Mohon tunggu...
maken awalun
maken awalun Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Etika Ekonomi dan Keuangan

22 Mei 2018   10:54 Diperbarui: 22 Mei 2018   11:09 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 17 Mei 2018, Kongregasi Ajaran Iman dari Tahta Suci, Vatikan, merilis sebuah dokumen mengenai kegiatan ekonomi dan keuangan berjudul Oeconomicae et pecuniariae quaestiones --- Considerations for an Ethical Discernment Regarding Some Aspects of the Present Economic-Financial System (selanjutnya akan disingkat OPQ). 

Sebagaimana terlihat dari judulnya, dokumen ini pada intinya berbicara mengenai pentingnya prinsip-prinsip etis dalam mengelola kegiatan ekonomi dan keuangan. Atau dalam bahasa quaestiones ini, tujuan utama dokumen ini adalah menyajikan sebuah "pandangan yang tulus" dan memberikan "sebuah pertimbangan etis mengenai aspek-aspek tertentu dari bidang ekonomi dan keuangan" (no. 3)

Tulisan ini merupakan sebuah tanggapan pribadi mengenai pentingnya etika dalam kegiatan ekonomi dan keuangan, sebagaimana diuraikan dalam dokumen OPQ tersebut. 

Dasar: Ajaran Sosial Gereja

Pertanyaan pertama yang muncul ialah mengapa Gereja Katolik harus membahas masalah ekonomi dan keuangan? Bukankah Gereja Katolik adalah sebuah institusi agama, dan bukan institusi ekonomi dan keuangan? Jawaban atas pertanyaan ini harus ditempatkan dalam konteks eksistensi Gereja sebagai institusi moral. Sebagai institusi moral, Gereja Katolik memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan keprihatinan dan mencari jalan keluar terbaik untuk kesejahteraan semua orang. 

Upaya ini dipromulgasikan melalui Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang membahas tentang masalah-masalah kemanusiaan universal, termasuk ekonomi, politik, keuangan, lingkungan hidup, bioetika, dlsb. 

Menurut Kardinal Peter Kodwo Appiah Turkson, Prefect of the Dicastery for Promoting Integral Human Development, Ajaran Sosial Gereja bertujuan untuk mempromosikan keutuhan pembangunan manusia, termasuk melalui bidang ekonomi dan keuangan. Paus Fransiskus, dalam Motu Propio yang dipublikasikan 17/8/2016, secara tegas mengungkapkan bahwa upaya mempromosikan pembangunan manusia secara integral merupakan panggilan seluruh Gereja menurut tuntunan Injil. 

Menurut Ajaran Sosial Gereja, visi tentang manusia harus bersifat menyeluruh. Manusia tidak boleh direduksikan kepada salah satu dimensi saja, misalnya dimensi materiil. Demikian pula pandangan menyeluruh harus diarahkan kepada semua orang, dan bukan kepada beberapa orang saja. Paus Paulus VI mengatakan, "perkembangan yang kita bicarakan di sini tidak dapat dibatasi kepada pertumbuhan ekonomi saja. Untuk menjadi otentik, pertumbuhan ekonomi harus dipahami dengan benar, ekonomi harus mempercepat pertumbuhan setiap [orang] dan semua [orang]" (Populorum Progressio, 14). 

Oleh karena itu, Gereja Katolik sebagai lembaga moral senantiasa ingin memastikan bahwa sistem politik, ekonomi dan keuangan menghargai martabat setiap manusia. Manusia adalah makluk koeksistensial yang senantiasa ada bersama dan berelasi dengan sesamanya sebagai ciptaan mulia dari Allah untuk mencari kebaikan bersama. 

Kebaikan bersama tidak dicapai dalam situasi ketertutupan melainkan senantiasa terjadi melalui sebuah jaringan relasional, yaitu relasi dengan Tuhan, sesama dan seluruh alam ciptaan (bdk. Laudato Si', 66). Kepenuhan kemanusiaan akan tercapai sangat tergantung pada bagaimana kita membangun dan menghidupi jaringan relasional tersebut (http://press.vatican.va/content/ salastampa/en/bollettino/pubblico/ 2018/05/17/180517e.html).

Berdasarkan ASG di atas, Mgr. Luis Francisco Ladaria Ferrer, SJ, Prefek Kongregasi Ajaran Iman, menegaskan bahwa Gereja memiliki kewajiban moral untuk mengarahkan dinamika-dinamika ekonomi dan keuangan serta seluruh kegiatannya pada landasan sebuah etika yang tepat. Hal ini searah dengan ajaran Gereja dalam Konstitusi Pastoral Gereja dalam Dunia, Gaudium et Spes, yang mengatakan bahwa "kegiatan ekonomi dilaksanakan sesuai dengan metode-metodenya sendiri dan sesuai dengan hukum yang ada dalam batas-batas tatanan moral" (GS 64). (http://press.vatican.va/ content/salastampa/en/bollettino/pubblico/2018/05/17/180517e.html)

Ketidaksetaraan Kekayaan

Dokumen OPQ mengawali pembahasan dengan mengungkapkan kenyataan riil bahwa dewasa ini kita mengalami peningkatan kesejahteraan ekonomi global yang telah tumbuh secara besar dan cepat yang belum pernah ada sebelumnya. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi global ini tidak disertai dengan kesetaraan kekayaan di dalam dan di antara berbagai negara. 

Kita masih menyaksikan di tengah pertumbuhan itu kondisi kemiskinan dan meningkatnya jumlah kaum miskin yang semakin besar. Hal ini menandakan ketimpangan ekonomi dan keuangan yang besar dalam dunia modern saat ini. Philip Booth, seorang penulis Vatikan, mengatakan dokumen ini "secara tepat, menyebutkan bahwa ada jauh lebih banyak kehidupan ekonomi daripada yang dapat diukur dengan GDP, tetapi itu tidak mencatat jatuhnya kematian bayi dan pekerja anak dan jatuhnya kematian akibat polusi atau peningkatan besar dalam literasi yang telah terjadi sejak globalisasi dimulai pada awal 1980-an." (http://www.catholicherald.co.uk/commentandblogs/2018/05/ 17/the-best-vatican-document-on-economics-for-some-time). Dokumen setebal 11.000 kata ini menyebut situasi tersebut sebagai sebuah ketidaksetaraan kekayaan yang meluas, praktek keuangan yang tidak jujur, dan penekanan keuntungan atas barang-barang otentik. 

Visi Ekonomi-Keuangan yang Sempit

Menurut Kardinal Peter Kodwo Appiah Turkson, istilah ekonomi berasal dari kata Yunani "oikos" dan "nomos" yang berarti cara mengenali, menata atau mengatur rumah kita. 

Pemahaman ini merujuk pada kebersamaan manusia dan nasib bersama seluruh umat manusia. Itu berarti bahwa upaya untuk mengenali, menata dan mengatur pandangan-pandangan baru, perkembangan-perkembangan baru berserta kegiatan dan bentuk kehidupan serta sistem-sistem ekonomi yang baru harus bertujuan untuk mempromosikan perkembangan manusia secara menyeluruh (bdk. Laudato Si', no. 202).

Sedangkan istilah keuangan berasal dari Bahasa Latin yang artinya "tujuan" atau "akhir". Istilah ini biasanya dipahami sebagai tujuan atau pemenuhan. Menurut Kardinal Peter Kodwo Appiah Turkson, keuangan tidak senantiasa berarti menghasilkan uang per se. Sebaliknya, keuangan merupakan sebuah ilmu 'fungsional' yang hadir untuk membantu tujuan-tujuan lain dari masyarakat. 

Semakin baik institusi-institusi keuangan masyarakat berjalan sesuai dengan tujuan-tujuan dan ideal-ideal tersebut, semakin kuat dan berhasil sebuah masyarakat. Atau dalam Bahasa Paus Benediktus XVI, "Keuangan... perlu kembali menjadi instrument yang terarah kepada peningkatan penciptaan dan pembangunan kesejahteraan" (Caritas in Veritate, 65), termasuk juga menjaga keutuhan lingkungan hidup. Pengembangan keuangan yang baik akan membantu kebaikan semua orang terlebih mereka yang kurang beruntung. (http://press.vatican.va/content/salastampa/en/bollettino/pubblico/2018/05/17/180517e.html)

Melihat ketimpangan ekonomi dan keuangan global saat ini, dokumen OPQ menuntut hadirnya sebuah penegasan etis apabila dunia saat ini tidak ingin "meluncur menuju keruntuhan sosial dengan akibat-akibat yang menghancurkan." Ketimpangan ekonomi dan keuangan global saat ini menunjukkan adanya sebuah visi terbatas mengenai pribadi manusia. 

Manusia sekedar dipandang sebagai "konsumen" yang mendatangkan keuntungan bagi peningkatan ekonomi dan yang dapat mengoptimalkan pendapatan keuangan. Dokumen secara tegas mengkritik visi ekonomi-keuangan tersebut dan menyebutnya sebagai sebuah upaya "mereduksikan" manusia kepada logika konsumsi ekonomi dan primat keuangan belaka. 

Melawan pandangan di atas, dokumen OPQ menandaskan bahwa manusia adalah "pribadi relasional" yang keberadaannya harus didukung oleh semua kegiatan ekonomi dan keuangan. Atau dalam terminologi Philip Booth "ekonomi dan keuangan adalah tentang interaksi dan kerja sama manusia. Hal ini pada akhirnya tidak dapat dipisahkan dari pertimbangan etika normatif." (http://www.catholicherald.co.uk/commentandblogs/2018/05/17/the-best-vatican-document-on-economics-for-some-time/)

Visi Ekonomi dan Keuangan

Lalu apakah pandangan etika ekonomi dan keuangan yang disampaikan oleh dokumen OPQ? Edward Pentin, seorang wartawan dan penulis mengenai Vatikan, dalam blog pribadi yang dimuat di laman www.ncregister.com mencatat beberapa aspek penting dari dokumen tersebut.  (www.ncregister.com/ blog/edward-pentin/vatican-document-calls-for-ethical-discernment-in-face-of-vast-economic-ine)

  1. "Tidak ada keuntungan yang pada kenyataannya sah apabila keuntungan itu mengabaikan tujuan mempromosikan manusia, tujuan universal dari semua barang dan perhatian kepada orang miskn." 
  2. Kesejahteraan "harus diukur dengan kriteria yang lebih menyeluruh daripada Gross Domestic Product (GDP) dari sebuan negara." 
  3. Pasar "tidak mampu mengatur dirinya sendiri" karena pasar tidak tahu bagaimana mencapai unsur-unsur yang memungkinkannya untuk berjalan lancar pun tidak mengetahui dengan benar apa yang membuat unsur-unsur itu berbahaya bagi masyarakat manusia. 
  4. Industri keuangan saat ini adalah tempat "di mana keegoisan dan penyalahgunaan kekuasaan berpotensi merusak komunitas di luar persaingan."
  5. Pekerjaan "tidak hanya menjadi kenyataan semakin beresiko, tetapi juga kehilangan nilainya sebagai 'baik' bagi pribadi manusia" mengubah dirinya menjadi "alat tukar belaka."
  6. Dana investasi berdasarkan risiko spekulasi keuangan membahayakan "stabilitas ekonomi jutaan keluarga," memaksa pemerintah untuk campur tangan dan "secara artifisial menentukan berfungsinya sistem politik." 
  7. "Di mana deregulasi besar-besaran dilakukan," penggelapan, gelembung spekulatif, maka "keruntuhannya bersifat tiba-tiba dan destruktif, dan krisis sistematis" adalah hasilnya.
  8. Menempatkan laba di "puncak" perusahaan keuangan "dengan mudah menciptakan logika yang sesat dan selektif yang sering mendukung kemajuan pemimpin bisnis yang mampu, tetapi tamak dan tidak bermoral, dan yang hubungannya dengan orang lain secara umum didorong oleh keuntungan pribadi dan pribadi."
  9. Dokumen ini mengkritik instrumen keuangan tertentu seperti "derivatif" yang dikatakannya telah "mendorong naiknya gelembung spekulatif" dan merupakan "bom waktu yang siap untuk cepat atau lambat meledak, meracuni kesehatan pasar."

Edward Pentin mencatat juga beberapa kritik yang disampaikan dokumen tersebut.

  1. "Credit default swaps" untuk mendorong "perjudian atas kegagalan orang lain," menjadi semacam "kanibalisme ekonomi," dan menyebabkan "kerusakan besar bagi seluruh bangsa dan jutaan keluarga."
  2. Penghindaran pajak dan penghindaran menggunakan "tax havens" lepas pantai berkontribusi pada pemiskinan negara, terutama ketika dilakukan oleh perusahaan besar, yang mengarah ke "penghapusan sumber daya yang tidak adil dari ekonomi yang sebenarnya."
  3. Dokumen ini juga mengkritik pemerintah untuk utang publik yang disebabkan oleh "tidak bijaksana, jika tidak curang, manajemen sistem administrasi publik," yang mengarah ke hambatan utama untuk "berfungsi baik dan pertumbuhan berbagai ekonomi nasional."

Pertimbangan dan Solusi

Setelah menyajikan kritik, dokumen OPQ menawarkan pertimbangan dan solusi yang mungkin dapat ditempuh untuk memulihkan ketimpangan ekonomi dan keuangan global yang semakin besar.

  1. Dengan terbiasa hidup "dalam solidaritas," barang-barang yang dimiliki seseorang "digunakan tidak hanya untuk kebutuhannya sendiri, tetapi mereka melipatgandakan diri mereka, menghasilkan buah yang tidak terduga juga bagi orang lain." 
  2. Peraturan yang diperbarui secara konstan diperlukan karena fakta bahwa, di antara "alasan utama" untuk krisis ekonomi baru-baru ini, adalah "perilaku tak bermoral para ahli di dunia keuangan." 
  3. Aturan-aturan harus mendukung "transparansi penuh untuk menghilangkan setiap bentuk ketidaksetaraan," seperti bank yang terbuka dengan pelanggan jika mereka menggunakan modal mereka untuk tujuan spekulatif.
  4. Pasar "membutuhkan prasyarat antropologis dan etis yang tidak mampu diberikan untuk dirinya sendiri, atau memproduksi sendiri."

Selain itu, dokumen ini mengadvokasi "komite etika" di dalam bidang perbankan. Dokumen mengusulkan : 

  1. Perlu adanya pajak yang sama untuk menghasilkan "pemerataan dan redistribusi" kekayaan. 
  2. Mendorong pembaca untuk tidak tergoda ke dalam sinisme dan rasa ketidakberdayaan tetapi mengingatkan "setiap orang bahwa kita dapat melakukan banyak hal" untuk orang lain. Dengan pernyataan ini dokumen menyoroti "banyak asosiasi" yang muncul untuk mempromosikan tanggung jawab sosial, dan bahwa penting untuk membentuk tindakan "untuk kebaikan bersama," berdasarkan "prinsip-prinsip solidaritas dan subsidiaritas yang sehat." 
  3. Dokumen menekankan bahwa semua tindakan di atas bergantung pada Tuhan dan niat baik, yang mengarah ke "jaring yang menyatukan langit dan bumi, yang merupakan instrumen sejati dari kemanusiaan setiap orang, dan dunia secara keseluruhan."

Relevansi 

Hadirnya dokumen OPQ tentu akan mendapat ragam tanggapan dari berbagai pihak. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, saya melihat 3 unsur yang relevan bagi pembangunan ekonomi dan keuangan global dan pembangunan Indonesia saat ini.

Pertama, sebagai sebuah Ajaran Sosial Gereja, dokumen ini sangat relevan dengan keberadaan Gereja Katolik sebagai institusi moral. Menurutnya, Ed Condon, ajaran dokumen ini sangat berbeda dari beberapa pemikir Katolik yang mempertanyakan batasan moral inheren dari pandangan dunia sekuler.  

Dokumen ini, katanya, "memperjelas bahwa tidak ada model atau metodologi ekonomi yang sempurna, ini berfokus pada pentingnya sarana dan tujuan ekonomi, dan prioritas yang tepat. Dasar pasar, betapapun abstrak dan mengglobalnya, pada dasarnya manusia dan relasional. Mengutip ensiklik Caritas dari Paus Benediktus di Veritate, dokumen itu menyatakan bahwa fondasi etis pasar harus berpusat pada orang." 

Menurut Condon, melalui dokumen ini hendak dinyatakan bahwa "Gereja memiliki hak dan kewajiban untuk menuntut imperatif moral dalam keuangan dan politik." Dokumen ini, walau terbuka terhadap kritik, namun dengan benar menekankan pada dasar moral dari pasar. 

Bahkan ia menyebut dokumen ini sebagai "menandai awal dari keterlibatan Gereja yang lebih aktif, bijaksana dan langsung dalam pertanyaan-pertanyaan besar politik dan ekonomi global, yang menyeimbangkan efektivitas potensial pemerintah dan badan internasional terhadap risiko dari agenda sekuler mereka." (http://www.catholicherald.co.uk/commentandblogs/2018/05/17/the-new-vatican-document-affirms-that-the-economy-must-be-people-centred/)

Kedua, dokumen OPQ sangat menekankan penitngnya penghormatan kepada martabat manusia dan pembangunan yang integral. Dokumen ini menggarisbawahi bahwa apapun pembangunan yang dilaksanakan, keuangan dan ekonomi tidak boleh berdiri di atas primatnya sendiri untuk meraup keuntungan. Kegiatan ekonomi dan keuangan harus menjadi sarana, instrumen bagi kemanusiaan universal. Pembangunan ekonomi dan keuangan harus melayani manusia secara utuh dengan memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Ketiga, dokumen ini juga relavan untuk sekolah-sekolah Katolik mengenai etika ekonomi dan keuangan. Menurut Philip Booth, dalam dokumen ini ada sebuah pesan bagus untuk universitas dan sekolah-sekolah Katolik yang patut untuk didiskusikan dalam upaya merancang kurikulum pelajaran bidang studi bisnis dan ajaran sosial Katolik. Ia mengatakan sbb:

 "Dalam hal ini, sangat diinginkan bahwa institusi seperti universitas dan sekolah bisnis baik memperkirakan dan menyediakan, sebagai elemen dasar dan bukan hanya tambahan kurikulum studi mereka, dimensi formasional yang mendidik siswa untuk memahami ekonomi dan keuangan dalam cahaya dari visi totalitas pribadi manusia dan menghindari reduksionisme yang hanya melihat beberapa dimensi dari orang tersebut. Diperlukan etika untuk mendesain formasi semacam itu. Doktrin sosial Gereja akan sangat membantu dalam hubungan ini." (http://www.catholicherald.co.uk/ commentandblogs/2018/05/17/the-best-vatican-document-on-economics-for-some-time/)

Manila, 22 Mei 2018

PCF

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun