“Cita-cita?”
Ayah mengangguk. Tapi aku tak pernah merasa memiliki cita-cita.
“Ekla, kau ingin mengunjungi taman pelangi?”
Kali ini aku yang mengangguk.
“Kau ingin ikut Ayah memindahkan bintang ke langit-langit rumah?”
Aku mengangguk lagi, sedikit lebih semangat.
“Kau ingin bersama Ayah mengelilingi laut?”
Aku semakin bersemangat, mengangguk lebih mantap.
“Kalau begitu tuliskan. Sebab cita-citamu adalah rencana yang kau letakkan pada tanggal.”
Ayah tersenyum, aku tersenyum. Sejak saat itu, aku dan Ayah sibuk sekali membagi tanggal bagi hari kerja kami berdua.
***
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!