Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Yaman Dikhawatirkan akan Menjadi Pusat Pusaran Kekacauan Baru di Timteng (7)

18 Mei 2015   16:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:51 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yaman Menjadi “Hot Spot”

Yaman  negara kecil dalam  posisi geografis yang unik, rakyatnya miskin seolah ditakdirkan menjadi “Hot Spot” untuk pertikaian  antara Sunni dan Syiah.

Meskipun Yaman tampaknya seperti negara yang cukup miskin diantara negara-negara Arab, tapi secara historis dan geografis sangat penting. Hal ini disebabkan Yaman menjadi sebagai penjaga dari dua selat, Yaman ada pada titik tersempit dari Semenanjung Arab. Bagian utara (semananjung) ada Selat Hormuz dan bagian Selatan ada Laut Merah.

Dari dua arah, jika salah satu dari selat ini jatuh ke tangan Syiah, maka Arab Saudi akan merasa keamanannya sangat terancam. Dari zaman kuno sampai hari ini, Yaman telah menjadi lokasi kunci dalan kontes geopolitik bagi semua Islam.

Seperti telah diutarakan dimuka, pada tahun 2001, pemerintah Yaman dan Houthi telah menandatangani kesepakatan gencatan senjata, untuk mengakhiri konflik senjata selama enam tahun. Pada tahun Oktober 2013, angkatan bersenjata Houthi mengambil alih gubernuran Yaman utara—Amran atas “kepentingan Syiah”.  Hal ini menjadi alasan Hadi untuk melakukan tindakan terhadap Houthi, yang menyebabkan kelompok ini untuk memperluas kekuatannya hingga menjangkau ibukota.

Pada september 2014, Houthi mengambil alih ibukota Sana’a. Arab Saudi percaya jika Houthi mengotrol lokasi penting Yaman, mereka sangat mungkin untuk membentuk kekuatan di utara dan selatan yang dapat memancing Iran masuk, ini yang menjadi  kekuatiran besar Arab Saudi.

Bagi Arab Saudi jika hal ini terjadi akan menjadi tantangan  utama di kedua sisi. Salah satunya adalah dengan munculnya ekstrimis pasukan brutal seperti Al Qeada dan ISIS, apakah itu di Syria atau di Yaman, dari sudut pandang Arab Saudi krisis ini menjadi alasannya untuk menyerang.

Dengan alasan “permintaan secepat mungkin” dari Presiden Hadi yang diasingkan, Arab Saudi melancarkan serangan udara untk melindungi pemerintah yang sah---Yaman, dan mencegah gerakan ekstrimis untuk mengedalikan Yaman, dan negara-negara Teluk semua berreaksi.

Sebenarnya kita bisa melihat perang di Yaman ini sebagai pemberontakan dari ekstrimis Zaidi sekte Islam Syiah, dan menimbulkan murka negara-negara Arab yang beraliran Sunni. Namun, pemboman yang bertubi-tubi jet tempur Arab tidak dapat secara efektif menghentikan  gerakan Houthi maju ke selatan . Sedang jika membandingkan kekuatan militer mereka,  kekuatan pasukan gabungan jelas jauh lebih unggul.

Sejauh ini pasukan udara gabungan telah mengerahkan F-15S “Typhoon”, “Tornado” dan jet tempur model lainnya lebih dari 100 jet. Sebagian besar dari pasukan tulang punggung Arab Saudi yang alutsistanya dibeli dari Eropa dan AS, dan memiliki kapasitas tempur terbesar di Semenanjung Arab.

Sedang Houthi memiliki 100 ribu anggota, namun sebagian besar dari mereka terdiri dari milisi asli dan pendukung Houthi Syiah, hanya beberapa dari mantan personil militer yang bergabung dengan mereka.

Selain itu, selama bertempur dengan pasukan pemerintah, pasukan Houthi berhasil merampas beberapa tank, jet tempur Mig, dan rudal scud, tetapi dengan blokade AL dan AU bersama dari tentara gabungan, sehingga keadaan persenjataan mereka sedikit buruk, kapasitas tempur mereka juga sangat tidak effektif.

Banyak analis percaya serangan  udara gabungan Arab Saudi masih belum benar-benar effektif sampai hari ini, alasan penting karena AU Royal Saudi kekurangan informasi intellejen dalam pengumpulan data otonom target  dan informasi. Sedang dukungan intellejen AS yang lebih lengkap belum diberikan kepada Arab Saudi,  meskipun sebenarnya  mereka “tidak terlibat” dalam situasi tersebut, yang mana sebanarnya AS adalah sebagai “hegemoni” dari Timteng.

Sebagian pengamat  melihat, meskipun situasi Yaman bergolak, dan AS tahu selama sepuluh tahun ini Yaman telah menjadi negara penting dalam  memerangi terroisme. AS dan Yaman banyak bekerjasama untuk masalah kontraterrorisme. Tapi setelah keadaan Yaman menjadi  tidak terkontrol justru AS menarik semua personil khususnya dari Yaman.

Menurut laporan AFP pada 31 April 2015, seorang pejabat senior militer menyatakan bahwa AS akan memberi pengisian bahan bakar udara ke Arab Saudi yang memimpin operasi militer di Yaman, tapi tidak akan memberi informasi intellejen yang presisi untuk serangan udara.

Sikap AS ini menunjukkan bahwa mereka  tidak ingin ada masalah  lagi  di Timteng, terutama karena kebijakan AS untuk Timteng telah menumpuk dari masalah nuklir Iran hingga melawan terorisme, atau konflik dalam negeri di suatu negara, sehingga AS terakhir ini tidak ingin ada lagi perkelahi di Yaman. Hal ini menjadi faktor pertama.

Faktor kedua sebenarnya terkait dengan situasi keamanan di Yaman. Karena di Yaman  yang bertikai tidak hanya Houthi dan militer perintah pendukung Presiden Hadi, juga ada Al Qaeda,  jika terjadi perang,  AS sangat kuatir bahwa Hadi tidak akan menang, demikian juga Houthi. Tapi Al Qaeda akan bersembunyi di satu sisi dan mengambil keuntungan dari keadaan yang lepas kendali dari wilayah tersebut. Itu menjadi sesuatu yang sangat dikuatirkan AS.

Pada 1 April 2015, Menteri Luar Negeri Yaman menyatakan keraguan tentang kemanjuran dari serangan udara, menyerukan pasukan darat untuk dikirim ke dalam. Tapi respon dari militer  Arab Saudi mengatakan bahwa saat ini masih tidak ada rencana untuk mengirim pasukan darat ke Yaman.

Ahmed bin Hasan Asiri, Penasehat Departemen Pertahanan mengemukakan bahwa pada tahap sekarang Arab Saudi masih tidak ada rencana melakukan serangan darat, tapi jika situasi membutuhkan Saudi dan pasukan gabungan sudah melakukan persiapan untuk menanggapi segala bentuk serangan.

Keraguan Pasukan Darat Gabungan Untuk Dimobilisasi

Namun jika mereka memobilisasi pasukan darat, apakah mereka akan menggunakan pasukan khusus Saudi atau pasukan Mesir yang lebih berpengalaman, ini akan menjadi masalah penting bagi Arab Saudi. Mungkin pertimbangannya jika mengikut sertakan lebih dari sepuluh negara, maka  akan menyerukan  pasukan darat Pakistan yang lebih berpengalaman untuk ikut serta. Jika ini terjadi akan sulit bagi Arab Saudi untuk menarik kembali, perihal perspektif  ini yang membuat Arab Saudi sulit untuk memutuskannya.

Hal ini merupakan yang pertama kali menggunakan kekuatan untuk campur tangan di negara tetangga, jika intervensi ini berakhir sia-sia, maka akan berefek sangat negatif pada Arab Saudi dalam ambisinya untuk  menjadi pemimpin di dunia Arab.

Kini serangan udara terus berlangsung, dunia luar terus mengamati apakah operasi darat akan segera terjadi.

Pada 4 April 2015, Presiden Mesir Abdel Fatah el Sissi mengadakan pertemuan Dewan Militer Agung untuk meneliti situasi di Yaman. Menurut “informan” selama dalam pertemuan ini, Sissi membuat keputusan : “Jika serang udara terhadap Houthi gagal, Mesir akan mengerahkan serang darat ke Yaman untuk menggulingkan Houthi.” Tujuan dari tindakan ini untuk “menjamin keamanan pelayaran di Laut Merah dan Bab-el-Mandeb, untuk kepentingan keamanan Mesir sendiri.”

Laporan 28 Maret berdasarkan situs “ABC” Spanyol, mengatakan bahwa misi pesawat tempur   militer Arab Saudi dibagi enam tahap, tujuan tiga tahap pertama dengan “menggunakan angkatan udara untuk sepenuhnya mengendalikan situasi strategis.” Setelah itu mereka akan  melaksanakan tahap ke-empat dengan pusat operasi di sekitar pasukan Yaman pasukan Presiden Hadi, dan pasukan darat Arab Saudi yang akan memimpin untuk membantu Hadi dalam  menyelesaikan tujuan operasi untuk “memulihkan kembali pemerintah Yaman”

Tapi jika pasukan darat tidak berlangsung baik, akan besar resikonya bagi Arab Saudi. Karena bagaimnapun kita harus melihat apa yang akan terjadi dengan serangan  udara, karena Iran sedang dengan cemas mencari keberhasilan dalam pembicaraan tentang nuklir, sehingga tidak akan membuat respon yang kuat dengan serangan udara kali  ini. Akan tetapi jika ada serangan darat akan sangat diragukan apakah Iran akan tetap diam dan hanya diam  menonton?

(Bersambung ....... )

Sumber : Media TV & Tulisan L.N.

http://www.worldministries.org/yemen.html

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2015/04/150422_iran_bantuan_yaman

http://en.wikipedia.org/wiki/Bilad_al-Sham

https://insidethemiddle.wordpress.com/2012/04/13/bilad-al-sham-arabic-for-geographical-syria/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun