Pagi ini, pagi dimana aku amat sangat rindu dengan rindu yang juga berbeda, aku tak mengerti. Aku merasa hanya ingin bertemu denganmu. Sebuah puncak keinginan yang sanggup mendatangkan kawanan sungai mengalirkan pedih dari mataku.
Dan kau benar-benar datang pada pagi yang lain ini, Elan. Kau tak lupa aku meski belum aku mampu menjadi puisi. Gegas aku memelukmu amat erat, dan menutup mata demi merayakannya. Amat erat, Elan, erat sekali. Hingga erat itu perlahan terasa pudar kemudian hambar lalu hilang kala tak sedikitpun kau hadiahiku peluk balasan. Ada pedih makin deras pada sungai yang berjatuhan dari mataku, Elan, saat semua menjadi nyata.
Aku kembali ingat, aku memang hanya aku, bukan dia yang berikanmu berlarik larik puisi tempo hari. Maka kala kubuka mata segera kutersadar, Elan, tak ada kau. Tak ada.
Yang ada hanya aku, tengah memeluk erat lututku sendiri.
[-] Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H