Mohon tunggu...
maken awalun
maken awalun Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ontologi Diri dan Kesetaraan Gender

23 Mei 2018   20:54 Diperbarui: 23 Mei 2018   21:11 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Esensialisme Gender

Pertanyaan pertama yang harus dijawab ialah apakah itu esensi? Dalam filsafat, istilah esensi (essence) merujuk pada hal yang mendasar, apa yang riil, hakikat sebuah benda atau ciri khas khusus dari seorang individu. Ciri khas hakiki itu harus ada secara fundamental karena tanpa itu sesuatu atau sesorang akan kehilangan identitasnya yang khas. Aristoteles dalam metafisikanya menghubungkan makna esensi secara khusus dengan definisi-definisi yang kita hasilkan secara rasional. Menurutnya, definisi-definisi menentukan hakikat distinktif apa saja yang harus ada dalam jenis-jenis definsi yang kita hasilkan seacra rasional. Definisi-definisi itu pada saat yang sama menggarisbawahi identitas dari jenis-jenis tersebut dan menjelaskan keharusannya.

Sebagai seorang feminis, Charlotte Witt menggunakan paham esensialisme di atas untuk memajukan filsafat feminismenya. Dalam karyanya The Metaphysics of Gender, Witt membedakan antara pandangan "esensialisme mengenai gender" dan pandangan "esensialisme mengenai gender dalam hubungan dengan individu-individu dan pengalaman hidup mereka". 

Pembedaan ini menghasilkan apa yang disebutnya sebagai "kesatuan esensialisme" (uniessentialism). Istilah ini merujuk pada paham filsafat feminisme bahwa sebuah gender individual secara sosial adalah "tidak esensial (unessential) terhadap individu tersebut. Di sini kita bisa melihat bahwa paham ini mengambil model metafisika Aristotelian mengenai bentuk (forma) atau esensi (essence) sebagai prinsip kesatuan atau hakikat yang harus ada dari seorang individu. 

Bagi Witt, gender individual merupakan sebuah peran sosial atau lebih tepat merupakan konstruksi norma masyarakat. Konstruksi ini bukanlah bagian kesatuan hakiki dari seorang individu. Sebaliknya, sebuah gender individual memberikan kepada individu sebuah prinsip kesatuan normatif, yaitu sebuah prinsip yang memerintahkan dan mengatur semua peran sosial dari individu-individu yang lain. Pertanyaan penting dari gender uniessentialisme dalam konteks ini adalah individu-individu manakah yang menjadi permasalah gender, apakah individu sebagai makluk hidup, atau sebagai person, atau sebagai makluk sosial? 

Witt sendiri menyatakan bahwa gender essensialisme yang diperjuangkannya lebih tepat dipahami dalam hubungan dengan individu sebagai makluk sosial. Menurutnya, gender merupakan prinsip fundamental yang menciptakan dan mempersatukan semua peran sosial lain yang dimiliki manusia (bdk. Natalie Stoljar, "Book Review: Witt, Charlotte, The Metaphysics of Gender, Oxford: Oxford University Press, 2011, pp. 168"

Inilah alasan bagi Witt mengapa ia menyebut gender sebagai unsur esensial bagi identitas individu dan semua hal yang lain. Maka, tugas yang tepat bagi feminisme adalah bukan menghilangkan atau menghapus peran gender, atau sekedar memberikan kepada kaum perempuan lebih banyak pilihan, melainkan feminisme harus "memikirkan kembali" peranan gender sehingga peran-peran itu tidak lagi menindas kaum perempuan. 

Ontologi Diri

Witt memulai diskusi tentang ontologi diri dengan mendefinisikan makna dan karakteristik diri. Dia menyatakan bahwa diri adalah "keberadaan yang mampu merefleksikan diri, memahami dirinya sebagai sebuah diri." (MG 117). Definisi ini tampaknya menunjukkan dilema ontologis: di satu sisi, diri dapat pahami sebagai person, tetapi, di sisi lain, diri dapat mengerti sebagai individu sosial. Witt memecahkan dilema ontologis ini dengan menghubungkan manusia sebagai organisme, person, dan individu sosial untuk menemukan ciri dasar dari hubungan ontologis konstitutif, yaitu sifat berbagi antara makhluk yang dibentuk dan yang dibentuk (bdk. MG 118-119).

Witt mengatakan bahwa ada perbedaan antara individu sosial dan person sebagai organisme manusia. Individu sosial pada dasarnya adalah pemangku posisi sosial. Sementara itu, person dan organisme manusia hanya bisa menjadi seorang pemangku sosial secara tidak langsung dan aksidental (MG 119). Selain itu, individu sosial dan person juga memiliki hubungan yang berbeda dalam hal identitas praktis. Witt menjelaskan bahwa "individu sosial pada dasarnya ditentukan oleh posisi sosialnya, tetapi person-nya tidak." (MG 120). 

Person selalu memiliki kemampuan untuk melakukan refleksi diri, menerima atau menolak peran sosialnya. Pribadi itu tidak pernah identik dengan peran sosial seperti ibu, anak perempuan, atau profesor. Person dapat memperoleh status sosial karena dia adalah "pemangku sosial (social occupier) tetapi organisme manusia dan individu social mendapatkannya secara aksidental. Dan akhirnya, organisme manusia memiliki ciri khas biologis tetentu yang bersifat esensial tetapi person dan individu sosial memili ciri khas hanya secara aksidental (bdk. MG 120-121).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun