Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekolah Tanpa PR, Memangnya Mengasyikkan?

14 Oktober 2016   12:19 Diperbarui: 14 Oktober 2016   23:46 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila masih ada guru yang buka jasa les, karena energinya masih kuat untuk bekerja sepulang sekolah dan yang diajar bukan muridnya sendiri di sekolah, sepertinya itu di luar kewenangan Mendikbud untuk membuat larangan. Hak pribadi guru yang bersangkutan untuk itu, karena tidak berdampak pada kerja profesionalnya.

Kembali ke PR, menurut saya larangan membuat PR tidak terlalu urgen untuk diterbitkan jadi regulasi resmi, biarlah guru menentukan sendiri akan perlunya PR diberikan atau tidak kepada murid-muridnya. Gurulah yang paling tahu, perlu atau tidaknya PR diberikan. Selagi tujuan pemberian PR adalah untuk makin membuat murid memahami pelajaran, itu baik-baik saja bukan? Urusan di kelas adalah tanggung jawab guru, dan guru punya alasan akan perlunya PR diberikan kepada murid dengan kapasitas yang wajar. Toh tidak mengerjakan PR juga tidak mendapat hukuman berat dari guru, karena memang manfaat membuat PR adalah bagi murid sendiri.

Tidak semua murid bahagia tanpa PR, tidak semua orang tua senang anaknya tidak mendapat PR di sekolah. Masih ada orang tua yang mendukung ada PR dari sekolah, tidak merasa direpoti kalau anaknya kesulitan membuat PR dan orang tua perlu memberi penjelasan. Justru dengan cara ini orang tua bisa mengenal perkembangan belajar anaknya. Masih banyak murid yang merasa dirinya perlu mendapat PR untuk latihan agar mencapai pemahaman yang baik. Buktinya bimbel masih diserbu siswa, tujuannya adalah untuk latihan soal. Mengapa demikian, karena bentuk ujian saat ini ampuh ditembus dengan drill soal. Kalau mau membuat regulasi larangan PR, maka bentuk ujian dan sistem pembelajaran juga harus diubah.

PR bukan momok, PR bukan beban. PR adalah bagian positif dari proses belajar. Bukankah terbukti hasil belajar dari murid yang rajin mengerjakan PR dengan yang tidak? Oleh sebab itu berbahagialah mereka yang bisa mengerjakan PR dengan asyik....

Oleh: Majawati Oen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun