Mohon tunggu...
Humaniora

Seri Gamelan Hidup II

11 November 2016   08:31 Diperbarui: 11 November 2016   08:40 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tuanrius.com

Identitas Palsu yang Dijunjung

Negeri Gajah benar-benar sangat peduli terhadap segala macam jenis perbaikan. Tapi rupanya para klan Gajah yang sangat sosialis ini telah mulai menikmati keterjebakan identitas yang mengurung kelompok sosialnya untuk berinteraksi lebih terbuka, luas dan merdeka, seperti sebelumnya. Klan Gajah Tawa, Gajah Cuek, dan Gajah Kikuk, seakan-akan menjadi mengemuka dan disunggi di kepala menjadi seperti identitas hakiki turun temurun dan penegasan akan jati diri. Mereka masih sama sekali tidak menyadari bahwa penyematan identitas itu untuk membuat mereka mudah diadu dan dikendalikan.

Klan Elang yang mampu terbang tinggi dengan leluasa mengamati gerak-gerik para Gajah. Perbaikan dan kerja keras para Gajah yang mengggarap modul dan model solusi perbaikan yang ia rekomendasikan dikerjakan dengan betapa serius dan tanpa reserve. Para Gajah sangat tertib dan sebisa mungkin mematuhi segala macam aturan dan tidak berani melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh klan Elang. Beberapa hal sudah dilakukan untuk mencegah timbulnya potensi kekuatan massif para Gajah. Pada beberapa modul disebutkan bahwa Gajah harus pandai meliuk-liuk seperti ular, ternyata dipatuhi hingga anda bisa bayangkan sendiri betapa lucunya Gajah meliuk-liuk. Pada beberapa asupan motivasi juga disampaikan bahwa Gajah jangan sampai puas terhadap potensinya, harus bekerja keras dan tinggi melayang di atas yang lain, seperti Elang. Maka para Gajahpun berusaha sekuat tenaga mematuhi modul ini dan berusaha seoptimal mungkin untuk terbang agar mampu mengejar ketinggian Elang sang guru.

Pada tingkat berikutnya, Elang mulai mengatakan kepada para Gajah bahwa selama ini, potensi paling berbahaya ketidak-harmonisan adalah karena gading. Gading ini menimbulkan efek hak asasi Gajah yang tidak adil. Bagi yang memiliki gading tentu sangat mudah untuk menunjukkan kekuatan dan menindas yang lemah. Yang belum punya gading atau yang tak lagi memiliki gading tidak akan mendapatkan hak-haknya. Oleh sebab itu gading harus dihilangkan demi terciptanya kondisi yang harmonis dan menjunjung hal asasi Gajah yang demokratis dan berkeadilan. Setelah para Gajah mulai menghilangkan gading-gading mereka, kehidupan para Gajah menjadi berubah. Susah mencari makan, oleh sebab itu Elang menganjurkan memakan sampah yang telah dibungkus dan dikemas dengan berbagai macam teks yang mengatakan bahwa isi di dalam bungkusan itu adalah makanan berkualitas dan sangat bagus untuk para Gajah. Elang dan Naga tentu saja menikmati dengan leluasa hadiah para Gajah yang telah menghilangkan gading-gadingnya itu.

Kampanye tentang keburukan gading terus dimutakhirkan agar para Gajah selalu sibuk mewaspadai bahaya gading dan semakin lupa untuk mengingat bahwa selama ini mereka diakali. Ada yang mengatakan bahwa ternyata gading menjadi sumber penyakit, menjadi penyebab kesombongan, sebagai alat penindasan, merupakan hambatan dalam proses mencerna makanan dan lain sebagainya yang intinya menganjurkan kepada para Gajah untuk makin benci kepada gading dan menjauhinya. Dan manfaat berlipat ganda dengan tak memiliki gading.

Setelah para Gajah mulai terbiasa makan sampah, dimana sampah-sampah itu juga mengandung unsur-unsur yang membuat Gajah gampang sakit. Kondisi para Gajah makin tambun dan tak lincah, maunya malas-malasan dan suka sekali memperoleh hasil dengan cara-cara instan. Kondisi ini adalah saat yang dirasa sangat tepat untuk memberitahu bahwa selain gading, ternyata yang selama ini mengganggu dan bergantung menjuntai tidak jelas pada kehidupan para Gajah adalah adanya belalai. Terbukti belalai tidak berfungsi lagi pada jaman sekarang, maka keberadaan belalai adalah faktor yang membuat Gajah susah untuk bisa terbang seperti Elang dan meliuk bagai Naga.

Maka beberapa Gajah yang kooperatif dikumpulkan. Yang kooperatif ini bukan yang blo’on, melainkan yang berkemampuan dialog dan mumpuni di bidang organisasi. Mereka diundang lantas diberikan ‘informasi rahasia’ ini, mereka lantas membuat LSG (Lembaga Swadaya Gajah) yang berniat memberikan informasi rahasia kepada para Gajah lain dengan biaya sendiri, bukan atas subsidi dari pemerintah Gajah. Padahal LSG ini mendapatkan kucuran dana dari klan Elang dan Naga karena berfungsi efektif dalam menyebar informasi kepada para Gajah dengan gigih dan penuh etos perjuangan. Gajah-Gajah makin banyak yang tak lagi menginginkan belalai meskipun tetap ada yang mempertahankannya. Memang goal-nya bukan untuk bikin Gajah kehilangan belalai namun untuk membuat Gajah sibuk berdebat satu sama lain tentang berfungsi atau tidaknya belalai, dan itu pasti lama sekali diskusinya.

Tiba-tiba, dari atas angkasa klan Elang mendapatkan panggilan oleh suara yang membuat bulu kuduk Elang berkidik.

“Hai Elang, lihatlah kekuasanmu telah tampak menghampar. Negeri Gajah yang gagah ini sudah bisa disebut berhasil kau kuasai. Maka kau harus ingat untuk kasih upeti kepadaku. Semua yang kau lakukan dan hasil yang kau peroleh itu adalah hutangmu kepadaku. Sebab kalau tidak, kau akan tetap tinggal di tebing-tebing terpencil dan makan kerikil saat tak ada mangsa”

Elang menjawab dengan gemetar ;

“Paduka, apakah yang Paduka pinta? Hamba akan segera mempersembahkannya”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun