[caption id="attachment_379217" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar Tari Baris Gede Batur, Melambangkan Tarian Peperangan. Masih dapat ditemui hingga saat ini di Desa Batur"]
Desa Batur itu kini terkubur di hamparan lava hitam di Kaldera Batur, bahkan telah diabadikan menjadi Batur Global Geopark baru-baru ini oleh UNESCO. Namun sejarah tidak bisa dilupakan begitu saja, bencana letusan gunung yang terjadi pada Tanggal 3 Agustus 1926 yang menghancurkan 65.000 rumah dan 2500 pelinggih dan korban ribuan jiwa telah menjadi cerita sejarah turun temurun dikalangan masyarakat Batur. Pada saat itu memaksa masyarakat tersisa menyelamatkan beberapa benda-benda suci seperti Lingga Dewi Danu beserta gedong parahyangannya yang masih dapat kita temui di Pura Ulundanu Batur sekarang ini. Pengungsian besar-besaran terjadi kemudian berpindah ke Karanganyar yang kita kenal dengan Desa Batur hingga sekarang, dengan terlebih dahulu mengungsi ke Desa Adat Bayung Gede untuk sementara waktu.
Sejarah Sebagai Media Edukasi Masyarakat
[caption id="attachment_379218" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar Instrumental Musik Tradisional Bali, Gong Gede. Kesenian ini Masih Dapat Ditemui Hingga Sekarang."]
Melalui pameran foto sejarah, yang digagas oleh komunitas “Spirit Indonesia” yang bergerak dan peduli dibidang sosial, kemanusiaan dan keagamaan; kita dapat menyaksikan kehidupan masyarakat serta kebudayaannya dahulu melalui bukti visual sejarah. Melalui bukti visual sejarah itu pikiran kita melakukan interpretasi mendalam akan peradaban yang pernah ada dimasa itu. Pameran foto sejarah tersebut telah dilaksanakan bertepatan pada pelaksanaan Karya Pujawali Ngusaba Kedasa Icaka 1937 Warsa 2015, acara diselenggarakan pada tanggal 2 s/d 16 April 2015 di Jaba Tengah Pura Ulundanu Batur. Tujuan penyelenggaraan pameran foto ini tidak lain adalah sebagai jembatan media informasi khususnya bagian kecil dari sejarah Bali, sejarah kebudayaan dan peradaban Indonesia pada umumnya; kepada masyarakat luas agar dikemudian hari masyarakat terus mampu menumbuhkembangkan kecintaannya terhadap budaya yang dimiliki.
[caption id="attachment_379220" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar Suasana Masyarakat di Salah Satu Sudut Desa Tahun 1900-1915"]
Bertepatan dengan Ngusaba sasih Kedasa Tahun 2015 di Pura Ulundanu Batur, Desa Adat Batur, Kec. Kintamani, Kab. Bangli-Bali; refleksi rekam jejak visual tersebut dihadirkan dalam sebuah pameran foto. Menghadirkan lebih dari 60 foto sejarah yang diperoleh dari koleksi museum di Belanda, diantaranya Tropen Museum Belanda (lihat koleksi lainnya di www.tropenmuseum.nl). Koleksi Geheugen van Nederland (lihat koleksi lainnya di www.geheugenvannederland.nl), koleksi Prenten kabinet universiteit Leiden Belanda, Museum Volkenkund Belanda, dan ada beberapa koleksi Museum Gunung Api Batur, Bali. Foto-foto yang dipamerkan berangka tahun 1800-an s/d tahun 1900-an.
Tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda pada saat itu, sebagai salah satu desa yang besar di kaki Gunung Batur, membuat desa ini sering diabadikan dalam foto dimasanya. Oleh komunitas “Spirit Indonesia” mengumpulkan data visual jejak sejarah kemudian mengagas pameran foto ini yang disambut baik oleh Pura Ulundanu Batur dalam hal ini Jero Gede Batur yang memberikan ijin serta keleluasaan dalam menentukan isi foto yang dipamerkan serta menyediakan tempat di Jaba Tengah Pura Ulundanu Batur. Dengan tujuan untuk menginformasi dan mengedukasi masyarakat Batur, dan masyarakat Bali pada umumnya. Pura Ulundanu Batur sebagai salah satu pura sad khayangan di Bali menjadi tujuan tempat persembahyangan pada waktu acara karya ngusaba kedasa ini, ditujukan untuk masyarakat dapat menyaksikan pameran ini dan akan diajak untuk merasakan kilas balik sejarah dalam nuansa religi sehingga dapat menambah kecintaannya terhadap budaya yang diwariskan oleh para leluhurnya.
[caption id="attachment_379222" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar Renovasi Pura Setelah Bencana Terjadi"]
Pameran ini baru pertama kali diadakan, foto dibagi menjadi beberapa kolase dan mengangkat lebih detail kehidupan masyarakat dalam sudut ekonomi, pertanian, budaya berkesenian, interaksi dengan orang asing, perkembangan dan kemampuan arsitektur, dan selebihnya lansekap Gunung Batur sebelum dan sesudah berpindah di Karanganyar, diperkuat dengan narasi yang bersumber pada sejarah Pura Ulundanu Batur. Banyak hal menarik yang ditampilkan dalam foto salah satunya adalah terdapat satu pelinggih yang selamat dari lahar Gunung Batur yaitu Pelinggih Dewi Danu, Dewi yang dipuja di pura Ulundanu Batur. Dengan rekam jejak yang sangat panjang sebagai bukti sejarah, panitia berharap kedepannya pameran ini dapat terus dilaksanakan ditahun mendatang sebagai media informasi dan mengumpulkan lebih banyak data visual dari berbagai pihak yang berhasil dirangkul dan berkerjasama untuk mengumpulkan data-data tersebut, karena salah satu bukti sejarah yang paling nyata adalah foto. Pengunjung bisa berimajinasi ketika melihat foto dimasanya.
[caption id="attachment_379224" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar Kunjungan Wisatawan Asing ke Pura Batur"]
Usaha pengumpulan informasi sejarah nusantara merupakan sebuah upaya yang harus dilakukan secara terus menerus. Mengingat banyaknya data sejarah kita berada di manca negara yang telah banyak didokumentasikan oleh turis maupun penjajah di masa-masa penjajahan. Untuk itu, diperlukan peran serta bersama, baik pemerintah, masyarakat maupun pemangku kepentingan lainnya bekerjasama untuk menghimpun kembali berbagai dokumentasi tentang sejarah yang tercecer bagi Indonesia.
Kegiatan pameran ini diharapkan akan sangat efektif dalam menyebarluaskan informasi khususnya kepedulian kita terhadap sejarah ibu pertiwi beserta kebudayaan yang telah berkembang dari masa ke masa untuk dapat diketahui oleh anak cucu kita nanti. Sehingga kecintaan dan kebanggan kita kepada budaya sendiri tidak terkikis oleh sang waktu. Pada akhirnya hari ini merupakan momentum bagi kita bersama untuk membangun dokumentasi yang baik untuk generasi mendatang.
Akhir Kata
Siapa yang tahu, dihamparan batuan lava Gunung Batur menghitam nan indah yang kita saksikan saat ini menyimpan banyak sejarah. Peradaban masyarakat pernah dibangun di area itu. Sebuah desa dengan permukiman terpadat saat itu sangat bersahabat dengan bencana gunung berapi. Pada akhirnya karena kehendak alam dengan sekejap mata, letusan Gunung Batur pada Tahun 1926 mengungsikan peradabannya dan merelokasi di tempat yang dipijak sekarang ini.
Akhir kata, benteng terbaik adalah bersahabat dengan alam. Mengenali dan mencintai alam secara utuh adalah benteng terbaik untuk bisa berhasil dalam kehidupan di tanah yang rentan terhadap bencana alam. Pesan penutup, “Evolusi Batur Belum Berakhir”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H