Mohon tunggu...
Maimun Ridwan Mukaris
Maimun Ridwan Mukaris Mohon Tunggu... Konsultan - Advokat, Konsultan Hukum dan Industrial Relation

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pernah beberapa kali bekerja sebagai HRD dan GA Manager di beberapa perusahaan, menjadi anggota Dewan Pengupahan dan Pengurus APINDO. Sekarang aktif sebagai Advokat, Konsultan Hukum dan Industrial Relation. e-mail : maimunaster@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menjaga Integritas Profesi Advokat

28 Januari 2020   09:23 Diperbarui: 28 Januari 2020   17:29 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"There is a vague popular belief that lawyers are necessarily dishonest."  Demikian pernah disampaikan salah satu advokat handal yang diakhir kariernya menjadi Presiden Amerika Serikat ke 16, Abraham Lincoln. Ungkapan tersebut jika diterjemahkan dalam bahasa bebas akan berarti bahwa, " Ada rumor terkenal yang dipercaya masyarakat bahwa advokat sebenarnya berlaku tidak jujur karena dipaksa oleh keadaan." Ungkapan yang pernah dikatakan Abraham Lincoln lebih dari seratus tahun lalu ini, sebenarnya masih relevan dengan kondisi sekarang dan mungkin hingga hari kiamat nanti.

Betapa tidak, sebenarnya pada diri advokat disandarkan harapan akan kemenangan dalam berperkara atau kebebasan dari jerat hukum bagi klien yang telah mengeluarkan biaya jasa advokat. 

Siapapun orangnya pasti tidak ingin berurusan dengan hukum, akan tetapi manakala sudah terlanjur terjerat kasus hukum pasti akan berusaha dengan segala upaya agar bisa terlepas dari kasus tersebut. Bagi orang yang tidak paham hukum pada saat seperti ini biasanya mereka akan meminta bantuan jasa advokasi dari advokat.

Dalam perkembangannya semakin maju dan kompleks suatu peradaban, akan semakin banyak pula orang yang membutuhkan bantuan jasa advokat. Hal karena semakin kompleks suatu peradaban dalam masyarakat akan semakin banyak peraturan dibuat serta semakin banyak pula terjadi perbenturan kepentingan di dalamnya. 

Sebagai contoh adalah lahirnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 beserta perubahannya. UU ITE dibuat karena adanya kebutuhan masyarakat setelah maraknya penggunaaan internet dan data elektronik, hampir seluruh warga masyarakat menggunakan internet untuk beraktivitas setiap hari. 

Sehingga untuk menjaga dan mengatur ketertiban sosial perlu peraturan dalam bentuk undang-undang yang mengaturnya yaitu UU ITE. Akan terasa aneh dan mubadzir jika UU ITE dibuat 50 tahun lalu saat masyarakat belum memahami dan menggunakan internet.

Oleh karena itu semakin maju suatu peradaban akan semakin banyak peraturan dibuat untuk menjaga ketertiban sosial serta akan semakin banyak jasa advokat diperlukan. Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003, Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. 

Pengguna jasa advokat bukan hanya orang yang tidak memahami hukum tetapi juga bisa orang yang tahu hukum namun tidak punya waktu untuk melakukan proses hukum. Sebagai contoh misalnya Direktur perusahaan pertambangan yang lebih memilih menggunakan jasa advokat untuk suatu urusan daripada harus melakukannya sendiri karena menilai waktunya akan lebih berharga jika dipergunakan untuk mengerjakan hal-hal lain yang lebih penting dan lebih bernilai secara ekonomis.

Beban untuk memenangkan perkara atau selesainya suatu urusan hukum sesuai keinginan klien kadang membuat advokat gamang. Sesuai kode etik advokat, sebenarnya advokat tidak dibenarkan menjamin kepada klien bahwa perkara yang ditanganinya akan menang, sementara pada saat pertama menunjuk advokat klien pasti berharap advokat yang  ditunjuknya akan memenangkan perkaranya. 

Hal ini wajar karena klien rela mengeluarkan uang jasa untuk membayar profesional itu agar perkaranya dimenangkan, bukan membayar untuk kalah. Harapan yang besar dari klien ini yang kadang membuat advokat melakukan upaya-upaya lain diluar jalur hukum yang hingga bisa melanggar sumpah advokat dan tidak dibenarkan oleh peraturan yang ada.

Dalam sumpah advokat diikrarkan bahwa, advokat tidak akan memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan klien yang ditanganinya. Sementara pada sisi penegak hukum dari unsur lain juga ada zona integritas yang tidak boleh dilanggar dalam menyelesaikan suatu perkara. 

Persoalannya adalah siapa yang bisa menjamin tidak adanya transaksi diantara mereka tentu tidak ada yang bisa menjamin kecuali integritas dan karakter masing-masing. Godaan kadang menjanjikan suatu keindahan tetapi tidak semua keindahan akan berakhir dengan kebahagiaan, nikmat terkadang juga membawa sengsara.

Tentunya kita masih ingat dimasa lalu ada beberapa kali operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap jaksa, hakim dan pengacara serta pejabat pengadilan lain. Dalam persidangan pun juga terbukti bahwa telah terjadi suap menyuap diantara mereka dan para pelaku divonis bersalah oleh pengadilan. 

Sanksi terhadap advokat selain vonis penjara masih ada sanksi administrative yang bisa berupa teguran lisan hingga pemberhentian tetap sebagai advokat. Tentunya sangat riskan bila advokat berani mengambil resiko hingga pemberhentian tetap sebagai advokat, jika masih berani bermain diluar koridor hukum dalam memenangkan perkara. Akan tetapi semua akan kembali pada kejujuran, integritas dan kemampuan advokat dalam menyelesaikan perkara yang ditangani.

Persoalan lain yang kadang terjadi adalah kekecewaan klien pada jasa hukum yang diberikan oleh advokat yang telah ditunjuk. Klien menganggap jasa hukum yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Klien merasa diabaikan atau ditelantarkan padahal uang jasa telah dibayarkan sehingga menganggap advokat yang telah ditunjuk tidak melaksanakan tanggung jawabnya. 

Hal ini kadang memang terjadi dalam praktek yang disebabkan oleh mungkin kesibukan dari advokat yang bersangkutan karena banyaknya klien yang ditangani dalam waktu bersamaan, atau memang karakter dari oknum advokat itu sendiri yang memang tidak bertanggung jawab pada komitmennya.

Jika memang karena kesibukannya sehingga tidak semua perkara bisa tertangani dalam waktu yang hampir bersamaan, maka sebaiknya advokat tersebut men-subtitusi-kan perkara yang ditanganinya kepada advokat lain. Hal ini memang bisa dan dimungkinkan karena dalam surat kuasa sendiri biasanya telah disebutkan adanya hak subtitusi yaitu hak untuk melimpahkan baik sebagian maupun seluruh perkara yang ditanganinya kepada orang lain.

Apabila penelantaran klien tersebut memang disengaja atau karena memang oknum advokat tersebut tidak bertanggung jawan atas amanah yang telah diterimanya maka klien bisa melakukan pengaduan tertulis ke Dewan Kehormatan (DK) atau Dewan Pimpinan Cabang (DPC) organisasi advokat dimana advokat tersebut menjadi anggota untuk dilakukan persidangan kode etik profesi dimana dalam persidangan jika terbukti advokat bersangkutan melanggar kode etik maka bisa diberi sanksi teguran lisan untuk yang paling ringan hingga yang terberat yaitu pemberhentian tetap sebagai advokat. 

Dalam hal DK atau DPC di tempat advokat tinggal tidak ada maka pengaduan dilakukan ke DK atau DPC terdekat atau bisa juga ke Dewan Pimpinan Nasional dimana advokat tersebut menjadi anggota.

Profesi advokat sebenarnya memang mensyaratkan adanya kejujuran karena dasarnya adalah kepercayaan. Seorang klien menunjuk advokat karena percaya bahwa advokat yang ditunjuknya akan dapat menyelesaikan perkaranya dengan tidak akan mengecewakan. 

Advokat sendiri dalam bekerja harus menjunjung tinggi kode etik profesi karena profesi advokat adalah profesi terhormat (officium nobile) sehingga tidak selayaknya menelantarkan atau membebani klien dengan hal-hal yang tidak perlu sehingga mengecewakan klien. 

Menjunjung tinggi kode etik profesi berarti advokat dalam melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena mengutamakan imbalan materi, tetapi yang lebih penting adalah tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan.

Sebagaimana dalam awal artikel ini yang mengutip ucapan Abraham Lincoln, maka pada penutupan artikel ini saya menyampaikan perkataan Abraham Lincoln lain yang pernah  beliau sampaikan yaitu :  

If in your own judgment you cannot be an honest lawyer, resolve to be honest without being a lawyer. Choose some other occupation, rather than one in the choosing of which you do, in advance, consent to be a knave. Whatever you are, be a good one. 

Jika menurut penilaianmu engkau tidak dapat menjadi advokat yang jujur, maka lebih baik engkau menjadi orang jujur tanpa perlu menjadi advokat. Pilihlah profesi lain daripada engkau memilih profesi yang engkau cita-citakan tetapi dalam perkembangannya malah menjadikanmu sebagai orang jahat. Apapun profesi anda, jadilah orang yang baik.

Penulis : 

Maimun Ridwan Mukaris, @maimun_a@yahoo.com

Advokat, tinggal di Bogor

Pengurus DPC Peradi Kab. Bogor

Bidang Pembelaan Profesi Advokat

#advokat

#jasaadvokat

#Peradi

#Profesi advokat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun