Aku mengangkat tanganku meraba tengkorak wajahnya. Sudah lama rasa takutku hilang. Mungkin karena kebaikannya.
"Aku tidak ingin kau berkorban untukku, Finn."
Pria itu menangkup tanganku dengan kedua metakarpalnya. "Aku sudah mati, Zoya, tidak akan bisa mati kedua kali. Sedangkan kau masih memiliki kesempatan untuk hidup. Aku akan membantumu."
"Lalu bagaimana denganmu? Kau menderita karenaku," ujarku parau. Aku memeluknya. Terasa dingin dan tipis.
"Aku mungkin akan hancur dan menghilang selamanya," sahutnya pelan, "atau bila Tuan Hakim berkenan, dia dapat membuatku bereinkarnasi."
Aku tertegun dan menatap matanya yang berpendar merah. "Bagaimana caranya agar kau bisa bereinkarnasi?"
Finn menggeleng. "Banyak syaratnya, hanya Tuan Hakim yang tahu. Sekarang kita harus terus berjalan, waktu semakin pendek."
"Aku akan memohon pada Tuan Hakim untuk membantumu , Finn. Aku rela memberikan jiwaku," ujarku penuh tekad.
Finn tertawa. Baru sekali ini kudengar, tawanya lembut dan membuat tubuhnya bergetar. Lalu ia terdiam dan menatapku dalam. "Aku lebih suka bila kau yang tetap hidup, Zoya. Kupikir aku telah jatuh cinta padamu. Kau tidak takut padaku dan tidak pernah sekali pun mengeluh. Andai kita berpisah nanti, kuingin kau tahu, aku menyayangimu."
Bersambung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H