Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggerakkan Budaya Bersih dan Senyum, Apa Dulu Umpannya?

9 Oktober 2016   19:50 Diperbarui: 9 Oktober 2016   20:12 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Tri Di (sumber foto : http://jadiberita.com/wp-content/uploads/2016/08/kampung-tridi2.jpg)

Sejak kecil, kita semua sudah mengenal kebersihan yang diajarkan oleh orang tua. Di sekolah juga diajarkan tentang kebersihan, ada banyak ajaran menanamkan akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Secara teori tidak kuranglah pengetahuan kita akan pentingnya menjaga kebersihan. Di tempat-tempat umum, slogan tentang kebersihan juga banyak ditemui, tempat sampah pun ada di setiap tempat. Sepertinya tidak kuranglah anjuran dan ajakan hidup bersih demi keindahan dan kesehatan dikenalkan ke masyarakat. Namun kenyataannya masih banyak ditemui tempat-tempat yang kurang menjaga kebersihan, kotor, kumuh, berbau, dan tidak indah dipandang. Di sisi lain, kenapa juga ada suatu tempat yang begitu indah, bersih, dan terawat. Sehingga siapapun yang tinggal dan melewati tempat itu merasa nyaman. Dari kenyataan ini, sebenarnya mau bersih atau kumuh adalah pilihan!

Tak jarang kita melihat orang melempar sampah dari dalam mobil ke jalan raya, padahal tahu itu melanggar. Membuang sampah seenaknya, disertai wajah cuek. Pabrik membuang limbah ke sungai juga masih terjadi, meskipun ada sanksi hukuman atas pelanggaran itu. Dari waktu ke waktu sungai tetap banyak dipenuhi sampah, masih rutin kita jumpai. Kegiatan menghimpun massa, yang meninggalkan sampah bertebaran di area tersebut, juga masih selalu terjadi. Semua itu adalah bentuk ketidakpedulian atas kebersihan lingkungan.

 Bukankah ada pasukan kuning yang membersihkan? Salah satu kurangnya tanggung jawab pada kebersihan lingkungan adalah karena masih kurangnya partisipasi pribadi untuk ikut menjaga kebersihan. Satu lagi yang menjadi kebiasaan pada sebagian warga masyarakat Indonesia adalah "tidak apa-apa melanggar asal tidak ketahuan". Masih terjadinya membuang sampah di sungai dan sembarang tempat, menimbun barang-barang sampai melewati batas jalan dan bentuk-bentuk ketidakrapian di suatu lingkungan sampai menunggu adanya tindakan penertiban, tetapi ketika jumlah pelanggaran sudah menumpuk dan jumlah pelanggar banyak, mereka sulit ditertibkan justru malah menggelar demo. Sehingga kebersihan lingkungan memang perlu digerakkan dan gerakan ini harus selalu dipantau agar jangan hanya menjadi kebaikan yang sesaat saja.

Budaya Bersih Membutuhkan Sebuah Proses

Meskipun sejak kecil sudah kenal dengan prinsip-prinsip kebersihan, tetapi semua itu tak serta merta otomatis membuat kondisi lingkungan langsung bersih. Ada sebuah proses panjang untuk menciptakan sebuah lingkungan yang bersih dan nyaman dipandang.

Budaya bersih butuh pembiasaan. Menciptakan lingkungan bersih di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat membutuhkan usaha keras. Bagaimana orang tua membiasakan anak-anak di rumah untuk bisa menerapkan aturan hidup bersih adalah awal dari pembiasaan hidup bersih. Bukan hal mudah bagi orang tua untuk menerapkan hidup bersih dan rapi kepada anak-anak. Seorang ibu atau ayah perlu memberi contoh, mengawasi, termasuk berkali-kali mengingatkan. Sebagai orang tua, kita yakin bahwa proses pembiasaan ini harus dilewati oleh anak-anak karena kelak mereka akan menuai manfaat dari kebiasaan hidup bersih ini. Pembiasaan menjaga kebersihan diri, kebersihan kamar, kebersihan atas barang-barang pribadi adalah proses menyiapkan seorang anak agar bisa bertanggung jawab atas kebersihan dirinya. 

Inilah pembelajaran kebersihan paling awal. Barulah anak menerapkan kebersihan di lingkungan sekolah dan masyarakat. Sekolah yang peduli pada kebersihan juga tak henti-hentinya mendengungkan arti penting kebersihan di lingkungan sekolah, melibatkan para murid melakukan gotong-royong membersihkan lingkungan sekolah, dan juga menerapkan sanksi bagi pelanggarannya. Bila anak-anak itu telah terbiasa, maka pola hidup bersih akan melekat dalam dirinya, sehingga kebersihan menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.

Budaya bersih butuh teladan. Kebersihan butuh keteladanan. Jangan meminta anak-anak untuk menjaga kebersihan kalau sebagai orang tua masih acak-acakan. Di rumah barang-barangnya semrawut, lalu menegur anak tidak menjaga kebersihan. Guru-guru juga tak bisa menuntut muridnya menjaga kebersihan bila lingkungan sekolah kotor. Taman-tamannya tidak tertata, kelas banyak coretan, perabotan kelas serba banyak tulisan. Orang tua dan guru tetap dibutuhkan menjadi panutan bagi anak-anak dan murid-murid dalam menerapkan kebersihan.

Begitu pula di masyarakat, apabila pimpinan di sebuah lingkungan dengan tegas menerapkan budaya bersih maka masyarakat akan tergerak sendirinya. Dibutuhkan figur yang bisa dijadikan teladan akan pentingnya menjaga kebersihan. Pimpinan masyarakat merupakan penggerak dalam menerapkan kebersihan di lingkungannya. Bisa pula keberhasilan dari suatu daerah menginspirasi daerah lain untuk diterapkan di daerahnya.

Budaya bersih butuh latihan. Menjaga kebersihan bukanlah pelajaran yang selesai setelah ulangan dilangsungkan. Menerapkan hidup bersih butuh latihan untuk menjadikan hidup bersih sebagai bagian hidup yang tak terpisahkan. Mungkin perlu jatuh bangun, mengatasi hambatan-hambatan untuk bisa menjadikan hidup bersih sebagai budaya yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bersih-bersih secara rutin akan terasa ringan dan dapat mencegah bencana seperti kebanjiran dan penumpukan sampah yang berakibat buruk bagi kesehatan.

Budaya bersih butuh pengawasan. Budaya bersih akan berlangsung terus-menerus selama ada pengawasan yang baik. Banyak terjadi kebersihan dilakukan hanya untuk memenuhi penilaian tertentu, semisal akan ada kunjungan pejabat ke sekolah maka segeralah sekolah berbenah, sesudahnya tidak ada lagi kegiatan bersih-bersih dilakukan. Demikian juga dengan adanya penilaian adipura, maka kota dan kabupaten akan berbenah untuk bisa meraih piala tersebut. Padahal menjaga kebersihan sebaiknya dilakukan secara rutin dan ada pengawasan berkala, bukan sekedar untuk mendapat penghargaan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun