diplomat senior dari ASEAN dan Tiongkok saling bertukar pandangan tentang cara komprehensif, dan agar efektif dalam menerapkan “DOC dan mempromosikan kerjasama maritim dalam praktisnya.

Pertemuan ini untuk melihat kembali pelaksanaan “DOC” sepenuhnya, dan mengakui kemajuan positif yang telah dilakukan dalam menerapkan “DOC” sejak awal tahun ini. Semua pihak sepakat unutk terus secara komprehensif dan efektif menerapkan “DOC” dan memperdalam kerjasama maritim dalam praktis, dan membuat kontribusi positif terhadap sehatan, pertumbuhan yang stabil untuk kemitraan strategis ASEAN-Tiongkok. 

Liu Zhenmin, wakil Menlu Tiongkok dalam pidatonya mengatakan: “Selama beberapa tahun terakhir ini, dengan upaya bersama Tiongkok-ASEAN, kami telah membuat kemajuan yang baik untuk kedua pelaksanaan “DOC” dan konsultasi dari “DOC”. Meskipun ada banyak tantangan yang dihadapi, dan banyak masalah dalam proses untuk melaksanakan secara penuh dan efektif dari “DOC” dan juga pembentukan “COC” (Regional Code of Conduct in the South China Sea/Kode Etik Regional di Laut Tiongkok Selatan), tapi saya kira kita telah begerak ke arah yang benar : kita terus dalam proses maju ke depan.

Maksudnya dalam hal ini menekankan penyelesaian sengketa Laut Tiongkok Selatan melalui negosiasi ramah dan metode damai. Sebelum sengketa dapat diselesaikan, semua pihak berjanji untuk tetap terkontrol, dan tidak mengambil tindakan apapun yang akan mempersulit atau memperluas perselisihan. Sebaliknya menghendaki untuk melakukan dalam semangat kooperasi dan pemahaman, mencari cara untuk membangun rasa saling percaya, termasuk perlindungan terhadap lingkungan maritim, pencarian dan penyelamatan, serta bekerjasama untuk memerangi kejahatan transnasional.

Pengamat melihat pertemuan pejabat senior Tiongkok-ASEAN ke-9 untuk mengimplementasikan “Dekalrasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan” sebagai yang paling unik pada masalah kerjasama. Sehingga membuat banyak pihak berupaya untuk mau berbuat lebih berkontribusi, hal ini penting daripada melihat isu Laut Tiongkok Selatan hanya melulu tentang sengketa.

Sebenarnya dalam kenyataannya, untuk isu-isu Laut Tiongkok Selatan, terutama untuk “DOC” yang telah ditandatangani kembali pada tahun 2002, inti dari ide ini sebenarnya untuk bekerjasama antara semua pihak. Semacam inti semangat untuk bekerjasama, bila dibaca dari semua artikel dari deklarasi tersebut.

Namun pada dua atau tiga tahun terakhir ini ada negara-negara tertentu telah mengambil tindakan sepihak dalam isu-isu Laut Tiongkok Selatan ini, yang bisa membuat sengketa ini menjadi rumit, sehingga menyebabkan terjadi komplikasi dimana kekuatan tertentu dari luar kaswasan untuk ikut campur tangan. Tetapi sebenarnya banyak pihak yang menginginkan kerjasama yang menenangkan di Laut Tiongkok Selatan.

Jadi sebenarnya pertemuan pejabat senior ke-9 untuk lebih menenkankan tindakan yang harus diambil dalam kerjasama dan perbedaan yang perlu dikelola. Beberapa analis mengklaim bahwa inti kerjasama “DOC”, karena “DOC” yang telah ditandatangani ini memiliki efek yang sangat positif pada penyelesaian sengketa Laut Tiongkok Selatan.

“DOC” yang telah ditanda-tangani 13 tahun yang lalu, secara keseluruhan memiliki efek sangat positif pada pemeliharaan perdamaian dan stablitas di kawasan Laut Tiongkok Selatan, bahkan memainkan peran saangat penting.  Ini merupakan dokumen pertama yang ditanda-tangani ASEAN dan Tiongkok. Kita ketahui hubungan ASEAN dan Tiongkok telah berkembang sangat pesat dalam ekonomi, perdagangan dan pengembangan budaya, “DOC” telah memainkan peran penting dalam mengelola perbedaan secara menyeluruh antara negara-negara, dari pengalamannya telah berhasil menyelesaikan dengan baik beberapa perbedaan. Ini perlu diberi pujian tinggi untuk “DOC”.

Selain itu dalam “DOC” jelas dinyatakan “Para pihak yang bersangkutan menegaskan untuk mengadopsi kode etik di Laut Tiongkok Selatan lebih lanjut yang akan dipromosikan untuk perdamaian dan stabilitas di kawasan ini dan setuju untuk bekerjasama atas konsensus yang menuju pencapaian akhir dari tujuan ini—“DOC”, semua pihak harus terus menerapkan promosi kode perilaku Laut Tiongkok Selatan.”

Selama pertemuan pejabat senior, semua pihak bernegosiasi perilaku dari tahap awal, atas dasar setiap pihak mencapai konsensus tentang kerja terkait, kemudian bergeser ke tahap negosiasi untuk isu-isu penting dan rumit, termasuk mengorganisir faktor umum dalam kerangka kode etik, dan ke-efektifan untuk mengelola situati maritim sebelum kode etik akhir tercapai : untuk mencegah kejadian yang tak terduga, semua pihak diminta bertukar pendapat mengenai “langkah-langkah pencegahan resiko untuk mengelola maritim.”

Dalam ‘DOC” disebutkan kapan waktu yang tepat untuk menandatangani “COC”, sehingga “COC” sebenarnya merupakan perpanjangan tangan dari “DOC”.

Beberapa media ada melaporkan saat ini ada negara-negara tertentu yang mendesak Tiongkok untuk menerapkan kode tersebut secepat mungkin, dalam upaya menghindari “DOC”. Tapi pengamat Tiongkok melihat itu seolah usulan beberapa negara bahwa merumuskan “COC” seakan untuk memperkuat “DOC”, akan tetapi kenyataannya, itu adalah varisi dari kegigihan dari “DOC”.

Pengamat Tiongkok melihat bahwa mereka itu ingin merumuskan kode etik yang ada untuk kepentingan terbaik mereka, dan akan membatasi Tiongkok. Sedang mereka tidak akan menghormati kode etik ini. Jadi Tiongkok menghendaki untuk masalah utama di Laut Tiongkok Selatan harus diperlakukan sama, jangan sampai terjadi Tiongkok tidak boleh melakukan, tetapi negara lain boleh.

Dalam sistem internasional yang dipimpin AS, dalam melihat masalah negara-negara yang mengklaim di Laut Tiongkok Selatan, seolah yang dilakukan mereka itu wajar, menurut hukum dan sudah alami, serta menganggap tidak melanggar “DOC”, tapi bagi Tiongkok itu tidak bisa diterima. Tiongkok menganggap itu melangar “DOC”, jika dipaksakan merumuskan kode semacam ini, maka kode ini tidak akan memiliki efek positif, dan Tiongkok tidak bisa menerimanya.

Menurut pengamat Tiongkok, “DOC” dan “COC” memiliki koneksasi alami yang tidak dapat dirusak dan dipisahkan. Kode semacam ini yang sebenarnya bisa menjagga perdamaian dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan, pada kenyataan, persyaratan pertama harus menerapkan “DOC” dengan cara lebih prakatis.

Aspek lain dari diadakannya pertemuan tersebut dilatar belakangi masalah Laut Tiongkok Selatan, terus meningkat sebagai akibat dari Filipina yang mengajukan masalah ke arbitrase, dan AS sering melakukan pengintaian jarak dekat di pulau dan beting di Laut Tiongkok Selatan yang dianggap wilayah Tiongkok. Jadi Tiongkok merasa ini suatu responsif dan sikap aktif untuk mencari solusi atas sengketa Laut Tiongkok Selatan.

Pengamat melihat “DOC” menghadapi beberapa tantangan, termasuk pertemuan pejabat senior di regional yang diadakan tersebut. Tapi seperti bisa dilihat semua pihak bersedia untuk lebih mempromosikan pelaksanaan parelel dari “DOC”, hal ini dapat dikatakan merupakan aspek penting dari implementasi untuk meningkatan rasa saling percaya antara kedua belah pihak atau pihak-pihak yang terkait, dan itu akan memperluas kerjasama mereka sehingga bisa menekan aspek negatif. Itulah yang dianggap sangat signifikan dalam pelaksanaan “DOC”.

Menghadapi beberapa negara dan media yang sengaja ‘menggoreng’ isu Laut Tiongkok Selatan yang berkomplot sengaja menciptakan ketegangan, pertemuan pejabat senior untuk menerapkan “DOC” telah menjadi suatu serangan balik dengan sangat akurat. Demikian menurut beberapa pengamat dan analis.

Tiongkok mengklaim bahwa mereka telah menunggu 13 tahun, tapi “DOC” masih belum sepenuhnya dilaksanakan. Jadi apa yang menjadi kesulitan dalam proses tersebut? Kemudian apa respon dari Tiongkok untuk isu Laut Tiongkok Selatan ini?

Baru-baru ini, serangkaian tindakan antara Tiongkok dan AS tentang isu-isu Laut Tiongkok Selatan telah menarik perhatian. Saat menjawab pertanyaan tentang isu-isu Laut Tiongkok Selatan di Forum Perdamaian Dunia ke-4 pada akhir Juni lalu, Wang Yi Menlu Tiongkok menunjukkan bahwa Tiongkok memiliki resolusi tegas, dan kekuatan yang cukup untuk melindungi hak-hak hukum di Laut Tiongkok Selatan. 

Wang Yi mengatakan sampai tahun 1960, masyarakat internasional, termasuk negara-negara yang berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan, tidak pernah menyatakan keraguan tentang kedaulatan Tiongkok atas Kepulauan Nansha; negara yang sekarang mengeluh keras tentang ini pernah mengakui atau secara implisit mengakui bahwa Kepulauan Nansha adalah wilayah Tiongkok.

Tapi setelah itu, ketika terdengar berita telah ditemukan minyak di Laut Tiongkok Selatan, beberapa negara mulai menyerang dan menginvasi pulau dan beting Tiongkok, Tiongkok menjadi korban terbesar dalam isu Laut Tiongkok Selatan.

Klaim kedaulatan Tiongkok atas Kep. Nansha tidak melebar, tetapi juga tidak mau berkurang, jika tidak, kita (Tiongkok) terasa tidak mampu menghadapi pendahulu kita dan generasi yang lebih tua. Di saat yang sama, fenomena melahap dan melanggar atas hak dan kepentingan kedaulatan Tiongkok tidak bisa terus dibiarkan, karena kita akan tidak punya muka untuk menghadapi keturunan kita. Demikian pidato Wang Yi dalam forum Perdamaian tersebut.

Pernyataan Wag Yi ini telah membuat AS tertengun, AS bukan menjadi/merupakan salah satu pihak dalam isu Laut Tiongkok Selatan, namun dalam beberapa tahun terakhir, telah diam-diam mengganggu pelaksanaan “DOC”.

Untuk masa terkini, intervensi terbuka AS dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan dapat di bagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah peringatan lisan dan tindakan Kongres AS tahun lalu. Pada 11 Juli 2014, saat konferensi CSIS (Center Strategis and International Study/Pusat Studi Strategis dan Internasional) sebuah think tank terkenal AS, Deputi Menlu AS, Mike Fuchs mengusulkan teori “Freezing/Pembekuan” di Laut Tiongkok Selatan : Pertama-tama, semua pos-pos militer baru untuk tidak mencoba untuk merebut kembali setiap pulau dan beting yang telah diduduki oleh negara-negara lain sebelum Nopember 2002.

Kedua, selain untuk perawatan rutin sehari-hari, tidak ada perubahan mendasar akan sifat daerah, dan fungsi dari bangunan asli di pulau-pulau dan beting/terumbu. Dalam hal membangun dan membangun pulau buatan, semua pihak harus menjelaskan perubahan mana yang provokatif dan yang pemeliharaan struktur berdasarkan situasi pada tahun 2002.

Ketiga, mereka harus tetap dalam keadaan mengontrol dalam perairan yang disengketakan, dan tidak mengambil tindakan sepihak terhadap kegitaan ekonomi yang oleh pihak lain telah disengketakan untuk waktu lama.

Pada 9 Agustus 2014, Menlu AS, John Kerry sekali lagi meminta semua negara untuk “membekukan semua sengketa di Laut Tiongkok Selatan” ketika dalam Pertemua Puncak Menteri ASEAN di Naypyitaw, ibukota Myanmar.

John Kerry mengatakan, AS dan ASEAN memiliki tanggung jawab bersama untuk menjamin keamanan maritim di jalur laut global yang kritis dan pelabuhan. Kita perlu bekerjasama untuk mengatur ketegangan di Laut Tiongkok Selatan, dan mengatur mereka secara damai, dan juga  untuk mengatur mereka menurut hukum internasional.

Didalam kerangka “Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan/Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea) Tiongkok dan negara-negara ASEAN telah mencapai kemajuan yang relatif besar dalam negosiasi tentang “Kode Etik di Laut Tiongkok Selatan/South China Sea Code of Conduct”.

Banyak dari kalangan pengamat dan analis mempertanyakan, mengapa AS dalam waktu kritis ini membahas tentang “Pembekuan” ?

(Bersambung ......)

 

Sumber & Referensi : media TV & Tulisan Luar dan Dalam Negeri

http://tuku.military.china.com/military/html/2010-06-03/143004_1383321.htm

http://www.japanfocus.org/-carlyle_A_-Thayer/3813/article.html

http://wantchinatimes.com/news-subclass-cnt.aspx?cid=1101&MainCatID=11&id=20150804000119

ASEAN’S Code of Conduct in the South China Sea: A Litmus Test for Community-Building? By Carlyle A. Thayer

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun