Mohon tunggu...
Abdul Susila
Abdul Susila Mohon Tunggu... Editor - Fanatik timnas Indonesia, pengagum Persija, pecinta sepak bola nasional

anak kampung sungai buaya yang tak punya apa-apa di jakarta selain teman dan keinginan untuk .....

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menyoal Editorial Pandit Football

27 April 2018   01:15 Diperbarui: 27 April 2018   01:16 2335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerang Persija Bambang Pamungkas berduel dengan Supardi Nasir dalam duel Persija vs Persib, musim lalu - Vivanews

Tulisan ini ingin menanggapi editorial Panditfootball dengan judul "Konflik Kepentingan dan Penundaan Laga Persija vs Persib."

***

Sebagai opini media, tulisan ini kiranya bisa menjadi tulisan tandingan, untuk menghidupkan khazanah perdebatan produktif sepak bola nasional. Yang pertama, mari tanggalkan baju tim kesukaan (misal Persija dan Persib), agar tulisan ini bisa dipahami dengan kepala dingin tanpa membabi buta.

Pertama, judul editorial Panditfootball terlalu provokatif; dengan mengedepankan persepsi duga-duga. Sepak bola sehat, terutama bagi media massa, selayaknya dibangun dengan rasa skepstis bukan apatis. Judul yang dibangun Panditfootball mengedepankan kecurigaan tanpa dasar kuat. Sepak bola nasional dipandang dengan apatis.

Memang, dalam naskah editorial tersebut dijelaskan adanya orang-orang berkepentingan, yakni PSSI, PT Liga Indonesia Baru, Persija, dan Persib, yang terlibat dalam pembinaan Persija dan Persib. Tetapi, keberadaan Joko Driyono, Tigorshalom Boboy, Komjen Pol Syafruddin, dan Glen Sugita, sebagaimana ditulis Panditfootball dalam naskahnya, tak bisa menyederhanakan masalah.

Potensi konflik kepentingan? Ya. Itu mungkin saja terjadi. Namun, ada azas praduga yang tidak seharusnya dipolarisasi media. Persepsi miring di akar rumput, bisa semakin menemukan kebenarannya, bila media ikut memantik api dalam sekam. Mungkin persepsi media tak sampai seperti menyiram bensin dalam percik api, tetapi persepsi sembrono media bisa memantik "perang opini" berujung pertikaian. Dua kubu beda pemikiran akhirnya menemukan pembenarannya.

Kedua, bagian pertama tulisan _yang ditandai dengan tanda bintang_ menerangkan titik persoalan dengan bijak. Aturan main dan kondisi faktual persoalan penundaan laga Persija vs Persib dideskripsikan dengan sederhana dan mengena. Namun ada salah satu rangkaian kalimat yang tidak bisa dicerna tanpa mengedepankan istilah hegemoni.

"Hari Buruh (1 Mei) dan laga Persija vs Persib (28 Mei) adalah agenda yang sudah ada sejak jauh hari. Artinya, sejak awal, seharusnya, pihak PT LIB yang membuat jadwal mengetahui potensi "bentrok" seperti yang terjadi sekarang."

Kalimat ini sepintas terdengar benar sebenar-benarnya. Namun, ada dasar dalam setiap peristiwa pengamanan; situasi, kondisi, toleransi, pantauan, dan jangkauan. Artinya, memang PT LIB sebagai operator lalai atau alfa dengan fakta setiap 1 Mei ada operasi besar dari kepolisian, yang itu memunculkan situasi tak kondusif untuk sebuah pertandingan besar, yang menyedot banyak massa. Bagaimana kondisi terkini Hari Buruh tahun ini? Itu yang tak diperjelas.

Ketiga, kembali muncul kalimat tanpa dasar cerdas, sebagai sebuah editorial, sebab editorial bukan sekedar opini, editorial mencerminkan sikap media dan bukan pribadi.

"Pertama, untuk memperlihatkan wibawa dan kemampuan aparat keamanan untuk menangani massa. Toh antara 28 April dan 1 Mei bukanlah tanggal yang persis berhimpitan. Ada jeda yang, walaupun tidak luas, namun sebetulnya cukup memadai."

Sekali  lagi, ini Persepsi yang dibangun dengan asumsi sembrono. Benar ada jeda, meski tidak luas, namun sikap persiapan pengamanan, tidak instans. Dalam acara besar, bedasarkan situasi, kondisi, toleransi, pantauan, dan jangkauan, diambil kebijakan. Nah kebijakan ini yang tidak digali oleh Panditfootball. Persepsi curiga atau apatis dikedepankan. Media selalu skeptis dan bukan apatis. Cek, koreksi, cek, koreksi, dan cek, itu sikap skeptis.

Terakhir, dalam tulisan penutup, disebut:

 "Orang di PSSI boleh ngomong apa saja, termasuk bicara soal tidak adanya konflik kepentingan saat sejumlah petinggi mereka menikmati rangkap posisi dan jabatan. Namun akar rumput menyikapinya secara berbeda: orang-orang yang rangkap jabatan itu sesungguhnya ikut menyediakan minyak kepada massa yang sudah lama memendam sekam."

Siapa saja memang boleh beropini, berpersepsi, tetapi perihal konflik kepentingan ini tuduhan. Konflik dalam kamus bahasa Indonesia di artikan sebagai percekcokan; perselisihan; dan pertentangan. Benarkah ada unsur-unsur tersebut dalam keputusan penundaan laga Persija vs Persib?

Satu lagi, menyediakan minyak kepada massa. Ini asumsi paling jahat. Boleh saja di media sosial juga dalam tataran pembincangan sepak bola nasional kekecewaan atas PSSI dan sejenisnya atau setingkatnya yang muncul diktum buruk, tetapi tuduhan menyediakan minyak cukup keji.

Kiranya, mayoritas fan sepak bola Indonesia masih kecewa dengan PSSI dan Liga Indonesia, mungkin iya (termasuk saya). Tetapi sepak bola dibangun oleh mereka yang terlibat di dalamnya. Orang luar tentu boleh dan bisa ikut membangun, tetapi ada administrasi yang harus dilewati.

Jadi, berhentilah membangun persepsi sesuka hati. Jika tak punya bukti nyata ada konflik kepentingan, beropinilah di jalur bebas, bukan dijalur editorial. Sikap paling bijak terkadang malah tak bijak, dan kalau merasa tidak bijak jangan memantik api dalam sekam.

***

Ini bukan tentang Jakmania dan Bobotoh atau Viking, ini soal tuduhan media massa dalam tajuk rencananya. Tuduhannya mengalir lewat hegemoni bahasa, hegemoni kata. Ini tindakan sembrono dari seorang yang ingin membangun sepak bola nasional. Masih banyak cara kritik yang bisa membangun, juga memunculkan pujian, seperti beberapa tahun sebelum ini.

Terimakasih dan mohon maaf jika ada salah. Ini murni persepsi pribadi.*

Pejompongan, Benhil, Tanah Abang, Jakarta Pusat, 27 April 2918  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun