Mohon tunggu...
maken awalun
maken awalun Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Tampang Boyolali"dalam Perspektif Multikuturalisme Habermas

5 November 2018   14:11 Diperbarui: 5 November 2018   15:21 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ranah publik Indonesia makin 'ramai' menjelang putaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019. Walaupun masih bebrapa bulan lagi, publik Indonesia disuguhkan berbagai "dagelan" politik yang menyulut nalar dan emosi warga. Salah satu dagelan politik itu adalah masalah "tampang Boyolali" yang disampaikan oleh calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto. Dalam acara deklarasi dukungan dari Komandi Ulama Pemenang Prabowo-Santi (Koppasandi di GOR Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan, (Minggu, 4/11/2018), Prabowo mengatakan: 

"Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Karena tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian, ya tampang Boyolali ini, betul?" (https://nasional.kompas.com/read/2018/11/05/09042771/ketika-prabowo-merasa-candaannya-selalu-dipermasalahkan)

Statement ini telah memantik rasa kecewa dan amarah dalam diri warga Boyolali. Alasan utama di balik kekecewaan dan amarah itu ialah pandangan warga bahwa "harkat dan martabat" mereka tidak dihormati. Warga Boyolali lalu menggelar demonstrasi menyatakan kekecewaan dan amarah mereka. 

Terhadap masalah ini, Prabowo sendiri tampak "innocent" menyatakan bahwa candaannya senantiasa dipermasalahkan. Sebagaimana disampaikan oleh Kompas.com, Prabowo mengatakan:

"Saya baru keliling kabupaten-kabupaten di Jateng dan Jatim. Mungkin Saudara monitor. Saya juga bingung, kalau saya bercanda dipersoalkan. Kalau saya begini dipersoalkan, begitu dipersoalkan."  

Dari sisi pendukungnya, retorika pun bermunculan -- saya menyebut retorika dalam arti "the art of publc speaking" bukan argumentasi yang bersifat epistemic. 

Sebagaimana diberitakan kompas.com, Juru Bicara Badan Pemenangan Prabowo-Sandi Jateng, Sriyanto Saputro, pada kesempatan Konferensi Pers di Solo, Jawa Tengah (Minggu, 4/11/2018), menyatakan bahwa intensi ucapan "tampang Boyolali" bukan untuk merendahkan masyarakat Boyolali "Sebab, pernyataan itu Prabowo sampaikan di depan kader, partai koalisi, relawan dan pendukung dalam peresmian posko badan pemenangan Prabowo-Sandi."

Muncul pertanyaan penting di sini: kalau perkataan itu hanya candaan dan tidak berpretensi merendahkan masyarakat Boyolali lalu apakah yang salah dalam pernyataan Prabowo di atas? Mengapa warga Boyolali dalam sekejap menyatakan reaksi keras terhadap pernyataan "tampang Boyolali" tersebut? 

Tanpa masuk ke dalam ranah politik praktis, saya mengamati bahwa semua retorika para politisi di atas melupakan salah satu unsur fundamental dalam alam multikulturalisme yang makin berkembang pesat saat ini, yakni masalah identitas warga. Menurut saya, masalah sentral yang muncul dalam kasus ini sebenarnya terletak pada "kurangnya sensitivitas multikulturalisme dari Prabowo" terhadap masalah identitas etnis, kultural (dan juga agama) warga masyarakat Boyolali. 

Menurut Jurgen Habermas, filsuf asal Jerman, dalam alam demokrasi modern saat ini, prinsip penghormatan dan perlakukan yang sama terhadap setiap warga masyarakat dengan latar belakang identitas kultural, etnis dan agama merupakan condition sine quanon atau prasyarat yang tidak dapat dinafikkan oleh siapapun. 

Dalam alam demokrasi modern, identitas personal ini harus dikembangkan sebagai sebuah identitas kolektif yang sama tanpa diskriminasi. Konsekwensi dari pengakuan identitas personal dan kolektif ini, menurut Hebermas, adalah setiap orang memiliki hak yang sama untuk membangun dan memelihara identitasnya dalam ruang publik politik. Habermas mengatakan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun