Pada kenyataanya, setelah krisis Ukraina pecah, sanksi ekonomi AS dan oposisi militer Rusia telah mendorong hubungan mereka terhadap krisis menjadi yang paling parah sejak Perang Dingin berakhir.
Pada tahun lalu, NATO dan Rusia telah melakukan beberapa kali latihan militer bersama sepanjang perbatasan mereka, untuk meregangkan otot-otot mereka satu sama lain. Dari 5 -20 Juni 2014, negara-negara NATO menggelar latihan AL tahunan skala besar “BALTOP” di Laut Baltik. Pada saat yang sama, latihan militer NATO lainnya “Saber Strike-2015” juga berlangsung dengan semangat.
Dari 20-30 Juli, latihan dengan kode “Rapid Trident-2015” dengan beberapa negara NATO berlangsung di tempat latihan Yavoriv, di wilayah Lviv Ukraina. Menurut sebuah laporan sebelum ini, latihan ini diadakan dibawah arahan AS.
Selama tahun lalu, AS mengadakan latihan militer 200 kali diantaranya beberapa dalam skala besar di Eropa. Latihan dengan sebagian besar diadakan di negara-negara bekas Pakta Warsawa dan bekas Republik Uni Soviet.
Pada 16 Juni, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan saat menghadiri forum teknologi militer AD-2015 tahun ini, militer Rusia akan menerima lebih dari 40 rudal balistik antar benua (ICBM).
Dalam pidatonya Putin mengatakan : Tahun ini, kekuatan nuklir strategis militer Rusia akan menerima 40 ICBM. Rudal ini akan mampu menembus sistem pertahanan rudal, bahkan sistem dengan teknologi canggih sekalipun.
Malam itu, penyataan Putin bahkan lebih keras lagi dan menunjukkan tekadnya dalam menghadapi ancaman. Dengan mengatakan, jika ada yang mengancam wilayah Rusia, kita akan dipaksa untuk menunjukan kemampuan offensif dan kemajuan angkatan bersenjata kita kepada mereka.
Dalam NMS diumumkan bahwa AS benar-benar akan merombak arsenal senjata nuklirnya, untuk memastikan modernisasi senjata nuklirnya. Memastikan kemampuan serangan nuklir tertentu untuk menekan ekspansi negara revisonis untuk tujuan pengaturan lainnya.
AS dan Rusia saat ini merupakan dua negara yang memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia. Dalam rangka untuk mengurangi ancaman perang nuklir, kedua negara telah menandatangani tahap satu dan tahap dua Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START/Strategic Arms Reduction Treaties) pada tahun 1990-an.
Pada tahun 2001, AS mengumumkan pengunduran diri dari perjanjian pertahanan rudal, setelah Rusia mengumumkan bahwa mereka tidak tunduk lagi pada pembatasan START.
Setelah Barrack Obama menjadi presiden, kedua negara memulai kembali perundingan tentang pelucutan senjata nuklir, dan menandatangani “START” pada 2010, dimana kedua negara sepakat untuk mengurangi senjata nuklir mereka dengan 30%.