Mohon tunggu...
Maimai Bee
Maimai Bee Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Hai. Saya Maimai Bee, senang bisa bergabung di Kompasiana. Saya seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tiga orang putra. Di sela waktu luang, saya senang membaca dan menulis. Salam kenal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kode Keras Saat Imlek (Bagian 3-Tamat)

2 Februari 2023   12:36 Diperbarui: 2 Februari 2023   12:42 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image Pexels-sang-tran

“Liam, kamu sudah diberi kesempatan untuk memperkenalkan calonmu. Ternyata sampai sekarang tidak ada seorang pun gadis yang kamu bawa. Sekarang giliran Mama yang menentukan. Kesempatanmu sudah habis,” tegas Mama.

“Tapi, Ma, aku yang akan menjalani pernikahan. Bagaimana bila aku dan Wei nggak cocok? Bisa sengsara kami berdua!”

Papa menggeleng. “Liam, membangun rumah tangga itu harus ikhlas. Saling menghargai dan mau menerima kekurangan pasangan masing-masing. Bila Wei tidak setuju, kamu boleh menolak pertunangan ini.”

Mama menatap sengit. “Wei gadis baik dan dididik dengan tata krama. Ia akan menuruti perintah orangtua.”

“Bagaimana kalau Wei menerima karena terpaksa?” Liam berkeras.

“Liam, Papa dan Mama menikah karena perjodohan. Namun, kami menjalani dengan ikhlas. Percayalah, setiap ada kemauan pasti ada jalan. Kami tahu bibit, bebet, bobot Wei Yin. Dia akan menjadi ibu yang baik untuk anak-anakmu.”

Pria tampan di depan cermin itu tak bisa berkata-kata. Ia menghela napas panjang.

“Ayolah, Liam. Mama janji tidak akan mengecewakanmu,” bujuk Mama dari belakang.

Liam memandang wanita tua itu dari dalam cermin.

“Begini saja. Kita ke sana sekarang. Setelah bertemu dengan Wei Yin, kamu diberi waktu satu menit untuk mengambil keputusan. Kamu lihat bagaimana chemistry kalian. Bila menurutmu cocok, kamu cukup berdeham. Dan bila menurutmu tidak sesuai, kamu batuk beberapa kali. Begitu kami dengar batukmu, itu artinya kita batalkan pembicaraan tentang perjodohan. Kalau kamu berdeham maka kita akan melamar gadis itu. Tapi, kalau lewat dari satu menit dan tidak ada reaksimu, Mama memutuskan untuk melanjutkan pertunangan. Bagaimana? Mama rasa sudah cukup adil.”

Liam mengangguk. Cukup adil.

“Ayo, kita berangkat sekarang.”

Mereka berjalan ke lobi dan memanggil taksi. Perjalanan menuju Pondok Pinang terasa lambat. Liam sudah sering bolak balik Palembang Jakarta untuk urusan bisnis, tapi belum pernah ke daerah Pondok Pinang. Benaknya dipenuhi kenangan masa kecil di Jakarta. Kadang ia heran dengan cara kerja otak manusia. Sesuatu yang sudah sangat lama masih bisa diingatnya dengan jelas, tapi kadang hal-hal yang baru dilakukan bisa terlupa.

Jalan menyempit ke area perumahan. Sebuah rumah besar bercat putih berdiri anggun di ujung jalan. Pagarnya tinggi berwarna hitam emas. Taksi menepi dan berhenti. Papa yang tak sabar segera membuka pintu dan keluar. Mama menyusul.

Liam membayar ongkos taksi lalu perlahan melangkah keluar. Papa dan Mama menunggu di depan pagar. Pintu gerbangnya terbuka lebar seolah hendak menyambut dengan tangan terbuka. Mereka berjalan bersama-sama menuju teras.

Tiba-tiba pintu ruang tamu terbuka dan seorang gadis cantik mengenakan cheongsam merah keluar. Tatapannya langsung tertuju pada pria muda yang diapit oleh kedua orang tua itu. Gadis itu terpana. Matanya membulat dan bibirnya yang ranum membuka. Setelah beberapa saat ia mengangguk dan tersenyum manis.

Chen bersama kedua orangtuanya bergegas menghampiri. Mereka tersenyum lebar. Sesuai kesepakatan, bila Wei mengangguk itu artinya ia setuju dengan pertunangan ini.

Liam yang terhenti di ujung teras terpukau menatap Wei Yin. Siapa menyangka gadis ingusan yang ceking dulu bisa berubah menjadi wanita cantik jelita? Senyumnya pun manis sekali, membuatnya terpesona.

Mama menyenggol lengan Liam. Sudah beberapa menit, tapi belum ada kode dari putranya. Ia menyikutnya lagi lebih keras.

Pria itu menoleh. “Ada apa, sih, Ma?” bisiknya gusar.

“Kamu mau batuk?”

“Oh … ehem … ehem ….” Liam berdeham kuat-kuat.

Mama mendelik. “Iya, Mama paham. Itu kode keras.”

Kotabaru, 01 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun