Sekali  lagi, ini Persepsi yang dibangun dengan asumsi sembrono. Benar ada jeda, meski tidak luas, namun sikap persiapan pengamanan, tidak instans. Dalam acara besar, bedasarkan situasi, kondisi, toleransi, pantauan, dan jangkauan, diambil kebijakan. Nah kebijakan ini yang tidak digali oleh Panditfootball. Persepsi curiga atau apatis dikedepankan. Media selalu skeptis dan bukan apatis. Cek, koreksi, cek, koreksi, dan cek, itu sikap skeptis.
Terakhir, dalam tulisan penutup, disebut:
 "Orang di PSSI boleh ngomong apa saja, termasuk bicara soal tidak adanya konflik kepentingan saat sejumlah petinggi mereka menikmati rangkap posisi dan jabatan. Namun akar rumput menyikapinya secara berbeda: orang-orang yang rangkap jabatan itu sesungguhnya ikut menyediakan minyak kepada massa yang sudah lama memendam sekam."
Siapa saja memang boleh beropini, berpersepsi, tetapi perihal konflik kepentingan ini tuduhan. Konflik dalam kamus bahasa Indonesia di artikan sebagai percekcokan; perselisihan; dan pertentangan. Benarkah ada unsur-unsur tersebut dalam keputusan penundaan laga Persija vs Persib?
Satu lagi, menyediakan minyak kepada massa. Ini asumsi paling jahat. Boleh saja di media sosial juga dalam tataran pembincangan sepak bola nasional kekecewaan atas PSSI dan sejenisnya atau setingkatnya yang muncul diktum buruk, tetapi tuduhan menyediakan minyak cukup keji.
Kiranya, mayoritas fan sepak bola Indonesia masih kecewa dengan PSSI dan Liga Indonesia, mungkin iya (termasuk saya). Tetapi sepak bola dibangun oleh mereka yang terlibat di dalamnya. Orang luar tentu boleh dan bisa ikut membangun, tetapi ada administrasi yang harus dilewati.
Jadi, berhentilah membangun persepsi sesuka hati. Jika tak punya bukti nyata ada konflik kepentingan, beropinilah di jalur bebas, bukan dijalur editorial. Sikap paling bijak terkadang malah tak bijak, dan kalau merasa tidak bijak jangan memantik api dalam sekam.
***
Ini bukan tentang Jakmania dan Bobotoh atau Viking, ini soal tuduhan media massa dalam tajuk rencananya. Tuduhannya mengalir lewat hegemoni bahasa, hegemoni kata. Ini tindakan sembrono dari seorang yang ingin membangun sepak bola nasional. Masih banyak cara kritik yang bisa membangun, juga memunculkan pujian, seperti beberapa tahun sebelum ini.
Terimakasih dan mohon maaf jika ada salah. Ini murni persepsi pribadi.*
Pejompongan, Benhil, Tanah Abang, Jakarta Pusat, 27 April 2918 Â