Adalah hak asasi untuk memilih kewarganegaraan. Tentu, asal memenuhi syarat dan kriteria.
Isu yang muncul atas realitas lima pemain muda asal Brasil mengikuti latihan tim kontestan Liga 1 2020: Persija, Arema FC, dan Madura United, wajar mencuat.
Isu naturalisasi sangat sensitif, sesensitif persinggungan keagamaan yang dalam beberapa tahun terakhir dihegemoni secara masif. Sudah sepantasnya pula warganet marah, bahkan ngamuk.Â
Namun, naturalisasi bukan barang haram. Negara punya aturan, PSSI punya regulasinya, dan FIFA mengaturanya dalam statuta.
Sekali lagi, selama diperjuangkan individu bersangkutan (termasuk PSSI), direstui Presiden RI, disahkan anggota dewan, dan tak melanggar aturan FIFA, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.Â
Sebentar, mari sedikit mundur ke belakang, ke beberapa hari sebelum isu naturalisasi mencuat.Â
Setelah pemusatan latihan timnas Indonesia dibubarkan pada 16 Agustus 2020, media sosial ramai. Warganet atau lebih populer disebut netizen ramai-ramai melakukan tangkapan layar (screenshoot) atas pola makan pemain timnas Indonesia.Â
Ada yang makan soto berlemak, bakso bertabur sambal, ayam goreng pedas, dan lain sebagainya. Foto-foto tangkapan layar itu membuncah tepat saat perayaan HUT ke-75 Republik Indonesia. Komentar, dari yang lembut, bijak, hingga menyakitkan hati, bertebaran.
Istilah baru pun diapungkan. Warganet berjanji, tak hanya akan berperang dengan PSSI (yang adalah musuh abadi pecinta sepak bola nasional), tetapi sebaliknya akan berperang dengan pemain, utamanya pemain timnas Indonesia. Perang gerilya. Sporadis. Tanpa rancangan. Anti-komando.Â
Sejatinya, sudah rahasia umum, pesepak bola Indonesia tak punya kesadaran dan ketaatan gizi yang baik. Sudah banyak pemain asing yang menceritakan buruknya pola makan pesepak bola Indonesia.Â