Ubud yang sesak. Ubud yang kini disesaki toko pernak-pernik oleh-oleh, galeri seni, salon dan spa, hingga berbagai resto dan hotel. Jalanan sempit sepanjang Jl. Campuhan, Jl. Ubud, Jl. Monkey Forest, Jl. Hanoman, Jl. Sayan, atau jalan lainnya, tak mengurangi semangat para pengendara motor atau mobil untuk ngebut. Seolah semua berpacu untuk mengejar destinasi berikutnya.
Jalan yang tak begitu ramah lagi kepada para pejalan kaki. Jalan yang tak lagi menawarkan kesejukan sawah atau bau wewangian dupa sembahyangan. Ubud telah berubah kawan. Ubud tak seperti tahun 1992 dulu, saat dirimu pertama kali menginjakkan kaki di Bali. Begitu bisikan lembut hati menyentak kesadaran saya.
Ya. Ubud begitu banyak berubah.
Setiap musim berganti. Setiap musim beralih. Seperti ungkapan Isma Sawitri. Seorang sastrawati Ubud dalam sebuah puisinya yang dimuat di Majalah Horizon (1964).
Namun, yang abadi adalah perubahan. Isma Sawitri berujar, “Inilah kebenaran pertama sebelum yang lain-lain. Karena laparlah yang pertama sebelum yang lain-lain. Sebelum berdirinya pura. Sebelum tersusun doa. Sebelum raja-raja bertakhta. Dewi Sri membenihkannya di atas bumi.”
Perubahan yang memang harus menyesuaikan dengan zamannya. Sebagimana The Blanco Reanissance Museum Arts atau yang lebih kita kenal dengan Museum Antonio Blanco. Untuk memenuhi keinginan para pecintanya, sang putra Mario Antonio Blanco Jr., mencoba memberikan alternatif dengan membangun museum dengan 'cita rasa' yang berani. Museum yang sebenarnya telah dirintis oleh Don Antonio Blanco di tahun 1998. Namun usia rupanya tak mampu untuk 'ditahan'. Beliau dipanggil keharibaanNya di tahun 1999.
Tekad untuk menyelesaikan tugas dari sang ayah itulah rupanya membuat semangat Mario Blanco menyala. Berbagai aktivitas berkesenian baik lokal maupun internasional diikuti. Alumni Universitas Udayana ini merupakan seorang pekerja keras. Hingga museum Don Antonio Blanco dapat melaksanakan soft opening pada 15 September 2001. Bertepatan pula dengan 1 abad peringatan kelahiran sang ayah, Don Antonio Blanco.





Bagian penunjang diantaranya adalah 'Rondji Resto' yang berada di sisi kiri jalan sebelum memasuki museum. Selanjutnya adalah galeri/workshop. Di sini para pengunjung dapat melihat beberapa karya sang putra Mario Blanco yang memiliki aliran seni lukis yang berbeda dengan sang ayah. Gift soft, yang menyediakan berbagai souvenir maupun replika lukisan dari sang maestro. Di bagian lain, para pengunjung dapat menyaksikan film di amphiteater atau bioskop mini. Di mini teater tersebut, pengunjung dapat menonton film serial Api Cinta Antonio Blanco (Colour of Love). Film yang menceritakan perjalanan cinta antara Don Blanco dan Ni Rondji, model lukisan sekaligus kemudian dipersunting.







Mario Blanco di Mata Karyawannya
[ Komang Ani, posisi duduk saat menerima rombongan kami. ]
Adalah Ni Nyoman Anita Srijayanti, atau biasa disebut Komang Ani yang membuka kisahnya. Saat saya tanyakan tentang 2 penghargaan yang tersemat di dinding museum lantai 1.
- Museum Antonio Blanco sebagai The Best Museum in Recognition of Outstanding Achievement in Building, dari Bali Best Brand Award, 5 Desember 2014, serta
- Museum Antonio Blanco sebagai Pemenang Terbaik dalam Pengelolaan Daya tarik Wisata Budaya Berwawasan Lingkungan Tingkat Nasional, dari Citra Pesona Wisata Cipta Award 2013 dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Penghargaan yang ke-2 tersebut menjadi alasan mengapa blog trip Pesona Indonesia, Pesona Budaya kali ini memilih Museum Antonio Blanco menjadi salah satu destinasi utama. Di tangan dingin Mario Blanco, semua potensi yang ada di komplek museum dioptimalkan. Termasuk di dalamnya dalam hal mengatur hubungan personalia antar karyawan. 60 orang karyawan yang ikut mendukung operasional museum tentulah bukan jumlah yang sedikit.

Hampir seluruh karyawan museum adalah warga lokal sekitar yang diberdayakan. Kerja keras, kreativitas, disiplin, serta loyalitas menjadi perhatian 'san don muda'. Sebagaimana Komang Ani yang baru bekerja 2 tahun, tidak merasa menjadi new comer saat mengawali bekerja. Bimbingan dari 'Pak Mario', sebagaimana menyebut, cukup merasuk di hati. Sehingga kreativitas untuk selalu belajar menjadi kewajiban yang ditanamkan lewat kesadaran sendiri.
Meski Komang Ani akan segera melangsungkan pernikahan dengan sesama karyawan, tak ada keharusan agar salah satu keluar dari pekerjaannya. Prinsip Pak Mario, bekerjalah dengan hati penuh cinta dan riang. Maka kamu akan mencintai pekerjaanmu. Tak pelak, meski gadis tersebut hanyalah lulusan SMA, 2 bahasa asing sudah mulai dikuasainya.
Demikian juga saat mengantarkan rombongan kami, dengan penuh percaya diri mencoba untuk 'menafsirkan' beberapa lukisan Don Antonio. Waktu saya tanyakan, apakah interpretasi antara satu lukisan dengan lukisan yang lain mendapat panduan dari Pak Mario? Dia menjawab dengan lugas, tidak!
Setiap pemandu yang ada diberikan kebebasan untuk menterjemahkan setiap lukisan sesuai dengan kesan hatinya. Toh, setiap orang tentu akan berbeda juga saat menikmati setiap lukisan yang terpajang. Begitu juga saat beberapa orang turis manca atau domestik ingin menikmati lukisan yang ada. Dengan rasa hormat, para pemandu ini pun 'menyingkir'. Sebab bagi penikmat tertentu, memandang dengan kesunyian akan lebih memeberikan kesan mendalam.

Saat menjelaskan filosofi di balik bentuk bangunan museum pun nyaris persis dengan yang disampaikan oleh Komang Ani. Waktu 9 tahun bekerja di museum telah membentuk karakter yang menyatu dengan tempat kerjanya. Sehingga jika dibutuhkan guide dadakan, saya yakin bli Agus ini pun mampu untuk mengembannya.
Sebuah pelajaran berharga dari seorang Don Antonio Blanco tentang bagaimana menghargai sebuah nilai budaya dan tradisi. Begitu juga dengan sang putra, Mario Antonio Blanco yang mampu menjaga keselarasan seni budaya dalam ritme kehidupan tradisi. Salah satu maha karya anak negeri yang begitu mencintai tanah airnya.

Sepenggal kisah di Jumat sore (6/11) dari istana Sang Don 'yang tak pernah mati'. Berharap suatu ketika bisa kembali lagi. Bercengkerama dengan keindahan kanvas yang tergelar di sepanjang dinding kenangan.

Sumber Foto: Dokumen Pribadi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI