Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisakah AS Dan Barat Dengan Serangan Udara Untuk Menghabisi ISIS (4-5)

25 November 2014   03:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:56 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mei 2011, satuan Navy Seal AS berhasil membunuh Osama bin Laden pemimpin kelompok Al-Qaeda, saat itu AS merasakan suatu kemenangan besar dalam perang melawan terorisme. Namun hanya berselang 3 tahun kemudian, apa yang dinamakan Negara Islam (IS) sebagai organisasi ekstrimis Islam telah melampaui Al-Qaeda. Maka AS harus mengadakan perang terhadap teroris sekali lagi, tapi kali ini AS harus berperang dengan ‘Monter’ generasi ke-2. Namun masalahnya apakah rezim Obama AS yang telah coba menggunakan persenjataan yang lebih modern dan dasyat ini bisa menghabisi teroris ini ?

Seperti diketahui pada 2011 terjadi Perang Afganistan, dan 2003 terjadi Perang Irak, kedua perang ini merupakan perang besar “melawan teroris” yang digerakkan dan di-inisiatifi oleh AS sebagai sebuah negara bangsa. Tapi setelah 10 tahun telah lewat, dengan efek dari berbagai faktor, tidak hanya organisasi teroris yang di Timteng saja yang tidak bisa dibasmi. Tapi justru dengan diam-diam organisasi teroris makin meningkat dan berkembang. Menurut pandangan para pakar anti-teroris Barat, organisasi ekstrim ISIS telah menjadi “monster” teroris di Timteng. Untuk menangani “monster” ini militer AS tidak mempunyai cadangan dana, namun mempersiapkan perang lagi.

[caption id="" align="aligncenter" width="800" caption="F-22 Reptor Jet Tempur Multiroll Tercanggih sedunia Sekarang/U.S. Air Force photo by TSgt Ben Bloker - Selective noise reduction by Diliff - ID:DF-SD-07-04374 / Service Depicted: Air Force / 051015-F-2295B-043"][/caption]

Persiapan ini antara lain mengerahkan alusista nomor wahidnya di dunia yaitu pesawat tempur Raptor F-22  untuk digunakan dalam perang tersebut untuk pertama kalinya, sehingga telah menarik banyak perhatian dunia.  Mengapa AS memobilisasi F-22 untuk memerangi organisasi teroris ? Apakah ini menjadi pilihan terbaik ? Apakah dapat mencapai hasil yang diharapkan ? Marilah  kita bahas .......

Pada malam 22 September yang  lalu, AS dan lima negara-negara Arab sekutunya mengadakan serangan pengeboman perdana dari udara pada pangkalan kuat organisasi ekstrimis teroris ISIS di Syria. F-15 , F-16, Bomber B-1 pesawat tanpa awak, dan B-1 UAV ( drone) menjadi satuan dalam tim serangan tersebut. Tapi apa yang paling dinantikan adalah Raptor F-22, yang menjadi penampilan perdananya dalam pertempuran. Pada pagi esok harinya, Depeartemen Pertahan AS dalam akun twitter resminya memuat Video keberhasilan mereka mengebom pangkalan ISIS di Syria yang dapat dilihat dalam youtube berikut ini (https://www.youtube.com/watch?v=3m5BR4O92hQ), dimana bisa terlihat ke-akuratan dari serangan tersebut yang membuat orang terkagum-kagum. Richard Myer mantan Panglima Gabungan Kepala Staf AS memberi penjelasan didepan media atas presisinya missile yang dipandu dengan GPS mengenai target yang disasar dengan tepat sekali.

Raptor F-22 merupa pesawat supersonik gabungan atau kombinasi kemampuan Stealth dengan kelincahan bermanuver, akurasi dan kepekaan/kesadaran terhadap situasi. Memiliki kapasitas untuk peperangan udara dan serangan terhadap daratan, sehingga menjadi Jet Tempur Generasi ke-5 yang tidak ada tandingannya di dunia saat ini. Dengan segala keunggulan yang dimiliki pesawat ini, AS melarang mengekspor pesawat jenis tersebut ke negara lain. Jadi hanya AS yang memiliki pesawat paling canggih ini di dunia dan tidak ada pesawat dan angkatan udara negara lain yang mampu menandingi pesawat ini.

Tapi dengan pesawat tersebut untuk mengadakan penyerangan udara terhadap ISIS, apakah bukan berlebihan? Banyak ahli militer yang mengatakan hal ini seperti mau membunuh nyamuk dengan bom atau menggunakan Lamborini untuk bus sekolah.

Pesawat F-22 ini per unit seharga US$ 150 juta, pesawat ini tidak saja merupakan pesawat tempur tercanggih tapi juga termahal di dunia. Pakar AS mengatakan AS mengadakan serangan udara terhadap organisasi esktrim teororis di Irak dan Syria setiap bulannya menghabiskan lebih dari US$ 1 milyar, dan F-22 setiap jam terbang memerlukan biaya US$ 68 ribu.

Tapi banyak pihak yang mempertanyakan dan tidak mengerti, sejak 2005 AS dalam penyerangannya terhadap Irak dan Afganistan,dan melakukan operasi perang yang cukup lama, saat itu F-22 sudah aktif menjadi salah satu alusista militer AS sejak 2005, tapi selama itu tidak pernah dilibatkan dalam operasi militer ini.

Dalam perang melawan Taliban di Afganistan, alusista yang digunakan untuk melakukan operasi offensif terutama yang digunakan adalah pesawat pembom strategis, penyerang, dan bomber serta pesawat pengangkut pasukan. Melihat secara keseluruhan satuan offensif ini pada dasarnya sudah sesuai dengan kebutuhan misi tersebut, dalam melawan Taliban yang hanya bersenjatakan “senjata primitif”.

Namun sekarang jika dibandingkan dengan ISIS juga tidak berbeda jauh, mereka tidak memiliki alat dan kapasitas pertahanan udara yang kuat dan canggih. Berdasarkan hal ini seharusnya AS tidak perlu harus mempertimbangkan untuk mengguna pesawat Stealth, dengan B-1 dan B-52 bomber sudah cukup memadai untuk melakukan pengeboman dalam altitude rendah..  Demikian juga F-14 akan dapat melakukan misinya dengan baik, dengan didampingi intelijen darat untuk pemanduan.Dilihat dari sudut pandang ini AS telah melakukan misi operasi penyerangan udara ke darat yang tidak seimbang sama sekali, bagaimanapun AS tidak akan mendapat perlawanan yang berarti. AS akan bisa melakukan penyerangan udara ke darat apapun yang mereka hendaki, bila melihat dari pengalaman mereka di Afganistan.

Namun kini AS memobilisasi F-22 seolah tanpa menghiraukan biaya operasi dari pesawat tersebut, apakah disebabkan lawannya yang tidak mudah dilawan? Menurut laporan majalah AS “The National Interest” yang terbit dua bulanan pada 25 September 2014, dengan judul “Five ISIS Weapons of War America Should Fear” (Lima persenjataan ISIS yang harus diwaspadai AS), telah melaporkan 5 persenjataan yang membuat organisasi ekstrimis ini menjadi kuat dan berkembang tekniknya, senjata anti-tanknya, anti-pesawat udaranya, artilerinya, dan senjata penyerbunya. Menurut laporan majalah tersebut senjata jenis yang dimiliki ISIS ini tidak mungkin dapat melawan kampanye serang udara modern.

ISIS juga tidak memiliki senjata standar yang cukup banyak, senjata standar yang mereka miliki hampir seluruhnya senjata buatan AS yang didapat dari bekas ISF (Iraqi Security Force/Satuan Keamanan Irak), seperti Tank Abrams M1A1, Kendaraan lapis baja pengakut pasukan M-113, M-109 Howitzer, beberapa Hammer, hampir semuanya hanya taktikal pick-up, dan kendaraan sipil non standar, kebanyakan terdiri dari mobil pick-up yang dilengkapi dengan senapan mesin yang dapat digunakan untuk bertempur. Dengan kata lain menurut standar kemiliteran mereka hanya sekelas para-militer.

F-22 adalah pesawat anti radar yang terbuat dari bahan RAM (radar absorbent materials) yang tidak mematulkan signal radar, berkemampuan stealth(siluman), sehingga pesawat ini berkemampuan muncul dan menghilang seperti angin, dan dijuluki “raptor/pemangsa dalam medan perang”. Pesawat ini dikembangkan pada akhir tahun 1970-an, dikembangkan untuk generasi berikutnya yang akan datang bagi AU-AS untuk menghadapi ancaman dunia yang akan datang ini. Seiring dengan itu untuk mengimbangi SU-27 dari Soviet pada waktu yang lalu. Namun setelah persaingan dengan SU-27 telah lewat dan perang dingin sudah usai, saat itu Lockheed Martin pembuat pesawat ini mengatakan bahwa F-22 akan menjadi raja di udara dalam 40 tahun yang akan datang ini.

Pada  23 September 2014, sehabis selesai melakukan misi serangan udara di Syria, seorang pilot F-22 mengibarkan bendara dalam cockpitnya. Seolah merayakan kecemerlangan dari F-22 dalam medan perang yang tidak seimbangan ini. Namun ini sebenarnya hanya pencitraan dimana seolah dengan “golok pemotong sapi untuk memotong ayam” menurut pemeo orang Timur. Karena pada awalnya F-22 dikembangkan terutama untuk dog-fight atau peperangan udara-udara (vs  udara) bukan untuk peperangan udara–daratan. Lebih-lebih untuk melawan gerombolan teroris di daratan.

Seperti apa yang dikatakan oleh Ivan Eland, Direktur of Center On Peace and Liberty at Independent Institute di AS : “Tadinya kita akan menggunakan F-22 untuk penetrasi pertahanan udara Uni Soviet dan juga untuk menghadapi pesawat mereka yang berkemampuan tinggi. Maka karena sudah dibangun untuk musuh yang sudah tidak ada lagi, maka sekarang AS akan menggunakan alusista pasca perang dingin ini untuk peperangan modern apapun dalam masa kini, dimana kemungkinan pihak lawan menggunakan alat pertahanan udara yang canggih dan rumit atau pesawat tempurnya.  Namun itu bukanlah perang yang sekarang mereka hadapi (ISIS), situasinya sangat berlainan sekali.”

Tetapi apakah AS menghantam ISIS dengan F-22 itu sebenarnya untuk menghadapi pemerintah Syria?  Tahun lalu target AS adalah untuk menggulingkan rezim Bashar al-Assad. Tapi kini untuk menghantam organisasi ekstrimis teroris yang ada di dalam Syria, AS mau tidak mau harus secara terbatas bekerjasama dengan pemerintah Assad untuk hal-hal yang berkaitan dengan ini.

22 September lalu, pihak militer AS setelah serangan udara perdana, Pentagon mengungkapkan adanya kontak dengan Syria. Sebelum melakukan serangan udara rezim Assad telah mendapat kabar tentang serangan ini, tapi mereka tidak melakukan koordinasi dalam perspektif kemiliteran, baik sebelum , sedang dan sesudah serangan. Kata Juru bicara Hankam AS John Kirby .

Namun sebelumnya pemerintah Syria mengklaim, jika AS melakukan serangan udara melawan organisasi teroris di Syria belum mendapat persetujuan dari Syria dan langsung menyerang organisasi teroris ini, akan dinyatakan dan dianggap melakukan invasi ke Syria. Tapi dalam serangan udara ini AS hanya mengirim “Surat Pemberitahuan” kepada Syria. Sehingga banyak analis yang menyimpulkan bahwa AS menggunakan F-22 adalah untuk mencegah pemerintah Syria dari segala kemungkinan untuk mengadakan impedansi (menghalang-halangi) atas serangan udara tersebut. Tidak seperti medan perang di Afganistan, yang tidak memiliki sistim pertahanan udara yang memadai, tapi Syria memiliki pertahanan udara yang cukup lengkap baik AU dan Pertahanan Udaranya. Jadi menggunakan Stealth akan lebih aman.

Ada juga yang menganalisis bahwa F-22 , B-1 Bomber dan pesawat tempur canggih lainnya untuk menyerang organisasi teroris di Syria, hanyalah untuk ajang percobaan kemampuan dari alutista tersebut. Tujuan akhirnya untuk mengukur dan mengetahui berapa jauh kemampuan dan kapasitas pertananan militer Syria dalam medan perang. Untuk membuka jalan bagi operasi serangan udara kelak, dalam serangan militer terhadap Syria dikemudian hari.

Tidak perduli apapun yang direncanakan AS dengan memobilisasi F-22, tapi ada satu yang yang sangat jelas terlihat, peran F-22 dalam serangan udara sangat menganggumkan dan halus.

Tahun 2005 sembilan tahun lalu ketika pertama kali F-22 masuk dalam jajaran alutsista AS, pesawat ini belum pernah terlibat dalam suatu peperangan apapun, karena masih ada sistimnya yang malfungsi. 17 Nopember 2010, pernah terjadi sebuah F-22 jatuh di pangkalan dekat Arab ketika sedang terbang dan menewaskan pilotnya, hasil investigasi dipastikan kecelakaan ini dikarenakan sistim supply oksigen dalam cockpit malfungsi, sehingga menyebabkan pilot Jeff Haney tak sadarkan diri dalam cockpit.

Mei 2011, AU-AS mengumumkan untuk meng-grounded semua F-22 secara defintif tanpa batas waktu, untuk diadakan investigasi secara menyeluruh. Saat itu tidak tahu apakah pesawat ini akan bisa diterbangkan lagi atau tidak. Juli 2012, setelah melalui serentetan inspeksi dan modifikasi, AS pelan-pelan secara bertahap melepaskan larangan terbang dari pesawat tersebut, dan akhirnya diperkenan dioperasikan lagi.

Jadi banyak pengamat militer melihat proses ini dan pemakaian dalam operasi medan perang sekarang merupakan upaya AS untuk menunjukkan dunia bahwa pesawat ini berhasil. Untuk menjamin keberhasilan dalam medan perang, sudah menjadi tradisi bagi AS untuk digunakan terhadap lawan yang lemah untuk alusista barunya. Seperti F-117 pesawat Stealth pertama di dunia, digunakan dalam perang menyerang Panama yang hanya terdiri dari beberapa ribu pasukan sebagai target. Semua orang tahu betapa lemahnya pertahanan Panama. Dengan sendirinya AS bisa meyakinkan akan keberhasilan dari operasi tersebut. Demikian juga dengan B-1 Bomber, digunakan di medan Perang Kosovo, dimana Yogosalvia tidak berkemampuan untuk melacak dan menginterseptif target Stealth. Jadi ini kali dapat disimpulkan bahwa AS juga melakukan hal yang sama. Kesimpulan pakar militer menganggap bahwa operasi ini tidak dapat menunjukkan kehebatan dari F-22, karena keunggulan dari pesawat ini untuk pertarungan udara, sedang untuk penyerangan daratan jutru menjadi kelemahannya. Jadi secara keseluruhan dari operasi tersebut belum sempurna untuk menunjukkan kemampuan dari pesawat tersebut.

Tapi tampaknya ini bukan apa yang ingin dicapai oleh AS, karena tak seorangpun akan mengeritik efek serangan udara F-22. Pesawat ini masuk dalam pertempuran justru akan menjadi topik tersendiri. Bagaimanapun hasil serangan F-22 asal tidak tertembak jatuh akan menjadi keuntungan bagi AS. Namun dibalik serangan udara terhadap organisasi teroris tersebut yang akan membuat kita kuatirkan jutru sedang terjadi.....  ( Bersambung ..... )

Sumber : Berbagai media TV dan tulisan internasional

http://mepc.org/articles-commentary/commentary/turkey-rethinks-action-islamic-state

http://nationalinterest.org/feature/why-america-wasting-the-f-22-raptor-bombing-isis-11380

http://www.latimes.com/world/middleeast/la-fg-f-22-the-worlds-priciest-fighter-jet-finally-flies-in-combat-20140923-story.html

http://mepc.org/articles-commentary/commentary/how-formidable-isis

http://www.nytimes.com/video/world/middleeast/100000003082541/footage-from-an-isis-drone.html

http://en.wikipedia.org/wiki/Lockheed_Martin_F-22_Raptor

http://www.nbcnews.com/storyline/isis-terror/isis-militants-attack-iraqi-provincial-capital-ramadi-officials-n253451

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun