Pria pekerja keras
Di sebuah rumah kecil di gang Gedong, RT 03/05 Dusun Semagu, pria kelahiran 26 Juni 1979 ini lima bulan lalu masih tinggal dalam sebuah rumah kecil bersama ibu dan 2 orang saudaranya. Tidak banyak yang mengira, Zainul Arifin yang dikenal pendiam dan ramah oleh para tetangga sampai hati menjadi pelaku peledakan bom bunuh diri.
Sebelum meninggalkan rumah, Zainul Arifin berpamitan kepada keluarga dengan alasan kerja menjadi kuli batu di Qatar. Suami dari Fatimah yang sedang hamil tua ini memang terkenal kerja serabutan, tidak segan untuk bekerja apapun. Sebelumnya, ia sempat menjadi kuli angkut ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, pernah menjadi nelayan, berjualan kopi bubuk, tukang pijat bekam, dan membantu ibunya menjual obat herbal di rumah.
Mungkin karena faktor ekonomi yang apa adanya, ibu Zainul Arifin adalah seorang janda, ditambah faktor pendidikan yang terbatas, membuatnya harus bekerja keras untuk menyambung hidup.
Pendidikan Zainul Arifin hanya sebatas lulusan SMP Negeri di Paciran. Tahun 2004, ia lulus dan memilih tidak melanjutkan sekolah untuk bekerja bersama saudara-saudaranya. Di kalangan para teman, Zainul Arifin dikenal sebagai seorang yang serius dalam bekerja.
Perubahan drastis
Mungkin yang menjadikan Zainul Arifin yang pendiam dan ramah menjadi pemberani sebagai “pengantin” dalam peledakan bom bunuh diri adalah perubahan yang terjadi pada dirinya.
Setahun terakhir, Zainul Arifin menjadi begitu rajin beribadah dan sering meminta keluarganya untuk menyaksikan acara-acara yang berbau islami. Ia juga masuk dalam sebuah jemaah aliran tertentu yang keluarganya sendiri tidak tahu persis aliran seperti apa yang diikutinya.
Pengikut aliran ini terdiri dari sembilan orang, termasuk Zainul Arifin. Kesembilannya dikenal tertutup dan jarang berkomunikasi kecuali dengan kelompok sealirannya sendiri. Paling-paling yang diketahui oleh warga sekitar sebatas kebiasaan mereka yang sering berjamaah solat subuh tanpa menggunakan lampu. Mengapa? Mereka sendiri yang tahu jawabanya.
Sampai saat ini belum ada kepastian bagaimana Zainul Arifin bisa sampai di Poso. Kuat dugaan ia termasuk rekrutan kelompok teroris Santoso, terduga penembakan 3 polisi di BCA Palu pada 25 Mei 2011.
Zainul Arifin alias Arif Petak, memang tidak seberingas Amrozi, dalam riwayat hidup sebelumnya pun ia tidak pernah berurusan dengan tindak kriminal. Namun, apa yang telah ia lakukan telah menambah daftar para teroris asal Lamongan. Bagi kami saat ini, semoga tidak akan ada lagi aksi terorisme Lamongan episode 3, cukup Amrozi cs dan Zainul Arifin saja. Semoga juga Lamongan akan kembali seperti asalnya, terkenal sebagai Kota Soto bukan Kota Sarang Teroris.