Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyiasati Era Bonus Demografi : Jangan Manja, Jadilah Petarung!

21 September 2016   11:51 Diperbarui: 21 September 2016   12:14 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bursa Kerja yang selalu dipadati para pencari kerja (sumber gambar :http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/05/26/129927/A7gTO8XGTK.jpg?w=635)

Peran Pemerintah Menghadapi Era Bonus Demografi

Bagi pemerintah, Bonus Demografi bisa menjadi berkah sekaligus bencana. Tenaga kerja yang melimpah itu apabila dikaryakan jelas merupakan energi besar bagi bangsa Indonesia. Pertumbuhan ekonomi akan setahap lebih meningkat dari era sebelumnya. Sementara bila banyak usia angkatan kerja yang tidak tertampung bekerja maka tingkat pengangguran akan tinggi. Dampaknya jelas akan terjadi kemiskinan dan meningkatnya kriminalitas, kesenjangan sosial dan permasalahan lain sebagai dampaknya. Oleh sebab  itu persiapan dan penanganan yang baik dari pemerintah di era Bonus Demografi sangat menentukan peluang untuk menuai berkahnya bagi negara kita.

Peran pemerintah bisa disiasati mulai dari sektor pendidikan, peningkatan kualitas SDM, pemerataan  lapangan kerja, peluang lapangan kerja, kemudahan birokrasi. 

Apakah lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi telah menjadi tenaga yang siap kerja? Sampai saat ini, ada banyak keluhan baik dari kalangan pencari kerja maupun calon pekerja yang menyatakan bahwa output dunia pendidikan tidak langsung tangkas di dunia kerja. Para lulusan ini bukan tenaga siap pakai. Para lulusan juga menggerutu, ilmu tidak terpakai di dunia kerja. Lain dengan apa yang diajarkan di tempatnya menimba ilmu. Kesenjangan ini akan menjadi bumerang di saat persaingan kerja makin tajam. Mungkin lulusan SMK yang saat ini lebih banyak mendapat pujian dari para pencari kerja, mereka lebih disiapkan untuk terjun langsung di dunia kerja dengan ketrampilan yang mumpuni. Apalagi dengan adanya kesepakatan MEA, saat ini pekerja asing mulai membanjiri Indonesia. Sehingga tingkat persaingan pun makin tinggi. Sudah saatnya pemerintah menyiapkan kurikulum yang baik untuk mengatasi kesenjangan ini.

Bursa Kerja yang selalu dipadati para pencari kerja (sumber gambar :http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/05/26/129927/A7gTO8XGTK.jpg?w=635)
Bursa Kerja yang selalu dipadati para pencari kerja (sumber gambar :http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/05/26/129927/A7gTO8XGTK.jpg?w=635)
Sebagai pekerja yang handal, pintar dan rajin saja tak cukup. Pekerjaan apapun, baik sebagai pegawai maupun wiraswasta menuntut kualitas SDM yang baik. Pekerja yang produktif tidak cukup hanya rajin masuk kerja tapi kualitas kerjanya pas-pasan. Kerjanya bagus, tapi sering mangkir (bolos kerja). Suka demo menuntut kenaikan gaji, sementara tidak bisa dituntut menaikkan kualitas kerjanya, tidak kreatif dan inovatif dalam bekerja. Tipe pekerja seperti ini akan dengan sendirinya tergeser. Oleh sebab itu pemerintah tak cukup hanya rutin menaikkan gaji setiap tahun, tetapi juga harus memiliki evaluasi atas hasil kerja sebagai acuan standar dalam kenaikan gaji.

Pemerataan lapangan kerja adalah lahan empuk yang bisa digarap oleh pemerintah. Saatnya mulai membuka lapangan kerja di daerah dan di luar Jawa. Pabrik-pabrik perlu dibangun di sana dengan melibatkan pemerintah daerah. Pertanian, peternakan dan perkebunan dibangkitkan kembali dengan melibatkan para pemuda untuk kembali ke daerah dan menuju luar Jawa. Gerakan kembali ke desa, membangun desa harus digalakkan. Jika perlu membangun perguruan tinggi di lingkungan pedesaan. Keadaan ini akan lebih efektif dibandingkan dengan program KKN dimana mahasiswa hanya sejenak saja berada di desa. Adanya akses untuk pembangunan pabrik di pedesaan dengan menyediakan sarana infrastruktur yang mendukung akan menjadi gerakan kembali ke desa untuk membangun desa. Apalagi adanya dana 2 milyar setiap desa. Sayang sekali bila tak tergarap dengan baik. Masih begitu luas lahan yang bisa digarap di luar Jawa, kebijakan pemerintah membuka lapangan kerja  di era Bonus Demografi harus menjadi “gula-gula” bagi pencari kerja. Bukankah di mana ada gula, di situ ada semut. Hal ini akan mempercepat pembangunan di sana dan meningkatnya kesejahteraan bagi penduduk setempat maupun pendatang.

Pemerintah juga harus memberi sarana bagi tenaga kerja di Indonesia yang berminat menjadi TKI di luar negeri. Menyiapkan mereka agar tidak mendapat masalah di negeri orang. Mulai menjajagi pengiriman tenaga asing pada sektor formal. Karena untuk TKI informal cenderung mendapat perlakuan kurang layak dan kerap mengalami kekerasan. Peningkatan kualitas SDM formal yang bisa menembus dunia kerja di luar negeri juga menjadi penyeimbang atas lubernya tenaga kerja di dalam negeri yang yang tidak tertampung. Gaji di luar negeri yang besar dapat menjadi sumber devisa negara.

Di pemerintahan Jokowi, birokrasi sudah mulai dipangkas dan dipermudah. Semoga hal ini terus berlanjut di sektor industri padat karya, sehingga untuk membuka usaha lebih mudah dan pengusaha diberi payung hukum dalam pengaturan ketenagakerjaan yangh bisa menguntungkan kedua belah pihak.

Memberi perhatian bagi UMKM juga merupakan peluang bagi masyarakat berwiraswasta. Saat ini mulai dari anak sekolah sampai manula bisa memiliki usaha apabila memiliki ketrampilan. Perkembangan UMKM seringkali tak bisa diprediksi, apalagi bila mereka memulai dari modal kecil. Selain bantuan permodalan, para pelaku UMKM ini lebih banyak membutuhkan pendampingan agar usahanya terus berjalan. Dengan adanya Bonus Demografi barang-barang produksi mereka akan jadi sasaran konsumsi dan berpeluang meraih untung besar.

Peluang usaha rumahan (sumber gambar : http://warnabisnis.com/wp-content/uploads/2014/01/peluang-usaha-rumahan.jpg)
Peluang usaha rumahan (sumber gambar : http://warnabisnis.com/wp-content/uploads/2014/01/peluang-usaha-rumahan.jpg)
Kesenjangan antara produktivitas dan pola hidup komsumtif

Di satu sisi bonus demografi adalah peluang bagi suatu bangsa untuk mengalami pertumbuhan ekonomi akibat besarnya aset tenaga kerja yang bisa memberi kontribusi besar dari sisi produktivitas maupun konsumsi yang besar. Di sisi lain tak siapnya sebuah negara menyambut bonus demografi berdampak pada banyaknya pengangguran usia produktif yang menjadi beban negara. Kesadaran sebuah bangsa akan memasuki era demografi dengan mempersiapkan lapangan kerja yang dapat menampung angkatan kerjanya juga tak serta merta selesai. Generasi di era bonus demografi akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, kesejahteraan meningkat dan hal ini juga berdampak naiknya strata sosial mereka. Akan banyak masyarakat yang masuk dalam kelas menengah dimana hal itu mempergaruhi gaya hidup mereka yang ikut berubah. Perubahan ini biasanya juga ditangkap oleh pasar dengan menawarkan barang-barang dan gaya hidup yang memberi kenikmatan baru kepada penduduk. Keadaan ini menyasar siapapun, tak peduli yang sudah bekerja mapan maupun tidak. Seperti yang saya tuliskan di awal artikel ini, anak-anak kalangan prasejahtera saja menuntut dibelikan sepeda motor meskipun daya beli mereka belum mencapai itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun