Mohon tunggu...
Mas Nuz
Mas Nuz Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bloger

Suka maka, suka jalan, suka nulis, suka bercengkerama, suka keluarga. __::Twitter: @nuzululpunya __::IG: @nuzulularifin __::FB: nuzulul.arifin __::email: zulfahkomunika@gmail.com __::www.nuzulul.com::

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Belajar Ber-Indonesia dari Pemain Barongsai dan Wushu

13 Februari 2016   23:43 Diperbarui: 14 Februari 2016   07:24 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Briefing sebelum performance dari tim Barongsai.

Selama satu jam penuh para pengunjung disuguhi tontonan yang menarik. Tak urung tribun panggung gajah yang bisa menampung 500-an orang menjadi penuh sesak. Sehingga memaksa sebagian penonton untuk berdiri menikmati sajian pertunjukan seni Wushu dan Barongsai. Demikianlah situasi yang terlihat saat Taman Safari Indonesia II atau yang biasa kita sebut Safari Prigen menampilkan suguhan istimewa pada liburan Imlek (8/2) kemarin.

Menurut Idham Rustian, HoD Sales and Marketing Safari Prigen, sudah 2 tahun Safari Prigen tak menampilkan pertunjukkan seni Wushu. Sementara untuk seni Barongsai, tiap hari libur Imlek secara rutin ditampilkan. Mengingat tidak setiap saat pertunjukkan 2 kesenian tersebut dilangsungkan, maka sangat wajar jika penonton pun menjadi membludak. Apalagi untuk grup Wushu yang dihadirkan tersebut adalah cukup istimewa.

Grup Wushu dari Akademi Wushu Indonesia Surabaya ini adalah salah satu penampil terbaik dalam acara Indonesia Got Talent. Acara pencarian bakat yang ditayangkan oleh salah satu televisi nasional. Tak heran, para penonton dibuat terhenyak kagum dengan beberapa jurus-jurus yang dipertontonkan. Meski diakui oleh Koh Iziy selaku pelatih, bahwa yang ditampilkan belum bisa sempurna. Sebab sebagian pemain yang tampil di acara pencarian bakat tersebut tidak hadir. Namun hal tersebut tak mengurangi kekaguman penonton. Tepuk riuh penonton yang mengiringi setiap hentakan gerakan jurus, seolah menjadi penyemangat bagi para pemain untuk tampil maksimal.

Momen pemanasan dan peregangan, penulis jadi tahu mana yg senior atau yg junior.

Tak hanya yang dianggap senior. Para junior yang berusia 6 tahun hingga belasan tahun pun tak mau kalah. Gerakan-gerakan lembut, gemulai, namun bertenaga ditampilkan secara dinamis dan rancak. Ini tentu menjadi motivasi tersendiri utamanya bagi para penonton yang membawa putra-putrinya. Apalagi Koh Yudi sebagai pemandu acara selalu memberikan pesan positif kepada para penonton. Olah raga dan seni Wushu serta Barongsai menjadi sarana edukasi, rekreasi, memupuk sportivitas, hingga menyalurkan hobi anak kepada hal yang psoitif.

Demikian juga saat tampilnya kelompok Barongsai dan Liong dari klenteng Tjoe Tik Kiong Pasuruan. Penampilan inagurasi dari Liong yang mendahului Barongsai cukup membuat penonton terkesima. Berbagai formasi yang ditampilkan para remaja ini benar-benar menjadi hiburan yang patut tak dilewatkan begitu saja. Mulai formasi ular naga hingga burung merak ditampilkan dengan begitu indah dan kompak. Saling silang gerakan para pemainnya tentu membutuhkan kerja keras untuk tampil prima.

4 'ekor' Barongsai yang tampil begitu rampak. Bahkan sempat membuat penonton 'jantungan'. Sebab beberapa gerakan benar-benar seperti mustahil dilakukan oleh para anak muda tersebut. Namun karena tempaan waktu serta kedisiplinan para pemain dalam berlatih. Sebagaimana disampaikan oleh Koh Yudi, saat menjelang tampil, latihan dilakukan 6 kali dalam seminggu. Tentu tidak ringan bukan?

Di Balik Layar

Tapi hal-hal yang menarik saya selama pertunjukkan, tak mengalahkan hal yang lebih amazing lainnya. Begitu kompaknya gerakan mereka di depan penonton, ternyata lebih kompak lagi saat kita tahu aktivitas mereka di balik layar. Sebagai kesenian dan olah raga beladiri kita semua tahu bahwa keduanya berasal dari tanah Tiongkok. Mindset kita pun mungkin masih terobsesi bahwa para pemainnya pun tentu berasal dari keturunan Tionghwa. 

Koh Iziy sedang memberikan arahan kepada para muridnya.

Ternyata hal tersebut tidak demikian sepenuhnya. Bahkan untuk para pemain dari kelompok Wushu, lebih dari 50% adalah berasal dari etnis non-Tionghwa. Sebagaimana pengantar dari Koh Yudi saat pertunjukkan menyampaikan bahwa inilah olah raga yang akan menjadi salah satu favorit anak muda Indonesia. Tak ada lagi sebutan Tionghwa, Cina, Jawa, Madura, Sunda, atau yang lain. Lanjutnya, torehan beberapa prestasi anak didiknya cukup mengharumkan nama Indonesia.

Ini saya buktikan sendiri keakraban para orang tua yang mengabadikan momen tampilnya putra-putri mereka. Celetukan antar orang tua cukup medok dengan dialek merka masing-masing. Termasuk yang mau titip untuk mengkopi video dan gambar sesampainya di rumah. Hal tersebut berlanjut saat berkemas-kemas akan pulang balik. Dengan telatennya, Koh Iziy mengatur rombongan keluarga dan anak-anak mereka untuk memasuki mobil masing-masing. 

Mejeng dulu biar ga dianggap hoax. Hahaha...

Terlihat tak lagi ada sekat kamu yang berjilbab atau tak berjilbab. Kamu yang Jawa atau Tionghwa. Kamu yang kaya atau yang miskin. Pun dengan anak-anak mereka. Saat berbaur bermain hujan yang saat itu menggguyur dengan cukup deras. Penulis yang menyaksikan berbagai adegan itu pun merasakan semangat kebanggaan itu. Inilah anak-anak Indonesia yang di masa depan akan menjadi pemimpin negeri ini.

Semoga kebersamaan dalam ber-Indonesia yang menyingkap sekat suku, agama, ras, dan golongan tetap mereka bawa sampai mereka dewasa. Menjadi entitas dan identitas ke-Indonesiaan yang akhir-akhir ini banyak dinistakan. Isu-isu SARA seolah menjadi sasaran tembak yang empuk untuk sewaktu-waktu diledakkan. Sesuatu yang naif sekali sebenarnya. Negeri ini tak butuh keakuan. Negeri ini butuh keberasamaan serta membangun semangat untuk saling mempercayai. Itu semua tentu tak akan berhasil jika kita sebagai orang tua tak bisa memberikan contoh yang baik untuk anak-anak kita.

Kita seharusnya banyak belajar kepada para pemain Barongsai dan Wushu. Membangun kebersamaan untuk menampilkan satu harmoni dalam keselarasan rasa dan seni berbalut sportivitas. Kekompakkan yang dibangun dengan kesedaran bahwa mereka harus saling mendukung satu dengan yang lain. Tak ada lagi perbedaan mana yang baru berlatih 6 bulan atau bertahun-tahun. 

Kita seharusnya malu jika sebagai anak bangsa masih saja suka berselisih. Selalu ingin diakui sebagai yang terbaik dan selalu mau menang sendiri. Malu kepada anak-anak muda yang dengan gigih berlatih untuk memberikan yang terbaik bagi negerinya. Memberikan yang terbaik untuk orang lain meski mereka harus meluangkan waktu di sela-sela kebersamaan dengan keluarga atau teman sepermainannya.

 

______________________________

Catatan:

  1. Foto dan video koleksi pribadi. Bisa juga dilihat di SahabatIndonesia.xyz.
  2. Artikel ini 100 orisinal menggunakan cek plagiarisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun