Saat Hungaria mengalahkan Turki dalam ajang UEFA Nations League misalnya, sejumlah politisi Pidesz mencaci maki Turki lewat media sosial. Seperti diketahui, Turki pada masa kerajaan Ottoman sempat menjajah Hungaria.
Kamuflase dan Popularitas
Beberapa hari lalu, secara terbuka Orban menyatakan Hungaria bersedia menjadi tuan rumah final Euro 2020. Budapest tak ragu untuk menggantikan London.
Opsi ini mengemuka karena Hungaria menjadi satu-satunya 'host' Piala Eropa 2020 (2021) yang bisa menggelar pertandingan dengan jumlah penonton maksimal. Tidak 25 persen dari kapasitas stadion, seperti 'host' lainnya.
Bagi UEFA, ini pilihan menggiurkan. Dari sisi ekonomi tentu saja lebih menguntungkan. Berdasarkan situasi kesehatan, bahaya Covid-19 maksudnya, sejauh ini teratasi. Negeri berpopulasi 9.730.000 penduduk ini menyebut virus berjenis flu itu sudah bisa ditangani.
Per 19 Juni 2021, kasus harian Covid-19 di Hungaria hanya 73. Adapun jumlah masyarakat yang telah mendapat vaksinasi sebanyak 4 juta 36 ribu. Sekitar 44,6 persen penduduk sudah tervaksin.
Untuk bisa memasuki wilayah Hungaria, baik lewat darat, laut, maupun udara, juga harus divaksin. Jenis vaksin yang diterima untuk masuk negeri tak berpantai ini adalah BIBP, Pfizer, Jhonson & Jhonson, Moderna, AstraZeneca, dan Sputnik V.
Ini berbeda dengan Inggris. Per 19 Juni 2021, kasus harian masih mencapai 8.708. Namun, jumlah masyarakat Inggris yang telah divaksin mencapai 47 persen.
Menurut Open Democracy, cara Orban dan para kroninya untuk menangani Covid-19 tidak becus. Buktinya, sebanyak 29.950 orang telah meninggal dunia. Ini jumlah ke-11 tertinggi di Eropa.
Demi menutupi cacat itu, sepak bola ditunggani. Lewat sepak bola Orban menancapkan hegemoninya. Tuan rumah final Piala Eropa 2020 adalah salah satu kendaraannya. Kendaraan untuk menaikkan popularitas.
Berdasarkan survei politik terbaru di Hungaria, dukungan terhadap Orban untuk pemilu 2022 menurun. Persatuan para oposisi pemerintahan Orban telah menggerogoti suara perdana mentri bertangan dingin ini.