Mohon izin penulis membuat karangan blog ini layaknya sebuah tesis akademis yang netral dan tanpa adanya unsur-unsur apapun yang tendensius ke paslon cagub atau cawagub manapun di PILKADA JAKARTA 2024.
Metode penulisan dalam tesis yang saya buat menggunakan metode analisis kualitatif dengan pendekatan interdisipliner. Berikut adalah rincian metode yang digunakan:
Pendekatan Psikologi Politik: Tesis ini menganalisis pernyataan Suswono dari sudut pandang psikologi politik, melihat dampak emosional dan psikologis pernyataan tersebut terhadap masyarakat, khususnya pemilih.
Pendekatan Linguistik: Analisis linguistik digunakan untuk mengevaluasi makna dan dampak dari penggunaan bahasa, pemilihan kata, serta retorika politik dalam pernyataan Suswono. Ini berfokus pada bagaimana pesan disampaikan dan bagaimana pesan tersebut ditafsirkan oleh masyarakat.
Pendekatan Akidah Islam: Analisis dalam konteks ajaran agama Islam, khususnya mengenai penghinaan terhadap Nabi dan simbol-simbol agama, menggunakan referensi dari kitab-kitab fikih dan pandangan ulama.
Analisis Hukum: Menggunakan metode kajian hukum untuk melihat pernyataan ini dari perspektif hukum Indonesia, terutama terkait pasal penistaan agama dalam KUHP dan peran Bawaslu sebagai pengawas kampanye.
Metode ini bersifat kualitatif-deskriptif, di mana data dan informasi dikumpulkan dari berbagai literatur, kitab-kitab keagamaan, teori psikologi politik, linguistik, serta kajian hukum, kemudian dianalisis secara mendalam untuk mendapatkan kesimpulan yang terintegrasi.
Sebuah tesis dengan bagian-bagian sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Pernyataan yang dilontarkan oleh Suswono, salah satu calon wakil gubernur DKI Jakarta 2024 dari Paslon 01, terkait narasi janda kaya yang harus menikahi pengangguran untuk meningkatkan kesejahteraan, dengan analogi pernikahan Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, memicu kontroversi di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, tesis ini akan mengeksplorasi apakah pernyataan tersebut merupakan candaan yang tidak layak, pelecehan agama, atau bahkan penghinaan terhadap kaum perempuan, khususnya para janda.
Bab II: Analisis Psikologi Politik
Dari perspektif psikologi politik, pernyataan Suswono dapat dilihat sebagai strategi komunikasi yang memanfaatkan simbol-simbol agama untuk mencapai tujuan politik. Di satu sisi, ada kemungkinan bahwa ini merupakan upaya untuk menghubungkan masalah sosial (pengangguran) dengan teladan sejarah Islam. Namun, psikologi politik mengajarkan bahwa penggunaan simbol agama secara tidak tepat dapat memperlemah legitimasi politik, memperdalam polarisasi, dan menimbulkan backlash dari kelompok yang merasa direndahkan.Menurut Prof. Hamdi, psikologi politik itu tentang bagaimana memanfaatkan teori -teori psikologi untuk memahami dunia politik dan fokus pada kajian perilaku manusia terhadap politik. Dalam politik terdapat beberapa fokus kajian, ada yang berfokus kepada hukum, sistem, filsafat, Undang-Undang, dan administrasi. Psikologi politik berfokus pada kajian perilaku manusianya. Jadi, psikologi politik merupakan kajian perilaku manusia terhadap politik atau ilmu untuk memahami perilaku politik.
Beberapa contoh topik-topik penelitian dalam psikologi politik, yaitu tentang perilaku memilih, alasan mahasiswa melakukan demo, perilaku korupsi, perilaku para anggota partai politik, dan studi tentang bagaimana kepribadian seorang presiden memengaruhi kebijakan-kebijakan di suatu negara. Psikologi politik juga mengkaji mengenai perilaku individu yang tidak ingin membayar pajak karena ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Selain itu, studi terorisme juga bagian dari kajian psikologi politik karena pelaku ingin membuat negara sendiri dan membujuk suatu kelompok untuk tidak percaya pada negara. Prof. Hamdi menjelaskan pada intinya hal-hal yang berkaitan tentang perilaku manusia dalam konteks berbangsa dan bernegara masuk ke dalam cakupan psikologi politik.
Prof. Hamdi juga mencoba memberikan salah satu contoh penelitian dalam konteks pemilihan umum (pemilu). Berdasarkan hasil penelitian, hal yang memengaruhi para pemilih adalah rasa suka dan emosi-emosi positif yang dirasakan terhadap calon pemimpinnya. “Changing the mind and the heart”, menjadi kunci untuk meyakinkan seorang pemilih untuk memilih calon pemimpinnya. Calon pemimpin yang dapat memengaruhi orang sekitarnya adalah calon pemimpin yang bisa membuat dirinya disukai secara emosional. Hal ini merupakan contoh Political Marketing yang mengadopsi hasil-hasil penelitian tentang emosi-emosi manusia untuk kebutuhan politik. Hal inilah yang juga dilakukan oleh para konsultan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H