Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bagaimana Kiranya Peran RRT dalam Dua Dekade yang Akan Datang di Dunia dan Siapa dan Apa Peran Intelektual dalam Negerinya ( 20 )

20 Agustus 2014   00:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:06 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usulan Dan Pandangan Kaum Intelektual Untuk Politik Luar Negeri Tiongkok, Tokoh-tokohnya antara lain :

Internationlis : Globalis : Wang Yizhou ( 王逸舟 ) ;

Defensif Realis : Wang Jisi ( 王缉思 )

Nationalis : Neo-Comms : Yan Xuetong ( 阎学通 ).



Wang Yizhou ( 王逸舟 )

Prof. Wang Yizhou, Lahir di Wuhan-Hubei Juli 1957,  memperoleh gelar sarjana dari Universitas Hubei (湖北大学)di Kota Wuhan (1978-1982) dan lulus MA dan  PhD dari CASS, Beijing (1982-1988). Seorang Professor bidang Politik Internasional  dan Luar Negeri Tiongkok, serta Dekan di Fakultas Studi Internasional, Unversitas Beijing sejak 2009. Pernah menjadi kepala editor majalah bulanan Ekonomi dan Politik dari 1998-2008. Dan Wakil Direktur Institut Ekonomi dan Politik Dunia (IWEP/World Ecomonomics and Politic) dari Akademi Ilmu Sosial Tiongkok (CASS/Chinese Academy of Sosial Science中国社会科学院研究生院) di Beijing antara 1998-2009.

Minat  penelitiannya tercakup peran diplomasi Tiongkok dalam pengembangan kebijakan global, isu-isu komperatif pada teori hubungan internasional (IR/international relations teory*1) Barat dan Tiongkok, kecendrungan/trend lembaga internasional dan hukum.

Tulisannya yang sudah dipublikasikan antara lain : Studi IR di Barat : Sejarah dan Teori (1998) ; Kontruksi Dalam Kontradiksi: Multi Perspektif Tentang Hubungan Antara Tiongkok dan Organisasi Internasional (2003); Arah Baru Diplomasi Tiongkok (2011) dan Keterlibatan Kreatif : Peran Evolusi Global Tiongkok (2013).

Pada 1999 April di Paris, Prancis, Wang berpartisipasi dalam seminar dan diskusi tentang “Civil Society and Globalization” yang disponsori oleh Japan Foundation. Utusan Thailand mengemukakan makalah: “Governance and Civil Society in Thailand” (oleh Suchit Bunbongkam) dan Indonesia “Developement of Civil Society and Good Governance in Indonesia” (oleh Mochtar Buchori), dalam acara ini Wang Yizhou sempat bertukar pikiran dan berdiskusi luas dengan delegasi dari Indonesia, Thailand  dan Korsel.

Wang Yizhou telah memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan hubungan internasional  Tiongkok sesuai dengan bidang studinya. Seorang pemikir Tiongkok yang berpandangan spektrum  hubungan internasional yang liberal, yang menggambarkan  pandangannya sebagai “setengah internasionalis liberal dan realis”. Pandangannya lebih percaya pada lembaga-lembaga internasional dibandingkan dengan pandangan Yan Xuetong yang realis yang tegas dan Wang Jisi yang realis-defensif. *2

Sebelum membahas topik hubungan internasional Tiongkok, ada baiknya disini dikemukan apa itu teori hubungan internasional, yang kadang masih membingunkan bagi beberapa pembaca. Mudah-mudahan paparan dibawah ini bisa membantu.

Teori Prinsipal IR / Hubungan Internasional *3

Mempelajari hubungan internasional perlu mengambil beberapa pendekatan teoritis. Beberapa justru muncul dari dalam disiplin itu sendiri; sedang lainnya di-impor secara keseluruhan atau sebagian, dari disiplin ilmu ekonomi atau sosiologi. Memang beberapa teori-teori ilimiah sosial masih belum ditrapkan pada studi hubungan antara negara-negara. Banyak teori hubungan  internasional secara internal dan eksternal masih saling mengklaim, beberapa pakar mempercayai hanya satu atau lainnya. Meskipun adanya keragaman ini, beberapa pusat studi utama memperkirakan masih bisa ditelusuri, terutama dibedakan oleh variabel yang mereka tekankan --- misalnya kekuatan militer, kepentingan materi atau keyakinan ideologis.

Hubungan Internasional Realisme

Disiplin Realis , kadang-kadang disebut juga “Realis Struktural” atau “Neo-realis”. Yang bertentangan dengan yang “Realis Klasik” yang terdahulu, sistim internasional didefinisikan dengan anarki atau tidak adanya otoritas pusat (Waltz). Negara-negara yang berdaulat dan otonom satu sama lainnya; tidak ada struktur yang melekat atau masyarakat bisa muncul dan bahkan eksis untuk mengatur hubungan-hubungan di antara mereka. Mereka hanya terikat karena terpaksa yaitu paksaan atau atas persetujuan mereka sendiri.

Dalam sebuah sistim yang anarkis seperti itu, kekuasaan negara memang menjadi kunci satu-satunya variabel yang berkepentingan, karena hanya melalui kekuasaan negara baru dapat melindungi dirinya, dan berharap bisa terus bertahan hidup. Realisme dapat memahami kekuasaan dalam berbagai bentuk, misalnya dengan cara militer, ekonomi, diplomatik, tapi pada akhirnya menekankan distribusi kapasitas materi koersif (kuat) sebagai penentu politik internasional.

Visi dunia bertumpuh pada empat asumsi (Mearsheimer 1994). Pertama, Realis mengklaim bahwa kelangsungan hidup menjadi tujuan utama dari setiap negara. Invasi asing dan pendudukan merupa ancaman yang paling mendesak yang harus dihadapi setiap negara. Bahkan jika kepentingan domestik , budaya strategis, atau komitmen untuk membentuk satu cita-cita nasional yang ideal akan lebih didikte untuk tujuan murah hati dan kooperasi internasional, dengan adanya sistim anarki internasional mengharuskan negara terus menerus memastikan bahwa mereka memiliki cukup kekuatan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan kepentingan materi yang diperlukan mereka untuk kelangsungan hidup.  Kedua, Realis --- negara berperan sebagai aktor yang rasional. Ini mengingat bahwa tujuan akhir adalah tetap hidup. Negara akan bertindak sebaik mungkin untuk memaksimalkan kemungkinan mereka untuk tetap eksis.  Ketiga, Realis mengasumsikan bahwa semua negara memiliki sedikit banyak kemampuan militer, dan tidak ada negara yang tahu apa niat tetangganya dengan pasti.  Dengan kata lain di dunia ini segalanya berbahaya dan tidak pasti.  Ke-empat, dalam keadaan dunia yang demikian Negara Agung (great power) adalah negara yang mempunyai kekuatan ekonomi besar, terutama yang mempunyai kekuatan militer yang ampuh dan menentukan. Dalam pandangan ini hubungan internasional pada dasarnya adalah sebuah kisah negara berkekuatan daya politik yang besar.

Tapi dalam Realis juga terjadi beberapa isu penyimpangan. Jadi yang disebut Realis Offensif berpendapat bahwa dalam rangka untuk menjamin kelangsungan hidupnya, negara akan berusaha memaksimalkan kekuatan yang relatif terhadap yang lain (Maersheimer 2011). Jika ada negara-negara pesaingnya memiliki kekuatan yang cukup untuk mengancam negara, itu berarti tidak aman. Jadi hegemoni menjadi strategi terbaik bagi suatu negara untuk mengejarnya, jika itu memang  memungkinkan dan bisa.  Realis Defensif , sebaliknya pecaya bahwa dominasi adalah satu kebijakan strategi untuk kelangsungan hidup negara (Waltz 1979). Mereka mencatat bahwa dengan cara hegemoni dapat membawa negara dalam konflik berbahaya dengan rekan-rekannya. Sebaliknya Realis Defensif menekankan stabiltas --- keseimbangan sistim kekuatan, yang kira-kira distribusinya seimbang dan kurang lebih sama kekuasaanya antara negara-negara, sehingga tidak akan ada resiko diserang oleh negara lain. Dengan demikian “Polarisasi” --- distribusi kekuasaan di antara negara agung (great power) menjadi kunci dari konsep dalam Teori Realis.

Realis mengesampingkan penekanan pada anarki dan kekuasaan yang dapat membawa mereka ke sebuah pandangan suram dari hukum internasional dan lembanga-lembaga internasional (Mearsheimer 1994). Sebenarnya Realis percaya aspek seperti politik internasional hanya sekedar epiphenomenal (effek/gejala sampingan), itu mencerminkan keseimbangan kekuasaan, tetapi tidak membatasi atau mempengaruhi perilaku negara. Dalam sistim anarkis tidak ada otoritas hirarki. Realis berpendapat bahwa hukum hanya dapat ditegakkan melalui kekuasaan negara. Tapi kenapa negara memilih untuk menggunakan kekuatan berharganya untuk dipaksakan, tidak lain kecuali membawa keuntungan materi secara langsung? Jika dilakukan secara kekerasan tidak bisa ya dilakukan dengan diliciki, dan itu mengapa setiap negara setuju untuk bekerjasama memalui perjanjian atau lembaga (institution) sebagai pilihan pertama?

Dengan demikian Negara dapat menciptakan hukum internasional dan lembaga-lembaga internasional, dan dapat menegakkan aturan mereka untuk dikondifikasikan. Namun itu bukan atauran mereka sendiri yang menentukan mengapa suatu negara bertindak dengan cara tertentu tersebut, melainkan didasari kepentingan materi dan hubungan kekuasaan. Jadi Hukum Internasional merupakan gejala dari perilaku negara, bukanlah penyebab.

Institusionalisme

Institusioanlis merupakan rangkuman dari banyak asumsi Realisme tentang sistim ---- anarkis, bahwa negara yang memetingkan diri sendiri, menjadi aktor rasional yang berusaha bertahan hidup sambil meningkatkan kondisi materi mereka, dalam ketidak pastian yang meliputi hubungan antar negara. Namun, Intitusionalis mengadalkan pada teori mikroekonomi dan teori permainan untuk mencapai kesimpulan yang sangat berbeda bahwa kerjasama antar bangsa adalah mungkin.

Wawasan utamanya bahwa kerjasama itu masih memungkinkan, strategi kepentingan pribadi yang rasional bagi negara-negara untuk mengejar kondisi tertentu (Keohane 1984). Dengan mempertimbangkan dua mitra dagang. Jika kedua negara menurunkan tarif mereka, mereka akan berdagang lebih banyak dan lebih memakmurkan mereka masing-masing, tetapi jika salah satunya tidak akan mau menurunkan hambatan kecuali bisa dipastikan yang lain juga melakukannya. Realis ragu kerjasama seperti ini bisa dipertahankan tanpa adanya kekuasaan koersif karena kedua negara akan memiliki insentif untuk mengatakan mereka membuka perdagangan, membuang (dump) barang-barang mereka ke pasar negara lain, maka itu tidak diizinkan untuk diimpor.

Institusionalis, sebaliknya dengan kontras berpendapat bahwa lembaga-lembaga didefinisikan sebagai perangkat aturan, norma, praktek dan prosedur pengambilan keputusan dengan harapan dapat mengatasi ketidak pastian yang merusak kerjasama. Pertama, lembaga memperpanjang interaksi rentang waktu, menciptakan permainan iterasi satu putaran. Negara yang menyepakati tarif ad hoc (sementara) sebenarnya rentan kena penipuan oleh tetangganya pada perundingan putaran berikutnya. Tapi bagi negara-negara yang tahu/menyadari bahwa tertipu mereka harus berinteraksi dengan mitra yang sama berulang-ulang melalui lembaga, malah akan mendapatkan insentif untuk mematuhi perjanjian dalam jangka pendek, sehingga mereka bisa terus mengambil manfaat dari kerjasama dalam jangka panjang. Lembaga dengan demikian dapat meningkatkan utilitas dari reputasi yang baik untuk negara, mereka juga membuat hukuman yang lebih kredibel.

Kedua, Institusionalis berargumen lembaga meningkatkan informasi tentang perilaku negara. Mengingatkan ketidak pastian itu adalah alasan yang signikfikan bagi Realis untuk meragukan kerjasama dapat dipertahankan. Lembaga mengumpulkan informasi tentang perilaku negara dan sering membuat penilaian tentang kepatuhan atau ketidak patuhan terhadap aturan terntentu. Sehingga negara tahu bahwa mereka tidak akan lolos begitu saja jika mereka tidak mematuhi aturan yang diberikan.

Ketiga, Institusional dicatat bahwa lembaga/institusi sangat dapat meningkatkan effisiensi. Hal ini memakan biaya atau mahal bagi negara untuk bernegosiasi satu sama lainnya atas dasar ad hoc. Lembaga dapat mengurangi biaya transaksi dengan berkoordinasi dengan menyediakan forum terpusat dimana negara-negara dapat bertemu. Mereka menyediakan “focal point/titik ketentuan” yang mampan terfokus dan norma-norma yang memungkinkan seragam bagi negara-negara yang segera dapat segera menyelesaikan masalah dengan tindakan tertentu. Dengan demikian Instusionalis memberi penjelasan untuk kerjasama internasional berdasarkan asumsi teoritis yang sama dan mengarah kepada Realis menjadi skeptis terhadap hukum dan lembaga-lembaga internasional.

Salah satu cara dengan pengacara internasional untuk memahami Kelembagaan adalah sebagai akun teoritis dan empisis rasionalis tentang bagaimana dan mengapa hukum internasional berkerja. Ada banyak kesimpulan yang dicapai oleh para pakar instisusionalis yang tidak akan mengejutkan bagi pengacara internasional, yang sebagian besar telah lama memahami peran yang --- timbal balik dan reputasi bermain dalam memperkuat kewajiban hukum internasional. Tapi paling-paling bagaimanapun tergantung dari wawasan instisusioalisnya, yang didukung oleh studi empiris yang cermat terhadap definisi lembaga internasional secara luas, yang dapat membantu pengacara internasional dan pembuat kebijakan dalam merancang lembaga dan rezim yang lebih efektif dan tahan lama.

Liberalisme

Liberalisme lebih membuat komplek dan kurang kohesif teorinya daripada Relaisme dan Institusionoalisme. Wawasan dasar dari teori ini mengatakan bahwa karekteristik nasional masing-masing negara penting untuk hubungan internasional mereka. Pandangan ini berlawanan dengan pandangan dari Realis dan Institusionalis, dimana semua negara memiliki dasar tujuan dan perilaku (setidaknya secara internasional) yang sama untuk mengejar kekayaan atau kelangsungan hidup sendiri.  Teori liberal lebih menekankan perilaku unik Negara Liberal, meskipun akhir-akhir ini telah berusaha untuk memperluas penjelasan karakteristik domestik berbasis umum dari hubungan internasional.

Salah satu perkembangan yang paling menonjol dalam teori leberal telah menjadi fenomena yang dikenal sebagai perdamaian demokratis (Doyle). Pertama, dibayangkan oleh Immanuel Kant, perdamaian demokrastis menggambarkan tidak adanya perang antara negara liberal, yang didefinisikan sebagai demokrasi liberal yang sudah matang. Para ahli telah mengklaim  ini untuk suatu penemuan analisis statistik yang luas, yang mungkin menjadi pengecualian  dari beberapa kasus perbatasan yang dipegang oleh (Brown Lynn-Jones dan Miller). Memang kurang jelas , tapi bagaimanapun merupakan teori dibalik fakta empiris ini.  Ahli hubungan internasional belum membuat teori menarik tentang mengapa negara demokrais tidak saling menyerang satu sama lain. Edward Mansfield dan Jack Snyder telah mendemontrasikan secara meyakinkan bahwa negara demokrasi lebih cendrung untuk mencetuskan perang dibanding dari negara ortokrasi dan demokrasi liberal.

Andrew Moravcsik telah mengembangkan teori liberal yang lebih umum untuk hubungan internasional, bedasarkan tiga asumsi utama : (i) individu dan kelompok swasta, bukan negara, yang merupakan aktor penting dalam dunia politik (aktor non negara) ; (ii) Negara merupakan beberapa bagian dominan dari masyarakat dalam negeri, yang kepentingannya mereka layani; dan (iii) kongfigurasi prefrensi ini di seluruh sistim internasional menentukan perilaku Negara (Moravcsik). Suatu kekuatiran dari distribusi kekuasaan atau peran informasi bisa menjadi kendala tetap  pada interaksi sosial dari preferensi negara yang diturunkan.

Dalam pandangan ini negara tidak hanya sebagai “kotak hitam” yang berusaha untuk bertahan hiudp dan berkembang dalam suatu sistim yang anarkis. Mereka merupakan konfigurasi kepentingan individu dan kelompok yang kemudian memproyeksikan kepentingan-kepentingan ke dalam sistim internasional memalalui jenis pemerintahan tertentu. Kelangsungan hidup mungkin menjadi alasan terbaik untuk mencapai tujuan utama. Tapi kepentingan komersial atau keyakinan ideologis juga mungkin penting.

Teori Liberal sering menantang bagi pengacara internasional, karena hukum internasional memiliki beberapa mekanisme untuk mengambil sifat preferensi dari domestik atau akun tipe rezim. Teori-teori ini yang paling berguna sebagai sumber wawasan dalam merancang lembaga-lembaga internasional, seperti pengadilan, yang bisa ada dampak pada politik domestik atau yang dapat dihubungkan ke institusi domestik. Berbasiskan Yurisdiksi komplementer --- International Criminal Court (ICC)/ Pengadilan Kriminal Internasional adalah satu kasus untuk hal ini; dengan memahami kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan dalam struktur domestik pemerintah---biasanya tidak mempunyai check and balance, maka dapat membantu pengacara dapat mengerti mengapa yurisdiksi komplementer mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada kekuatan sistim peradilan dalam negeri dalam jangka panjang daripada yurisdiksi primer ( --àInternational Criminal Court and Tribunal/ Pengadilan Pidana Internasional dan tribunal, Complimentarity/Pelengkap dan Yurisdiksi).

Kontruksivisme

Kontruksivisme bukan suatu teori melainkan sebuah ontologi: satu set asumsi tentang dunia dan motivasi manusia dan lembaga (agency). Merupakan pendamping Relaisme, Instutusianlisme atau Liberalisme, tetapi lebih ke Rasionalisme. Dengan menantang kerangka rasionalis yang berlandaskan pada banyak teori hubungan internasional, Kontruksivis menciptakan alternatif kontruksivis dalam setiap kelompok teori tersebut.

Dalam akun Kontruksivis, variabel yang menarik bagi pakar, misalnya kekuatan militer, hubungan perdagangan, lembaga-lembaga internasional, prefrensi domestik menjadi tidak penting  karena adanya fakta obyektif tentang dunia, melainkan mereka memiliki makna sosial tertentu (Wendt 2000). Makna ini dibangun dari campuran yang komplek dan spesifik sejarah, ide, norma dan keyakinan yang mana para pakar harus memahami jika mereka ingin menjelaskan perilaku negara. Misalnya, Kontruksivis berpendapat bahwa persenjataan nuklir dari Inggris dan Tiongkok, meskipun sama-sama komparasinya merusak, tapi memiliki arti yang berbeda bagi AS yang diterjemahkan ke dalam pola yang sangat berbeda dari interaksi (Wendt 1995). Contoh lain, dari Johnston berpendapat bahwa Tiongkok secara tradisionil bertindak menurut asumsi Realis dalam hubungan internasional, tetapi tidak didasarkan pada struktur obyektif  dari sistim internasional melainkan lebih pada budaya strategis sejarah yang spesifik.

Fokus pada konteks sosial dimana hubungan internasional tejadi mengarah pada Konstruksivis yang menekankan pada isu-isu identitas dan kepercayaan (untuk alasan ini teori kontruksivis kadang-kadang disebut ideasional/kesan). Persepsi teman dan musuh, di-kelompok dan diluar–kelompok, fair dan adil semua menjadi penentu utama bagi perilaku Negara. Sementara beberapa Kontruksivis akan menerima bahwa negara-negara mementingkan diri sendiri, aktor rasional, mereka akan menekankan bahwa berbagai identitas dan keyakinan untuk membohongi pengertian kesederhanaan rasionalitas dimana negara melakukan hanya untuk bertahan hidup,  kekuasan atau kekayaan.

Kontruksvisme juga memperhatikan peran norma sosial dalam politik internasional. Setelah March dan Olsen, Kontruksivis membedakan antara ‘konskuensi logika/logic of consequences’ --- dimana tindakan yang rasional dipilih untuk memaksimalkan kepentingan negara dan ‘logika persesuaian/logic of appropriateness’ , dimana rasionalitas ini sangat di-mediasi oleh norma-norma sosial. Misalnya kontruksivis akan berpendapat bahwa norma kedaulatan Negara telah sangat dipengaruhi oleh hubungan internasional, sehingga menciptakan kecendrungan untuk non-interferensi yang mendahului setiap analisis manfaat-biaya negara dapat dilakukan. Argumen ini cocok dengan rubrik Institusionalis yang menjelaskan kerjasama internasional, namun  berdasarkan sikap membangun daripada mengejar kepentingan rasional yang obyektif.

Mungkin dikarenakan minat mereka dalam keyakinan dan ideologi, Kontruksivisme juga menekankan peran aktor non-negara lebih dari pendekatan lain.  Misalnya, pakar telah mencatat peran aktor transnasional seperti LSM atau perusahaan-perusahaan transnasional dalam mengubah keyakinan Negara tentang isu-isu seperti penggunaan ranjau darat dalam perang atau perdagangan internasional. ‘Norma Perngusaha’ ini mampu mempengaruhi perilaku Negara melalui retorika atau bentuk lain berupa lobi-lobi, persuasi, dan mempermalukan ( Keck dan Sikkink).  Kontruksivis juga mencatat peran lembaga-lembaga internasional sebagai aktor sebagai hak mereka sendiri. Sementara teori Institusionalis, misalnya, melihat lembaga-lembaga terutama sebagai alat pasif negara. Kontruksivisme mencatat bahwa birokrasi internasional mungkin berusaha untuk mengejar kepentingan mereka sendiri ( misalnya perdagangan bebas atau à perlindungan HAM ) bahkan terhadap keingin negara yang menciptakan mereka (Barnett dan Finnemore).

Kesimpulan :

Banyak teori hubungan internasional yang diargumenkan secara sengit, namun tidak selayaknya untuk melihat mereka sebagai saingan atas beberapa kebenaran universal tentang politik dunia. Sebaliknya, masing-masing terletak pada asumsi dan epistimologi tertentu, dibatasi oleh kondisi speksifik tertentu, dan mengejar tujuan analitik sendiri. Sementara berbagai teori dapat menyebabkan lebih atau kurang menarik kesimpulannya tentang hubungan internasional, tidak ada yang pasti ‘benar’ dan ‘salah’. Masing-masing mememliki beberapa alat yang dapat berguna bagi yang berminat mempelajari ilmu politik internasional dalam memeriksa dan menganalisis yang benar-benar ‘kaya’(banyak bahan), fenomena multi-kausal.    ( Bersambung ..... )

Referensi & Catatan :

*1 IR/international relations teory/Teori Hubungan Internasional = Suatu studi hubungan internasional dari perspektif teoritis, yang mencoba memberi kerangka kerja konseptual dimana hubungan internasional dapat dianalisis.

Teori ini dapat dibagi menjadi “positivis/rasionalis”, teori yang mengfokuskan pada analisis terutama tingkat negara bagian. Dan “pasca-positivis/reflectivis”, teori yang menggabungkan makna yang diperluas dengan keamanan, mulai dari jenis kelamin, keamanan pasca kolonial. Banyak pertentangan dalam pemikiran IR ini, termasuk kontruktivis, institusionalisme, Marxisme, neo-Gramscianisme, dll. Namun dua displin ilmu pemikiran positivis yang paling lazim: realisme dan liberalisme; tapi kontruktivisme yang menjadi semakin menjadi mainstream.

( http://en.wikipedia.org/wiki/International_relations_theory &

https://www.princeton.edu/~slaughtr/Articles/722_IntlRelPrincipalTheories_Slaughter_20110509zG.pdf ).

*2 China 3.0 – mark Leonard

*3 International Relations, Principal Teories , Published in: Wolfrum, R. (Ed.) Max Planck Encyclopedia of Public International Law (Oxford University Press, 2011) www.mpepil.com

*4http://www.investopedia.com/terms/c/creativedestruction.asp

Definition of 'Creative Destruction'

Sebuah istilah yang diciptakan oleh Joseph Schumpeter dalam karyanya yang beerjudul “Kapilatisme, Sosialisme dan Demokrasi”(1942) untuk menunjukan suatu “proses mutasi industri yang terus menrus merevoulusi struktur ekonomi dari dalam, task henti-hentinya mebuat yang baru”

Destruksi kreatif terjadi ketika sesuatu yang baru membunuh sesuatu yang lebih tua. Seperi contoh komputer pribadi, industri yang dipimpin microsoft dan Intel, menghancurkan banyak perusahaan komputer mainframe, tetapi dengan begitu, pengusaha menciptakan salah satu penemuan yang paling penting pada abad yang lalu.

Schumpeter bahkan lebih jauh mengatakan “proses destruksi kreatif adalah fakta penting tentang kapitalisme”. Tapi sayangnya, sementara sebuah konsep besar , ini sudah menjadi salah satu isu yang paling sering digunakan dari ledakan dotcom. Hampir setiap CEO berbicara tentang bagaiman detruksi kreatif akan menggantikan ekonomi lama dengan yang baru.

*5 http://baike.baidu.com/view/16573.htm 费孝

Fei Xiaotong (费孝) lahir 22-02- 1910 meninggal 24-04-2005, ilmuwan sosiologi kelas dunia, salah satu tokoh pendiri bidang ilmu pengetahuan dan antropologi Tiongkok. Selama hidupnya telah menerima penghargaan dari berbagai institusi dunia yang bergengsi.

1980 menerima International Society of Human Award, Denver. AS.

1981diterima sebagai British Huxley Medal of Royal Society of Anthropology , London.

1988 menang untuk Encylopedia Britannica Award di new york.

1993 memenang Fukoka Asian Cultral Prize.

1994 menerima Philippines Ramon Magsaysay “ Social leadership Award”

1998 memenangkan “Henry Fok Excellence Award”.

-     http://www.thinkinchina.asia/wang-yizhou/

-     http://theory.people.com.cn/GB/40764/63787/63791/4397209.html市民社会与中国外交

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun